pecel sayang, pecel cinta

Tanggal 21-23 April lalu, saya berkesempatan mengunjungi Caruban, Madiun, untuk suatu pekerjaan. Kesempatan tersebut tak saya sia-siakan untuk berburu kuliner khas daerah setempat. Ternyata asik sekali lho^^

Kota Caruban, berdasar info yang saya peroleh, sedang berbenah karena menjadi kota administratif Kabupaten Madiun. Sejauh mata memandang, kotanya memang mungil, tapi cukup bersih di sepanjang jalan utamanya. Masih banyak terdapat toko-toko dengan wajah lama, seperti Malioboro era 80an akhir (toko Samijaya, toko Wien, toko roti Djoen, pokoknya toko-toko lama penghuni Malioboro sebelum berubah wajah karena pembangunan mall). Sayang sekali, saya lupa mengabadikan. Tetapi walau kecil, cukup ramai karena merupakan jalan utama menuju kota Surabaya. Selain itu, aktivitas perdagangan juga cukup ramai, melihat kesibukan toko-toko dan kios-kios.

Sebelumnya, saya mendapat info, kalau ke Caruban untuk menikmati bothok tolo. Sayang sekali, saya tidak menemukannya. Yang mudah ditemui adalah pecel. Dari pagi hingga malam, warung pecel banyak yang buka di setiap sisi jalan. Awalnya agak aneh ketika tahu di Caruban, pecel pun untuk makan malam. Apa gak mbedhedheg (apa ya, istilah Indonesianya….seseorang, plis koreksi ??) makan rebusan sayur malam-malam ?? Setelah mencoba sendiri, woooow, ternyata ni’mat (lafal qolqolah :mrgreen: ) tenaaaannnn.

Warung pecel yang direkomendasikan adalah Pecel nDeso. Setelah tanya sana-sini, ternyata yang dimaksud adalah warung pecel Bu No, yang terletak persis di pinggir jalan utama. Kalo ga salah jl. Sudirman. Warung ini buka mulai pukul 15.00 hingga malam. Selain pecelnya yang khas dengan lauk kikil yang dimasak manis seperti bumbu bacem, terdapat beberapa lauk opsional, seperti ayam kampung goreng, lidah sapi masak manis, iso goreng, paru goreng, lapis daging sapi, dan empal.

Pas pertama masuk, saya sudah ngiler demi melihat jejeran lauk pauk plus aroma sambel pecel. Apalagi disapa dengan kenes oleh Mbak No, yang rupanya generasi kedua dari Bu No. Satu lagi yang membuat makan pecel di warung ini begitu istimewa, karena keramahan dan kekenesan penjualnya. Semua tamu tak peduli laki ato perempuan, disapa dengan ‘ Sayang’ dan ‘Cintaku’. Hati siapa yang tak berbunga-bunga disapa penuh manja oleh perempuan cantik ?? 😆

ngileeerrrr…….mengandung banyak kolesterol tapi……. (^0^)

” Halo Sayangku…..Cintaku…..hari ini mo pecel apa, Cintakuuuu ??? “

Saya segera pesan pecel kikil plus lauk lidah sapi. Cara menghidangkan ternyata unik, pakai pincuk. Dan cara makannya, pincukan tersebut diudhari alias dilolosi biting atau tusuk lidinya, dan di ler (di geletakkan) di meja. Saya bener-bener hypersaliva demi melihat kombinai yang begitu cantik, antara nasi putih panas yang masih mengepul, sayur-sayuran lengkap dengan bunga turi dan wangi kemangi, disiram sambel pecel yang pedas-pedas nagih, plus disiram kuah kikil, lauk, dan kondimen berupa kerupuk karak dan peyek kedele.

dibuka…..

ditelentangkan untuk dinikmati….

*no komen*

Wah…..saya langsung merem melek, tiada bersisa. Mau nambah tapi kok malu, hehehe. Ternyata teman-teman merasakan hal yang sama, maksudnya dengan sedhep alias lezatnya cita rasa pecel Bu No ini. Hingga keesokan harinya, sepulang dari acara dan hendak menuju Jogja, kami sempatkan mampir sekaligus beli oleh-oleh sambel pecel. Kedatangan yang kedua ini pun sama, porsi saya habis tak bersisa ^^.

