perkawinan beda agama -pt.two-

berikut adl kutipan wawancara dengan Ibu Siti Musdah Mulia, yang saya copy dari milis…… enjoy^^ 

Anda bergerak dalam bidang pendidikan. Bagaimanakah harus menjembatani keberagaman yang demikian jauh berbeda?

Persoalannya, di dalam pendidikan agama, pandangan-pandangan yang kritis, yang rasional, itu baru disajikan pada level atas. Biasanya pada level S2 atau S3. Padahal, berapa banyak orang yang bisa akses pendidikan itu?

Karena itu ketika rapat di Departemen Agama, saya mengatakan seharusnya pendidikan agama yang kritis itu dimulai sejak SMU. Tetapi banyak yang menyangkal, dengan mengatakan kalau di SMU itu pemahaman agamanya belum kuat. Mereka takut akan goyah.

Maksud saya, pendidikan agama tidak semata-mata dogmatis, doktriner. Saya maunya, dalam agama, yang dogmatis itu tidak banyak. Tetapi, political will kita masih sebegitu.

Ada banyak gangguan dalam keberagaman kita, yang membuat keharmonisan hidup dalam keberagaman tercederai belakangan ini?

Pengaruh reformasi ini membuat semua orang muncul. Termasuk kalangan ekstrem, dari agama apa pun, turut mengambil bagian dalam reformasi ini. Hanya sayangnya, mereka ternyata lebih vokal bersuara. Kelompok-kelompok moderat atau kelompok liberal ini, lebih memilih menggunakan cara-cara yang biasa dilakukan kalangan terdidik, menggunakan ajang diskusi, menggunakan pena untuk menulis.

Saya hanya ingin mengatakan, kita sebagai bangsa kok hanya mengurusi pornografi, bukan mengurusi persoalan-persoalan besar yang dihadapi bangsa ini. Saya sungguh sedih sekali.

Maksudnya perlu terus-menerus disuarakan bahwa ada yang lebih penting yang dihadapi bangsa ini, selain daripada pornografi dan pornoaksi?

Ya. Saya langsung katakan kepada para ulama, apa fatwa ulama tentang trafiking (perdagangan manusia, menjadi pekerja seks), yang sekarang terjadi di mana-mana. Siapa pula yang membela migrant worker kita yang diperlakukan sangat tidak manusiawi? Kapan mereka pernah mengeluarkan fatwa berkaitan dengan itu?

Bagaimana pula caranya kita mencegah busung lapar, yang masih terjadi di mana-mana? Kalau saya ajak ngomong tentang hal itu, mereka cuma bengong-bengong saja. Saya katakan itu di hadapan ulama.

Persoalan Ahmadiyah, contohnya, bukan persoalan internal umat Islam, tetapi ini persoalan eksistensi bangsa ini sendiri. Apa kita memilih menjadi bangsa yang homogen, yang bersatu dari ujung ke ujung dengan seluruh pluralitas yang kita miliki?

Nanti akan ada banyak kelompok yang lain, dan ini potensi konflik di mana-mana.

Kalau kita ini terlalu sibuk dengan masalah-masalah internal, akhirnya kita tidak akan melakukan apa-apa. Saya tidak tahu. Ini perlu menjadi perenungan kita bersama.

Dengan kata lain, kita terlalu sibuk dengan urusan-urusan kecil, sementara di depan kita mengadang banyak masalah seperti bencana alam, flu burung, busung lapar, dan sebagainya?

Ya. Busung lapar itu, misalnya, ketika pada suatu saat saya turun ke lapangan, pejabat desa itu malah berada di Jakarta. Entah mengurus apa.

Bagaimana soal perjuangan perempuan?

Ya. Soal pembelaan kepada kaum perempuan, misalnya, saya sering mendapat caci-maki, dengan mengatakan saya telah kebablasan. Bagi saya, itu karena sejak kecil kita sudah dicekoki pandangan-pandangan yang mengatakan, apa yang sudah pada tempatnya itulah yang benar. Mereka tidak punya alternatif lain.

