Hari Rabu tanggal 5 Agustus, saya berkesempatan mendapat tiket gratis (catet, gratis ya booo) untuk premiere film cin(T)a di Jogja NETPAC Asian Film Festival. Ini film udah saya incer sejak kapan, sedari saya membaca promosinya yang cukup gencar di internet. Minat saya makin terbetot sewaktu saya iseng ikutan LA-Lights Indie Movie Workshop di Jogja tanggal 11 Juli lalu. Di workshop tersebut, sang sutradara, Sammaria Simanjuntak mempresentasikan cin(T)a plus mempertontonkan trailernya.
Jogja mendapat kehormatan untuk memutar premiere cin(T)a di Indonesia setelah sebelumnya ‘hanya’ malang melintang di negeri orang, dari festival satu ke festival lainnya. Walhasil, gedung pemutaran film di Taman Budaya Yogya penuh sesak oleh anak-anak muda yang penasaran dengan filmnya. Tapi hei, saya sempat melihat kehadiran Mudji Sutrisno, budayawan yang cukup saya kagumi itu.
Selama kurang lebih satu jam (lebih-lebihnya saya ndak tahu, karena agak molor dari jadwal jam 15.00) seisi ruang bagai terhipnotis (lebaaay, tapi biar) menikmati karya anak bangsa. Kadangkala gemuruh suara tawa ngakak jika ada dialog yang dirasa lucu. Tapi selebihnya, penonton cukup serius menyimak filmnya.
Film cin(T)a sendiri, bisa dikategorikan film indie. Dibuat dengan budget, personel, dan peralatan terbatas. Maklum, para personelnya adalah alumni LA-Lights Indie Movie Workshop tahun 2007. Topiknya sendiri bisa dikatakan cukup controversial untuk kalangan masyarakat Indonesia. Tagline Cina and Annisa love God and God loves them both, but Cina and Annisa cannot love each other; because they call God by different names, sudah bisa diduga isi film ini tentang apa.
Secara keseluruhan, film ini istimewa bagi saya di tengah minimnya film Indonesia layar lebar yang berkualitas. Topik yang catchy alias megang banget, penggarapan yang cukup oke (untuk indie lho, dibandingkan dengan major label), dialog yang bernas, hanya kalau ada catatan adalah acting pemainnya. Sunny Soon bermain cukup meyakinkan sebagai Cina, mahasiswa pintar dari Tarutung. Dia bisa membawakan karakter Cina yang cerdas, sekaligus kocak dan idealis. Tetapi untuk Saira Jihan yang memerankan Annisa, hmmm…kok kurang sreg ya. Karakter Annisa yang melankolis dan penyendiri rasanya kurang mantap.
Yang paling menarik bagi saya, adalah bagaimana topik kisah cinta beda agama dituangkan lewat dialog-dialog yang cukup dalam. Dialog antara Cina dan Annisa cukup banyak menyentil sikap keberagamaan antara dua agama Abraham, Kristen dan Islam. Bagaimana mereka mengkomunikasikan prasangka-prasangka agama maupun etnik di antara keduanya, bagaimana mereka memandang Tuhan, dan lain-lain. Angkat jempol bagi tim penulis skenarionya.
Misal, mereka dengan kritis mempertanyakan peran Tuhan dalam kehidupan, sekedar arsitek -pencipta- atau sutradara -ikut menentukan plot-. Mereka juga mempertanyakan sikap masyarakat yang mendua, antara memuja Tuhan tapi di sisi lain juga seperti menafikan perbedaan. Padahal, yang menciptakan perbedaan ya Tuhan juga. Jika Ia ingin hanya disembah dengan satu cara, dipanggil dengan satu nama, mengapa Ia harus menciptakan begitu banyak perbedaan.
Ada satu hal yang menarik, pernyataan Annisa tentang selebritas, pemujaan, atheisme dan hubungannya dengan Tuhan. Di mata Annisa, Tuhan itu sangat memahami seorang seleb, karena itu ia menciptakan atheis. Tuhan sangat menyukai untuk dipuja dan dieluk-elukan, tapi ada kalanya ia capek dengan pemujaan yang berlebihan, persis seperti yang dialami seleb. Ada kalanya ia (Ia) ingin beristirahat. Pernyataan yang tidak biasa diungkapkan secara ‘vulgar’ di ranah publik. Apalagi di tengah mayoritas masyarakat yang masih sangat memuja simbol-simbol agama. Karena itulah, bagi saya, kekuatan film ini ada pada dialognya.
Mengenai ending? Jika penonton berharap adanya solusi/happy ending bagi Cina dan Annisa yang berbeda agama, sebaiknya simpan saja harapan itu. Bagi saya, film ini tidak bercerita tentang penyelesaian masalah, ia bertutur secara deskriptif apa yang ada dalam masyarakat.