Selain pecel, saya juga sempat menjumpai kejutan yang menyenangkan ketika sarapan. Pagi itu, sebelum menuju RSD Kabupaten Madiun, kami mencari-cari warung makan yang buka pada pagi itu. Setelah muter-muter sebentar, kami memutuskan untuk singgah di warung makan yang menu utama juga pecel. Sayang saya lupa nama warungnya dan lokasinya. Tapi tidak terlalu jauh dari hotel Asri tempat kami menginap.

Kejutannya adalah, saya menjumpai menu garang asem di warung ini. Ketika saya buka bungkus daun pisangnya, wala, ternyata beda dengan garang asem gaya Jogja yang berkuah bening. Di Caruban, garang asemnya berkuah santan. Setelah saya cicipi, biarpun bersantan tapi sama sekali enggak eneg. Karena paduan belimbing wuluh dan cabe rawit yang cukup murah hati.

Jadilah pagi itu saya merem melek lagi menikmati sarapan yang bercita rasa gurih asam segar plus pedas. Waduh buneeee…..pengen maning^^

Sudah begitu, warung tersebut jadi satu dengan rumah tinggal, yang bernuansa tempo doeloe. Aduh…berasa nostalgia masa kecil, ketika diajak ke tempat budhe/bulik. Ada pajangan wayang kulit segala di dinding^^

Terus, ketika saya pesan air putih, aromanya sangat khas. Yaitu air rebusan dandang. Yang begini ini mengingatkan saya ketika dijamu di desa atau di Pesantren Lempuyangan Jogja.

Ketika lagi asyik masyuk menikmati sarapan tersebut, tak sengaja menatap papan reklame yang cukup mencolok di seberang jalan.

” Bothok tawon ”

Waduh !!!! Harus nyoba nih !!!

Sayang seribu sayang, karena pagi itu warungnya belum buka, juga didesak waktu, kami belum berjodoh untuk icip bothok (larva) tawon yang konon gurih. Ga jadi happy end, deh… 😦

*ngiler mbayangin pecel, garang asem, sambel tumpang, soto lenthuk, soto kudus….*

*loh, kok malah nyidam begini banyak ???*

” mbak, mbak, ilernya dilap dulu, mbak….netes-netes tuh…”

rezeki yang barokah dan mengejar mimpi

Temans, pernah dong, denger dari saudara-saudara kita yang muslim, berdoa ; “semoga mendapat rizki yang barokah, blablabla” ??

Dulu ketika saya mendengarnya dan kemudian mengucapkan dalam doa-doa saya, ga ngeh dengan maksudnya. Belum lama saya paham apa yang dimaksud dengan rejeki barokah dan bedanya dengan rejeki yang ndak barokah.

Begini ceritanya. Sebenarnya ada dua cerita, tapi saya ceritakan satu saja. Kisah ini sungguh-sungguh terjadi dan nyata adanya. Jadi begini, teman saya, mempunyai katakanlah seorang pembantu yang membantu mengurusi sehari-hari dalam rumah tangganya. Pembantu ini karena tinggal dekat dengan rumah teman saya, setiap sore dia pulang. Istilahnya dalam bahasa jawa, pocokan. Karena statusnya yang part-time itu, tentu saja gajinya ga sebesar yang didapat jika full time, apalagi sebesar gaji sang sultan.

Dengan gaji yang minim, jauh dibawah lima juta per minggu, dalam logika kelas menengah seperti panjenengan-panjenengan ini tentu sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tapi ternyata, dari gaji yang hanya sekian ratus ribu itu, si Mbak bisa membangun rumah (walau sederhana). Rumahnya yang dulu hanya kelas gubug pinggir kali Ciliwung, sekarang sudah bertembok, berlantai semen, dan bahkan ada sofanya (walau seken). Teman saya saja sampai takjub dan tak habis pikir. Apalagi membandingkan dengan dirinya, yang sudah bekerja tetap, tapi rasanya kok masih adaaaa aja yang kurang.

Di akhir pembicaraan, ia menutup dengan kesimpulan ; “Bukankah itu yang namanya barokah ?? Walau minim, tapi dia merasa cukup, tentram, dan tercukupi kebutuhannya ??”