Nah, berkaitan dengan pandangan-pandangan baru ini, saya bersama kawan-kawan memang tidak berharap pandangan baru ini akan berlaku sekarang. Itu jauh. Tetapi, setidaknya, buat saya, mereka pernah mendengar pandangan yang berbeda. Itu saja. Karena untuk mengubah sekarang, tidak mungkin.

Bagaimana Anda menyosialisasikan pandangan-pandangan baru?

Sebagai staf pengajar, saya mengajar. Yang kedua saya menulis. Yang ketiga, saya menyosialisasikan melalui banyak diskusi, seminar.

Saya pikir memang perlu ada jembatan. Namun, siapa yang menjembatani? Ada banyak orang tidak pernah punya akses. Dalam penelitian saya, rata-rata kita beragama itu hanya karena pendengaran sendiri, tidak pernah menggali sendiri kebenaran dari sumber aslinya.

Saya sangat bersyukur pernah kuliah di Sastra Arab, mengerti bahasa Arab.

Bagaimana Anda memetakan perempuan Indonesia?

Gerakan perempuan Indonesia memang tidak bisa dimungkiri banyak kemajuan. Dalam pendidikan, contohnya. Semua lapangan kerja sudah bisa dimasuki perempuan. Cuma, persoalannya, akses itu terbatas oleh persoalan ekonomi dan patriarkhi yang dianut. Begitu menikah, mereka terjebak lagi.

Saya mengenal banyak aktivis yang sebelum menikah itu luar biasa karyanya, tetapi sesudah menikah terjebak pada pola patriarkhi. Makanya pemberdayaan perempuan itu harus dilakukan di semua lini. Bagaimana membuat masyarakat kita, laki-laki maupun Perempuan, menyadari hal itu. Keterlibatan perempuan pada semua sektor itu suatu keniscayaan. Karena membiarkan perempuan menjadi beban juga masalah besar masa ini.

Kalau saya menyosialisasikan masalah ini di depan bapak-bapak, biasanya saya balik bertanya, kalau perempuan itu tidak berdaya, akan jadi beban. Akankah selamanya kaum bapak sanggup memikul beban itu?

Perjuangan seperti itu tidak bisa dilakukan dengan paham-paham feminis yang menuntut. Karena akan terlebih dulu ada resistensi. Jadi, harus ada strategi.

Kalau seorang suami mencari nafkah sendiri, apakah di masa depan juga akan tetap bisa seperti itu dalam kondisi kehidupan yang semakin sulit? Masa yang akan datang, kita tak akan bisa hidup dengan hanya seorang pencari nafkah. Dengan tuntutan hidup yang semakin tinggi, tidak bisa tidak, dua-duanya, suami-istri, harus mencari nafkah.

Kita sejak awal harus mendidik anak-anak dalam dunia realistik. Tidak laki-laki, tidak perempuan, keduanya harus bisa, karena keduanya harus berbagi peran. Itu tuntutan hidup di masa datang, suka tak suka kita harus menghadapinya.

Pernikahan beda agama adalah kenyataan yang tidak terbantahkan. Apa yang Anda lakukan bersama ICRP?

Di Jakarta saja, ada 500-700 pernikahan pasangan beda agama. Itu contohnya. Makanya, harus ada solusi. Angka itu kami peroleh dari institusi resmi seperti imigrasi dan lain-lain. Kecenderungannya meningkat. Nah, kenapa sih keinginan masyarakat untuk menikah beda agama itu tidak diredam dengan peraturan, apa pun.

Itu hak masing-masing orang. Dan, kita tidak bisa mengubah keyakinan seseorang.

Kami di ICRP, pertama kali akan meyakinkan, bahwa keputusan pandangan beda agama itu bukan emosi sementara. Kami memberi gambaran akan masa depan mereka. Kami mengingatkan masih akan ada kemungkinan konflik di masa datang, risiko yang harus dihadapi. Kami paparkan logika, pernikahan agama yang sama saja banyak konflik, apalagi yang berbeda agama. Menikah satu kewarganegaraan saja ada banyak masalah, apalagi pernikahan antarkewarganegaraan.