Menariknya, di sela-sela film, diselipkan juga testimony dari mereka-mereka (beneran, bukan fiksi/artis) yang menjalin hubungan beda agama hingga pernikahan.
Sebagai tambahan, tulisan lawas di blog saya berikut, mungkin bisa memberikan sedikit informasi bagi mereka yang bertanya-tanya tentang hubungan beda agama.
sepertinya menarik, post kamu ini bikin aku jadi tambah penasaran pingin liat met. ah!
emang bagus kok, bagai oase di tengah keringnya film indonesia yg berkualitas 😀
Mirip dengan reviewnya si Gun, kekuatan film ada pada skenario dan dialog2nya.
Wah, pengen nonton nih. Bakal dibikin vcd/dvd gak ya?
tapi yang menonjol selama road show ini, sutradaranya, sammaria simanjuntak.penasaran sih, kemaren kok gak dikenalin penulis skenarionya siapa. yg keinget cuma saira jihan sama sunny soon.
kurang nyimak, budhe?
yang nulis skenario dikenalin kok, mbak-mbak yang pake jilbab (mbak sally?) dan mbak sammaria langsung.
wah iya aku gak nyimak kalo gitu 😦
oh mbak sally, yg jilbaban kemaren?
wah aku pengen kenalan. skenarionya keren pisan…
pengen bgt ntn ni film…
kapan ditayang ya??
hmmm kapan pelem iki maen ndok jakarta ya?
@nophee dan kang hedi :
bisa dilihat di situs resminya cin(T)a. kalo jakarta, 19 agustus di blitz megaplex. 😀
saya pasti berburu di blitz hehehe 😀
weeeeh harus nongton ini… (woot)
ngulang komen di ngerumpi:
God, what are your relegion?
😆
😆
😆
kemaren aku iseng bilang ma choro, sekaligus aku plurk-in, ini timnya godisa siap2 darahnya dihalalkan nih
*mungkin karena topik yg sensi dan bisa aja ada yg salah tangkep dikira promosiin ttg nikah beda agama dan ato atheisme* 😛
tapeeeee deh
film yg sensitif, blom siap nonton yg ginian 😀
pernyataan yang jujur, om 🙂
kenapa kalo boleh tahu?
belum siap menonton film yg benar-benar mengguncang iman?
pengen nonton..pengen nonton..pengen nonton..pengen nonton!!!
*siyul2 sombong*
jeng steeeeyyyy (cozy)
Meth, cariin bajakannya dunks! 😛
*ngeloyor*
tunggu sampe gun ngaplod
*siyul2*
meth,. curhat boleh lho,. :p
wah soal curhat udah berapa kali dan selalu aku protek, le
*siyul2 juga*
jadi ikutan penasaran juga,
nontonlah… ^^
beda agama???
masih suka sama seiman
🙂
tiba-tiba nanti jatuh hati sama yang berbeda, lho…
Hmm, dimana bisa dapat tiket gratis itu di Jakarta?
Salam revolusi romansa,
Lex dePraxis
Unlocked!
yeeee…maunya gratisan aja (nottalking)
walo dikata tiket saya gratis, tp saya modal online dan helm, tauk 😛
wah kayaknya wajib di semak ni film
Ini fimnya tentang Apa Gan??
Salam AnakBangsa..
Salam Perubahan..
http://celotehanakbangsa.wordpress.com/2009/08/04/wew-dapet-recehan-sambil-maen-facebook-tipuankah-ini/
wew…baca dulu gan, baru ngiklan
permasalahan tuhan yang beda nama ini seperti lingkaran setan… ga ada endingnya.
waduh, nama tuhan dan setan 😆
ironis sekali ya… berjalan beriringan kalo gt…
baca skip…..
males baca tulisan panjang
itu pilm apa tho?
Ping balik: Cin(T)a; Who Are YOU, God, What Are YOU, God « My Life is My Adventure
Ping balik: Cin(T)a; Who Are YOU, God, What Are YOU, God « You and Me Together Forever
Ping balik: Cin(T)a « ChicLicious
hopss….
bagus kok…
*pura” udah nonton… 😛
Wah bagus banget, jadi pengen nonton. Nyari bajakannya deh. 😀
Ini main di 21 ga ya?
pilem nya di puter kapan lagi ya ??
HHmmm …
Sepertinya dahi saya akan berkerut sepanjang film …
melihat kedalaman makna di setiap kata-katanya …
tonton ? jangan ? tonton ? jangan ?
hehehe
(tergantung tiket gratis nih keknya …)
salam saya
Saya baru post trailer Cin(T)a versi Inception! Coba cek deh di sini http://www.youtube.com/watch?v=DMJ3E6xopRM
Salam kenal.
Lex dePraxis
Unlocked!