Saya hanya bisa merenung.

Kembali ke lima juta per minggu, saya teringat dengan seorang teman yang kepergiannya ke negeri barat Jancukarta, diiringi sedu sedan para jelatanya. Teman tersebut pun tak kalah berat melangkahkan kaki, walau dengan iming-iming gemerlap metropolitan dan pundi-pundi uang yang akan mensejahterakan masa depannya. Sempat terungkap, betapa ia sudah kadung cinta dengan Kasultanan beserta jelatanya.

Saya bisa memahami perasaan berat meninggalkan itu. Berat rasanya menginggalkan zona nyaman yang sudah kita bangun dengan susah payah, berat rasanya meninggalkan sahabat-sahabat dan jelata, menuju tempat asing yang konon lebih kejam daripada Ibu tiri. Apalagi jika jiwa kita merasa tak sesuai dengan tempat tersebut.

Saya tak perlu banyak cakap. Saya hanya bisa mendoakan, semoga kau mendapatkan rejeki yang barokah, apalgi dengan lima juta per minggu itu. Jangan lupakan mimpi-mimpi yang telah kau bangun dengan susah payah, hanya karena kalah pendarannya oleh silaunya gemerlap metropolitan. Dan terakhir, semoga dinas pajak tidak memburumu, demi mendengar lima juta yang gencar disebut-sebut sejagat blogsphere……

Kejar mimpimu dan semoga mendapat rejeki yang barokah, amiin….

Doa dari teman-teman lain :

1. cahandong.org

2. pak Yahya

3. salah satu kekasihnya yang lain : Pepeng

beauty is pain, guys !!!!

Membaca curhatan polos lelaki ini, yang sangat polos karena mempertanyakn kenyamanan akan thong alias g-string, sungguh membuat saya tertawa dalam hati. Mengapa ?? Karena hal tersebut bagi saya adalah bukti nyata betapa lelaki sulit memahami dunia perempuan.

Lelaki senang melihat perempuan cantik. Siapa yang tidak ?? Hayo tunjuk jari ???

Tahukah kalian, ongkos untuk menjadi cantik itu ?? SAKIT.

Definisi kecantikan secara umum selalu berganti sesuai trend. Pada era renaissance (betul ga, ejaannya ?? Saya sudah terlalu mengantuk untuk mengecek ke kamus), cantik adalah perempuan dengan badan bahenol nerkom alias sintal. Ga percaya ?? Perhatikan saja figur-figur obyek seni dari masa tersebut. Baik lukisan maupun patungnya. Body-nya semok semua, pinggul paha semua bulet-bulet.

Pada era Victoria (kalo ga salah), kecantikan berarti pinggang yang sangat mungil, body yang sangat curved alias mbentuk banget. Makanya pada masa itu, korset adalah pakaian wajib bagi kaum perempuan, apalagi bagi perempuan trendi-fashionista-socialite. Ingat dong, adegan di film Titanic dimana Kate Winslet terengah-engah mengenakan korset. Lalu melompat ke beberapa dasawarsa ke depan, dimana figur kerempeng justru diidolakan. Ikonnya adalah Twiggy. Era 60-an di mata saya sangat eksotis dan fashionable. Hampir semua model pada masa itu meniru gaya Twiggy, kurus kerempeng dengan make up mata tebal (penekanan pada bulu mata). Dengan semangat hippies dan sex revolution, hmmm…era yang sangat eksotis bagi saya.

And so on, and so on. Masa terus berganti, trend terus berputar. Sempat di masa kita, postur kerempeng merajai. Setelah merebak kesadaran bahaya anoreksia dan gangguan makan lainnya, panggung mode berusaha kembali ke ukuran tubuh normal. Normal ?? Yupe, normal. Karena, konon, ukuran tubuh rata-rata perempuan bule adalah 10. Tetapi yang dipasang di manekin dan model adalah ukuran 0 !!!!! Lihat deh filmnya Mean Girls, kamu akan tahu betapa berarti ukuran 0, 1, dan 2 (masimal 3) dalam pergaulan fashionista.