Semua kemungkinan buruk itu kami sampaikan dulu. Kalau memang yakin, pasangan itu akan datang lagi. Pada tahap itu, yang kami minta adalah persetujuan orangtua. Kami tidak mau kalau tak ada persetujuan orangtua. Kalau memang sudah yakin, akan kami panggilkan ulama, lalu kami menguruskan ke pengadilan untuk mendapatkan akta. Jadi secara hukum sah.

Namun, harap dicatat, kami tidak mempromosikan perkawinan beda agama. Kami ingin merespons persoalan-persoalan yang muncul, karena menyangkut pluralitas masyarakat itu sendiri. Ingat, kalau ada persoalan yang muncul, itu harusnya ada solusi.
PEWAWANCARA: SOTYATI
http://www.ham.go.id/index_HAM.asp?menu=artikel&id=783

18 pemikiran pada “perkawinan beda agama -pt.two-

  1. ICRP tu apa? Mereka beneran bisa bantu soal nikah beda agama ya? Andai sj sy tau lebih cepat… Tapi harus pake persetujuan ortu ya? Nah, yg ini sama saja bohong… 😦
    Ada gak ya, yang mo memfasilitasi nikah backstreet…? :mrgreen:

    *ditimpuk Memeth*

    (Eh, kalo s4 antara pewawancara & narasumber font-nya dibedain dong…)

  2. Terus terang, bukan hanya di islam saja, pernikahan beda agama masih jadi suatu permasalahan. Saya yang Kristen [dan nyaris jadi agnostik] 😉 saja sejak kecil telah mendapat doktrin bahwa perkawinan beda agama itu adalah sesuatu yang “salah” secara agama.

    Dan alasan yang selalu dikemukakan oleh kalangan Kristen adalah “tidak mungkin terang bisa bersatu dengan kegelapan” [pengertian konotatif].

    Tapi pengalaman sebagai psikolog yg beberapa kali menangani masalah ini [perkawinan beda agama] justru membuat saya melihatnya dengan kacamata yang lain.

    Agama itu urusan pribadi. Biarlah Tuhan yang menilai apakah perkawinan itu memang sesuai kehendakNya atau tidak. Tetapi, stigma yang melekat pada perkawinan beda agama itu memang cenderung menyudutkan. Dan selalu saja bernada “menghakimi”.

    Dalam pandangan tafsir agama mainstream, perkawinan beda agama itu sesuatu yang terlarang. Dalam Islam begitu, dalam Kristen/Katolik juga begitu. Bahkan antara Kristen dan Katolik juga, ada beberapa gereja/ordo yang masih melarangnya.

    Musdah Mulia memang memberikan penafsiran alternatif, melihat dari fenomena sosial dan mengembalikannya pada tafsir kitab suci. Dan itu wajar-wajar saja. Tapi penerimaan dikalangan sebagian besar umat beragama yang masih keberatan terhadapnya.

    Dan saya pikir juga begitu. Negara tidak seharusnya melarang pernikahan beda agama.

    ntar dilanjutin lagi habis tidur… 🙂

  3. Betul, negara tidak seharusnya mengkaitkan antara agama dengan pernikahan dalam pencatatan sipil. Itu adalah pencatatan sipil dan bukan pencatatan agama.

    Tapi mbak, dari beberapa kali kasus yg pernah saya dapati, satu pertanyaan utama saya tidak selalu bisa dijawab dengan baik.

    Apakah kalian yakin cinta kalian bisa mengatasi masalah ?

    Termasuk masalah dari keluarga, teman, masyarakat, negara, dlsb… Itu yang biasanya tidak tegas terjawab. Bagi saya itu yang terutama. karena niat seseorang bisa diketahui dari situ.