Kita belum bicara standar kecantikan berdasar budaya. Contoh paling gampang, China era dulu konon mendefinisikan cantik = kaki sangat mungil. Padahal untuk membuat kaki semungil mungkin adalah NERAKA !!! (Yeah, i saw it in Believe It Or Not). Lalu suku tertentu di Kalimantan (entah sekarang masih ada / ga, yaitu telinga perempuan diganduli anting-anting hingga cuping telinga molor panjang. Terus di mana ya, yang perempuannya lehernya disangga oleh kalung-kalung besi,sehingga lehernya panjang bak jerapah. Find more, aneh-aneh definisi kecantikan itu !!!

Kembali ke masa sekarang. Cantik itu relatif, saya percaya kamu-kamu punya definisi dan sosok ideal perempuan cantik itu bagaimana. Tapi fakta berbicara, bahwa mayoritas setuju bahwa cantik itu putih, berambut lurus, berhidung bangir, perut rata, kaki jenjang, dsb. Akibatnya, berbondong-bondong perempuan mengeluarkan ekstra money untuk membeli beragam pemutih kulit.

Guys, tahukah kalian, bahwa yang dibutuhkan perempuan untuk merawat wajahnya ada beberapa krim ; krim mata untuk mencegah kerut sekitar mata, krim tabir surya, krim pelembab sessuai jenis kulit, krim malam untuk kinerja yang lebih maksimal sehingga kulit lebih kenyal-lembut-halus. Itulah krim wajib perempuan jika ia ingin tetap segar cantik memesona hingga usia senja. Ada memang yang cuek, tapi mari kita bandingkan, lebih ‘segar’ mana dengan mereka yang ekstra waktu dan biaya untuk memelihara kulit mereka ??

Perempuan juga berbondong-bondong untuk meluruskan rambut. Tahukah kalian, guys, prosesnya ?? Sungguh TIDAK menyenangkan !! Duduk minimal 3-4 jam, dengan berbagai bebauan, rambut panas seperti disetrika. Kemudian sepatu stiletto, dengan hak minimal 7 senti demi kaki jenjang nan seksi. Kaki capek dan resiko untuk sakit otot jika mengenakan sepatu tersebut lebih dari 3 jam terus-menerus. Tapi, yah itulah resiko yang kami ambil.

Pernah dengar idiom super kijang ?? Itu singkatan dari suka perempuan berkaki panjang. Macam model-model itu. Nah untuk kami yang tidak dikaruniai body semolek model, harus usaha ekstra, memberi illusi optik untuk mendapatkan kesan cantik.

Lalu bagaimana dengan pakain-pakaian dalam yang ‘tidak nyaman’ itu ?? Semua itu pun demi kecantikan !!! G-string dsb, itu untuk kecantikan dan atributnya (seksi, sensual, dll). Memang tidak nyaman, tetapi kami merasa sangat seksi ketika memakainya.

Mungkin kalian akan mengasihani dan menyalahkan kami, mengapa kami berlaku seperti itu, toh ga ada yang minta. Wow, nanti dulu. Lagi-lagi fakta berbicara, bahwa mereka yang mempunyai keindahan ragawi lebih, memperoleh perhatian lebih. Entah itu di dunia kerja, akademis, dsb. Hei, siapa yang tidak senang dengan perempuan cerdas DAN cantik ?? Milih mana dengan perempuan cerdas tapi sangat biasa (untuk tidak menyebut buruk rupa). Lihat dong, para anchor di Metro TV itu… Lihat juga dong, tokoh-tokoh di novel-novelnya Kang Abik. Bahkan Ugly Betty pun akhirnya pun bertransformasi menjadi cantik.

Lihat mereka yang rela menjalani operasi plastik. Lihat juga transformasi Krisdayanti, Mayangsari, Iis Dahlia dari semasa mereka belum tenar hingga masa sekarang.

Saya jadi teringat curhatan David Duchovny, bintang X-files (yg super ganteng itu, ehm) ketika ia pernah berperan menjadi perempuan. Ia mengatakan betapa tidak nyaman memakai BH, sepatu berhak, dll, dan ia heran perempuan betah sekali memakainya sepanjang hari. Dari pengalaman tersebut, sekarang ia mempunyai pikiran yang berbeda mengenai perempuan.

BEAUTY IS PAIN, GUYS, AND NO PAIN NO GAIN

SELAMAT HARI KARTINI

kembali ke jalan yang lurus

alkisah, seorang guru sedang menyapu halaman perguruannya.

dia adalah guru yang sangat disegani karena ilmunya, juga kondang karena kealimannya.

suatu ketika, datang seorang gadis.

“Guru, aku ingin belajar.”

Sang Guru memandangnya. Gadis tersebut berbaju seksi, dengan memamerkan keindahan bahunya yang bulat dan lembut. Sepatu stiletto membuat kakinya tampak lebih jenjang. Tatto naga menghias betis kiri nan mulus. Rambutnya diikat tinggi memamerkan anak-anak rambut halus di tengkuknya.

Sang Guru berpikir dan teringat dengan murid-muridnya yang datang kepadanya dengan busana serba tertutup. Malu bertatap mata dengan lain jenis. Sedangkan gadis ini menatap menantang tepat menghunjam matanya.

Sang Guru menghela nafas.

“Kamu ingin belajar apa ?”

“Aku ingin kembali ke jalan yang lurus.”

Matanya menatap tajam tetapi penuh kegelisahan. ” I wanna meet my peace soul, inside.”

mitos penglarisan dan kuliner

* ditulis minggu dini hari pukul 02.00

*sepi….sendiri…di luar kamar gelap gulita

* kadang terdengar suara daun-daun ditiup angin dan bau-bau aneh

Temans, pernahkah dikau dikisahi oleh sahabat-sahabatmu, bahwa ada tempat makan yang sangat laris dan sedap. Karena info yang menggebu-gebu dari sahabat tersebut, dirimu pun berhasrat untuk mencari tahu. Dan dari pengamatan, memang benar, tempat tersebut laris manis tanjung kimpul, bahkan deretan mobil pun berjejer antre. Tanpa ragu, dirimu pun langsung memuncak hasrat untuk segera mencicipi kelezatan menu yang ditawarkan. Tetapi……….temans, setelah dikau mencicipi hingga tetes penghabisan, bukan orgasme yang kau dapat, melainkan kecewa. Ternyata rasanya kok biasa saja…..

Pernah mengalami kisah di atas ?? Pernah heran dengan tempat makan yang laris dan selalu ramai padahal menurutmu, rasanya biasa saja ??

Jangan khawatir, anda tidak sendiri di dunia ini. Saya pun pernah. Dari bisik-bisik underground, terungkap sisi lain dari petualangan kuliner yang kelam, gelap, dan penuh misteri. Sisi lain tersebut adalah (disini jeda dulu, kemudian ucapkan dengan pelan, suara berat dan penuh penekanan)

p e n g l a r i s (backsound tertawa seram a la kuntilanak dan musik horror).

Istilah tersebut, saya kurang begitu jelas asal muasalnya. Bisa jadi karena memang ditujukan untuk melariskan dagangan. Jika anda akrab dengan kisah-kisah dari dunia lain, semacam pesugihan dan sebagainya, maka penglaris adalah salah satu diantaranya. Penglaris ini memang menggunakan mediasi yang sulit diterima oleh akal sehat dan mereka yang tak percaya dimensi lain selain dimensi panca indrawi. Penglaris biasanya menggunakan media jimat-jimat, atau mantera, doa, lelaku ritual tertentu, hingga makhluk halus.

Berangkat dari bisik-bisik underground, saya diberitahu mengenai beberapa tempat makan di Jogja yang disinyalir menggunakan penglaris. Beberapa kisah dibaliknya malah membuat bulu kuduk merinding.

Tau pocongan ?? Enggak ?? Mau lihat ??

gambar diambil dari sini

Baca lebih lanjut

serba sambal

Siang tadi, saya mendapatkan pengalaman yang menarik sewaktu makan siang nyaris sore.

Jadi ceritanya, sehabis diskusi materi untuk proyek mendatang di Caruban Madiun, perut yang sudah berkeruyuk minta diisi membuat saya terpaksa muter-muter cari makan. Dasar rewel, makan siang yang sudah telat (jam 15) saja pake banyak pertimbangan. Salah satunya adalah, ingin mencoba tempat makan baru, mumpung lagi sendirian dan ga banyak diprotes.