    Penafsiran alternatif perkawinan beda agama, menurut saya, sekarang ini masih sulit dipaksakan jadi penafsiran mainstream agama-agama di Indonesia. Untuk saat ini, hal itu sangat sulit. Tetapi setidaknya Siti Musdah Mulia sudah memberikan wacana yang cukup berharga, sama seperti ketika dia memberikan wacana Kompilasi Hukum Islam tentang perkawinan.

    Seandainya hal itu memang belum bisa diterima, apa tanggapan mbak sendiri ? Mendobrak segala sesuatu atau punya pikiran lain ? Cinta bisa mengatasi perbedaan, tetapi dua orang yang mencinta belum tentu bisa memakai cinta itu untuk mengatasi perbedaan itu.

  4. *lagi jenuh ngeblog^^*

    bang fer….kn udah saya bilang, dalam pernikahan NEEDS MORE THAN LOVE.
    kl secara pribadi sih, kami pengen nikah bukan sekedar krn cinta, tp komitmen dan ingin lebih tenang (yg terakhir pst bikin per?an)

    maap, utk semua, postingan perkawinan beda agama ini beum usai, belom tamat. dan bang fer kasih PR yg cukup menantang. oke bos, tunggu ya, tp tdk bisa janji kapan.
    aku ikut2an ketularan virus tewas nie….. 😦

  5. Hi…aku hidup bersama dengan seorang pria. Dianya sih siap untuk menikah. Hanya akunya saja yang belom sih. Sampai sekarang (sudah 3 tahun lamanya dan sudah mempunyai 1 orang putri) keluarga kita adem ayem saja. Aku tahu semua keluarga di Indonesia tidak setuju dengan ideku ini. Tapi aku cuek saja. Dulu aku selalu dengar nasehat mereka, tetapi aku tidak pernah merasa bahagia. Tapi justru sekarang aku tidak mendengar lagi, aku ikuti naluriku saja: aku merasa hidupku semakin tentram. Aku sangat bahagia bersama kekasihku. Kehidupan kami adem ayem, tidak ada pertengkaran, apalagi pertengkaran mengenai agama (kami juga berbeda agama).

    Sekali lagi ikuti kata hatimu. Kalau itu benar-benar cinta: menikahlah walau berbeda agama. Tak ada gunanya kau memaksa dia memeluk agamamu atau kau berpindah agama karena kau mencintainya tapi kau tidak yakin dengan agama barumu.

    Cinta itu indah sekali. Bahagia itu mahal harganya dan hanya kalian berdualah yang bisa mewujudkannya.

    • Sebenernya mudah kok..
      Kalau mau kayak mbak juliach ini pasti jalannya cuman satu..
      tinggalkan agama anda.. beres…
      tinggalkan orang tua dan saudara2 anda yang masih berpegangan pada agama..
      atau berbohong saya pikir cukup baik tinggal bilang aja saya dan suami seagama..
      toh ga ada konsekuensi dari agama toh bohongnya menghindari dari menyakiti keluarga anda atau suami… dan tinggalah seperti mbak juliach di luarnegeri sehingga tidak dimonitor keluarga yang penting dengan keluarga ga ada cek cok..
      Tinggalkan agama maksud saya bukan jadi atheis.. ga perlu jadi atheis..
      cukup jadi KTP aja…
      cuman cukup diomongan anda.. saya misalnya Islam, Kristen, Budha, Hindu dsb..
      tapi hiduplah sesuka mu dan tinggalkan norma agama..
      hiduplah hanya untuk sensasi dan kenikmatan dunia ini semata..
      ….
      It’s just my opinion.. 😀

      @Angel :

  6. Kalo ini ada yg nge-dukung saya engga ya 🙂 :

    1. Prostitusi itu urusan pribadi. Biarlah Tuhan yang menilai apakah prostitusi itu memang sesuai kehendakNya atau tidak. Tetapi, stigma yang melekat pada prostitusi itu memang cenderung menyudutkan. Dan selalu saja bernada “menghakimi”.

    2. Betul, negara tidak seharusnya mengkaitkan antara agama dengan prostitusi dalam aturannya. Itu adalah bisnis sipil dan bukan pencatatan agama.