Dari Pandega Marta – Jakal – Kampus UGM – Deresan, akhirnya saya terdampar di Deresan. Sebuah tempat makan baru yang menjual menu aneka sambal. Bukan hal yang baru sih, tapi tempatnya cukup catchy, etnik banget dan naturalis(bata ekspose dan bentuk joglo). Disitu saya pesen pepes bandeng bakar dan sambel iris plus es beras kencur (waduh, lupa ku foto).

Sambel iris ini mirip sambel matah Bali, jadi cabe, bawang merah, serai, tomat hijau diiris-iris dan dicampur dengan minyak jelantah. Segar, gurih, dan PEDAAAAASSSSSS !!!! Saya benar-benar tobat. Untung, perut ga rewel, setelah seharian belum diisi.

Gara-gara ini saya jadi mikir, sepertinya stereotype kuliner Jogja adalah serba manis, akan tergeser menjadi serba pedas. Betapa tidak, dalam beberapa tahun terakhir ini, warung-warung makan yang menjual sensasi mulut megap-megap kepedasan, makin menjamur saja. IMO, pelopornya adalah warung SS itu. Ownernya saya akui, sangat kreatif dan inovatif, ciri enterpreneur sejati. Dia mampu melihat peluang, digabung dengan kesukaannya dan diolah sedemikian rupa, sehingga hal yang biasa (sambal) menjadi luar biasa.

Dalam beberapa tahun, jejak warung SS diikuti oleh produk me too alias ikut-ikutan jualan sensasi sambal. Yang mengherankan, warung-warung tersebut laris manis tanjung kimpul. Seperti juga warung penyetan Banyuwangi, yang pepesnya naudzubillah pedasnya, laris manis juga. Wah,wah,wah, rupanya ada pergeseran lidah orang Jogja, yang manis-manis doyan pedas. Padahal, dulu waktu ikutan kursus tentang Food and Beverage, kata pemateri yang chef Hotel Quality bilang, kl di Indonesia ini, makin ke timur citarasa masakannya pedas asin. Makin ke barat, pedas berempah dan bersantan.

Omong-omong tentang sambal, ternyata tiap daerah punya ciri khasnya masing-masing. Saya paling suka dengan cita rasa sambal yang segar, seperti sambal dabu-dabu atau sambal matah. saya sangat terkesan sewaktu pertama kali ke Ambon dan disuguhi menu serba ikan plus sambal dabu-dabu. Sambalnya bikin merem melek. Hanya irisan cabe dan bawang merah, dicampur peresan jeruk lemon (kalo gak salah). Justru kesederhanaannya itu yang bikin nikmat luar biasa. Sensasi pedas kecut, sungguh segaaaaarrrrr, bikin mabuk dan ketagihan (mungkin karena saya juga penyuka cita rasa asam). Sayang, saya belum pernah nyoba sambal dabu-dabu Manado yang melegenda itu.

Nah sambel segar lainnya adalah sambal matah, seperti yang saya deskripsikan di atas. Pernah nyoba sambal matah bikinan orang Bali asli. Pertama waktu gempa Jogja, teman-teman sukarelawan dari Bali masak-masakan seperti semacam urap (aduh lupa namanya) dan menthog, yang aduhai lezat sekaliiii pus tak lupa sambelnya. Kedua, sewaktu menghadiri pernikahan sahabat di Tabanan Bali. Wah, saya bener-bener merem melek nyaris orgasme, hehehe.

Sambal matah Bali ini, IMO, mirip dengan sambal beberuq Lombok. Maksudnya, serba segar dan diiris-iris. Belum pernah ?? Wah kudu nyoba !!! Dengan ayam taliwang, wahhhhhh….tak terkatakan….

Sambel-sambel lain yang bercita rasa manis seperti sambal bajak, sambel kecap, yah suka juga. Paling enak dengan menu serba gorengan ato bakaran. Sambal yang bercita rasa kencur, wah itu unik dan sedap banget. Apalagi sambel yang dicampur dengan irisan mangga ato kweni. Btw, tadi sempet liat warung yang sedia sambel kweni di sekitar jakal, wah harus dicoba tuh. Mungkin perlu eksperimen, sambal stroberi, sambal belimbing, wah kayak apa ya ??