    NB:
    1. Topiknya bener-bener beda loh.
    2. Tidak menyamakan dengan Perkawinan beda agama.
    3. Semangat perjuangannya saja yg dinilai ya.
    4. Dalam contoh adalah “clean prostitusi”
    – Selalu ditempat yg bersih
    – Selalu pakai pengaman
    – Pihak-pihak belum ada ikatan perkawinan
    – Ada HO dan NPWP nya (bisnis hiburan)
    – Tenaga medis 24 jam
    – Bekerja karena kemauan sendiri (ada perjanjian)

  7. Tambahan:
    Saya cinta prostitusi loh, tidak selayaknya cinta itu dihalangi oleh negara maupun agama.
    Saya sangat tenteram dengan bisnis ini, membuat saya bahagia, hal yang tidak bisa saya capai sebelumnya.

  8. @ Semangat

    Topikmu diposting di blog sendiri saja (buat dulu, tentunya). Sy sbenarnya pgn komen tapi gak enak sm Restlessangel dan juga OOT banget dgn post ini… 😉

  9. @ juliach :

    saya setuju pd bagian pemaksaan agama itu ga ada gunanya.
    soal advise-nya, thx banget, udah mo sharing juga. saya salut dan angkat topi dg keberanian mbak yg berani melawan arus dan mengikuti kata hati. dengan asumsi, mbak udah dewasa da tahu betul akibat dr pilihan yg diambilnya.
    moga bahagia ya mbak….

    @ mbelgedez :

    yo ben to….pilihane dewe kok….

    @ semangat :

    hmmmm…jd inget salah satu postingan di blognya joesatch. coba mas/mbak, dicari. sepertinya ada yg sealiran dg anda.

    @ jensen99 :

    gmn kalo kamu juga bikin blg ??? aku udah gatel pengen komentarin kamu :mrgreen:

  10. 1. Al Qiyamah (75) ayat 6-15, Al Baqarah (2) ayat 257: Kiamat adalah hari habis gelap terbitlah terang benderang ilmu pengetahuan agama.
    2. Al Mujaadilah (58) ayat 6,18,22: Ialah kebangkitan umat manusia oleh terang benderangnya ilmu pengetahuan agama dengan datangnya HARI TAKWIL KEBENARAN KITAB yang wajib ditunggu dan jangan dilupakan sesuai Al A’raaf (7) ayat 52,53.
    3. Al Jaatsiyah (45) ayat 16,17,18: Maka datanglah syariat kiamat membatalkan syariat islam, karena batas islam adalah kiamat.
    Maka dengan datangnya syariat kiamat perkawinan beda agama adalah sah, sebab persepsi agamanya untuk semua agama sudah tunggal menyatu perintah Allahnya.
    Penjelasan totalnya bacalah buku panduan terhadap kitab-kitab suci agama-agama berjudul:

    “BHINNEKA CATUR SILA TUNGGAL IKA”
    berisi XX + 527 halaman berikut 4 macam lampiran acuan berwujud skema berukuran 60×63 cm:
    “SKEMA TUNGGAL ILMU LADUNI TEMPAT ACUAN AYAT KITAB SUCI TENTANG KESATUAN AGAMA (GLOBALISASI)”
    hasil karya tulis ilmiah otodidak penelitian terhadap isi kitab-kitab suci agama-agama selama 25 tahun oleh:
    “SOEGANA GANDAKOESOEMA”
    dengan penerbit:
    “GOD-A CENTRE”
    dan mendapat sambutan hangat tertulis dari:
    “DEPARTEMEN AGAMA REPUBLIK INDONESIA” DitJen Bimas Buddha, umat Kristiani dan tokoh Islam Pakistan.

    Waslam, Soegana Gandakoesoema, Pembaharu Persepsi Tunggal Agama millennium ke-3 masehi.

  11. cinta…
    memang buta.
    Tp mau bagaimana lagi……

    konon, mereka yg dikaruniai tuna penglihatan, mempunyai kelebihan lainm yaitu menjadi sgt peka….mata digantikan oleh indera yg lain….

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s