Hmmmm…jadi terobsesi untuk mengumpulkan bermacam aneka resep sambal dari seluruh nusantara^^

oleh-oleh dari bandung (pt. two) : kopdar, kuliner, sampah

Menyambung postingan gw kemaren, yang melulu negatif (sedih dan muak), tentu saja selalu ada sisi positif. Seperti yin dan yang, seperti siang dan malam. Puh, kok jadi sok puitis begini ??

Jadi, perjalanan ke Bandung ini, bisa dikatakan adalah kebetulan a la The Alchemist, Celestine Prophecy, atau The Secret, yah aliran-aliran nu age itulah. Karena, sejak beberapa kali ikutan event kopdar raya yang diselenggarakan Cah Andong dan dihadiri oleh bloger tamu termasuk dari Bandung, timbul hasrat untuk ganti silaturahmi. Hanya saja, selalu terbentur masalah waktu dan perijinan (plus dana, hahaha). Nah, momen ini seperti….seperti apa ya, wah pokoknya kebetulan banget deh. Jadinya momen ini nggak gw sia-siakan untuk ber-kopdar ria dengan batagor-batagor Bandung^^.

Sayang, seribu sayang, karena suatu sebab, momen kopdar yang saya bayangkan bisa berlangsung dua malam berturut-turut (malam sabtu dan malam minggu), ternyata Cuma bisa malam sabtunya aja. Mengapa ?? Karena sabtu siang, kami sudah meninggalkan Bandung. Hik….rasanya sama sekali belum puas deh, menjelajah Bandung, hikz….

Tapi, tak mengapa. Jumat malam itu, akhirnya bisa kopdar dengan batagor Bandung, walo belum semuanya. Hanya ada Kang Agah, Catur, Mas Koen, Debe, dan tentu saja Kang Harry. Lagi-lagi kaum tomat menjadi minoritas, walhasil, adek gw, Dewo terpaksa pupus harapan, demi harapannya yang tak kesampaian untuk berjumpa dengan mojang Priangan yang terkenal geulis….

Baca lebih lanjut

oleh-oleh dari bandung (pt.one) : antara menikah beda agama dan pilkadal (apdet)

Selama beberapa hari kemarin, gw dan keluarga dengan kendaraan pribadi pergi ke Bandung. Postingan ini antara semi curhat tapi juga semi serius (maksudnya curhat serius, hehehe), karena terdapat beberapa poin menarik hasil dari perjalanan kemaren. Ya anggep aja, oleh-oleh dari Bandung lah, hehehe.

 Niat utama sebenarnya untuk silaturahmi. Teman dekat Bapak, lagi punya gawe mantu dan pestanya diadakan di Bandung. Yang menarik, cerita di balik pesta pernikahan ini, karena pasangan pengantennya adalah pasangan beda agama. Beberapa hari sebelum berangkat, sempet ‘mencuri’ dengar, bahwa pihak pengantin pria kemungkinan akan menikah tanpa dihadiri pihak keluarga, karena dicurigai pindah agama. Lha ya jelas saja, karena di undangan sangat bernuansa islami sedangkan dari nama pengantennya, sudah menimbulkan dugaan yang sangat kuat bahwa salah satu penganten berbeda agama.

 Sudah begitu, antara Bapak dan teman Bapak ini, sempat timbul suasana tidak enak. Teman Bapak mencurigai adanya ‘islamisasi’. Yah, gw maklum banget lah dan juga sangat memahami keadaannya. Akhirnya Bapak memutuskan untuk pergi ke Bandung, untuk mendampingi putra temen Bapak ini.

 Gw, demi mengetahui cerita ini, campur-campur perasaan gw. Satu, setelah membaca undangan pernikahan. Terbersit cahaya harapan tetapi sekaligus kecemasan. Kedua, membayangkan, jika yang terjadi nanti di Bandung adalah kondisi yang terburuk : penganten pria menikah tanpa didampingi siapapun dari pihak keluarga. Hati gw sempet hancur dan sedih, demi membayangkan hal tersebut. Terbayang jika hal tersebut menimpa gw.

Baca lebih lanjut