Sebagai makhluk sosial, manusia tidak bisa lepas dari hubungannya dengan individu lain. Kecuali ia Robinson Crusoe yang yang terdampar di pulau terpencil yang tak tercatat di peta, maka sampai kapan pun kita akan selalu berhubungan dengan individu lain. Entah itu di kampus, di rumah, di warung, di kantor, di rumah ibadah, dll.
Sebagai individu yang selalu berhubungan dengan inividu lain, tak jarang hubungan antar individu tersebut menjadi sumber permasalahan atau konflik yang merembet hingga ke masalah lain, misal stress, depresi, kinerja memburuk, dll. Konflik antar individu adalah wajar dan merupakan proses yang musti dialami oleh setiap individu. Dari konflik-konflik tersebut, disadari / tidak, ia belajar untuk mengembangkan dirinya yang pada akhirnya bermuara ke pengembangan pribadi atau personal development.
Mereka yang cukup bijak untuk belajar mengelola konflik akan tumbuh menjadi pribadi yang dewasa (kata iklan, menjadi dewasa itu pilihan, menjadi tua itu pasti), mandiri, bijaksana, dll. Dalam istilah saya, ia akan menjadi pribadi yang matang, mapan, mempesona……akar dari inner beauty (bagi perempuan) atau inner handsome (bagi pria).
Nah, tantangannya adalah, bagaimana cara mengelola konflik interpersonal atau bahasa kerennya interpersonal conflict management ??
Kebetulan, salah seorang teman sedang mengalami masalah interpersonal yang cukup pelik dan mengganggu kenyamanannya, dan merembet kepada lingkungannya. Peristiwa ini menjadi bahan pelajaran yang sangat bagus bagi saya, karena saya menjadi belajar untuk lebih menghormati orang lain (termasuk rasa nyamannya dan hak-haknya), dan bagaimana mengelola respon ketika mengalami kekecewaan yang teramat sangat.
Singkat cerita, teman ini sedang merasa ketenangannya terusik dan bahkan merasa terancam oleh seseorang yang baru dikenalnya. Alasannya orang tersebut mengganggunya, karena ia kecewa oleh teman tersebut yang tidak bisa memberikan apa yang ia inginkan. Kecenderungannya ia bertekad, untuk win-loose atau loose-loose, diantara mereka berdua.
Meminjam teori analisis transaksional, interaksi antar personal akan terganggu jika transaksi yang terjadi antara A dan B, ternyata antara stimulus yang diberikan A tidak direspon B seperti yang diharapkan oleh si A. Posisi psikologis masing-masing di antara keduanya bisa jadi seperti berikut :
Cara memandang diri sendiri | Cara memandang orang lain |
I’m not ok | You’re not ok |
I’m not ok | You’re ok |
I’m ok | You’re not ok |
I’m ok | You’re ok |
Posisi psikologis ini ternyata mendasari gaya seseorang dalam menyelesaikan permasalahan, yaitu apakah ia akan mengambil penyelesaian masalah yang :
Loose – Loose (berdasar kepada posisi i’m not ok – you’re not ok)
Loose – Win (berdasar kepada posisi i’m not ok – you’re ok)
Win – Loose (berdasar kepada posisi i’m ok – you’re not ok)
Win – Win (berdasar kepada posisi i’m ok – you’re ok)
Jika saya bertanya kepada teman-teman, menurut Anda, gaya penyelesaian masalah manakah yang paling ideal ?? (jawaban bisa disimpan dalam hati saja kok, hehehe). Dan bagaimana perwujudannya ??
Dalam kehidupan sehari-hari, jika kita mencermati sekeliling kita, ada banyak yang mewakili empat kategori tersebut. Walaupun secara konsep, gaya penyelesaian (konflik interpersonal) win-win adalah yang paling ideal, tetapi tidak semua mampu menjalani.
Misal, karena kalah dalam bersaing dan tidak menjadi pemenang, maka ia bertekad bahwa tidak boleh ada seorang pun yang juga jadi pemenang (loose-loose). Atau karena merasa tidak enak (sungkan), misal kepada teman atau bos, maka ia diam saja ketika haknya diambil orang lain.
Gaya penyelesaian win-win, dalam istilah lain disebut sebagai kolaborasi.
Ciri-cirinya adalah, jika terjadi konflik antar individu, kegiatan lebih difokuskan mencari solusi atas konflik yang terjadi (diarahkan pada pemecahan masalah). Gaya ini dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kedua belah pihak.
Bandingkan dengan tiga gaya penyelesaian masalah lainnya. Apakah gaya tersebut mampu memenuhi kebutuhan kedua belah pihak ?? Tentu saja tidak, selalu ada kebutuhan entah siapa yang dikorbankan.
Mari kita berguru kepada musisi.
Dalam pertunjukan musik atau nge-jamm atau entah apalah, istilah yang selalu dipakai adalah kolaborasi. Misal, saya pernah menyaksikan di televisi, kolaborasi yang sangat menakjubkan antara Debu dan Slank, live. Emosi saya tersentuh dan hati saya tergetar mendengar dan menyaksikan komposisi yang luar biasa tersebut. Debu, yang kental dengan warna gambus dan lirik-lirik bernafaskan kesufian, berkolaborasi dengan Slank, yang lekat dengan image urakan dan lirik-lirik nakal. Masing-masing tetap menjadi dirinya dengan tidak membawa ego masing-masing, dan hasilnya luar biasa !!!
Atau jika kita menikmati sesi jam session musisi jazz di panggung. Saya sangat kagum, karena masing-masing mampu berkolaborasi tanpa membenturkan ego masing-masing untuk tampil paling menonjol. Mereka tanpa harus berbicara, mampu membawakan bagiannya masing-masing dan hasilnya lagi-lagi suatu komposisi baru yang luar biasa….
Karena itu saya meyakini, terlebih untuk pasangan kekasih atau suami istri, jika terus berkolaborasi, mampu melahirkan sesuatu yang baru yang membawa kebaikan bagi sekitarnya. Masing-masing pasangan mampu bertumbuh, melahirkan yang terbaik dari diri masing-masing.
Bedakan kolaborasi dan kompromi.
Kompromi, seperti halnya kolaborasi, merupakan usaha untuk memuaskan kedua belah pihak. Bedanya, kedua belah pihak mengorbankan beberapa kepentingan yang dipunyai agar terjadi titik temu. Gaya ini cenderung masih menyisakan permasalahan yang kemungkinan potensial untuk menimbulkan konflik lagi.
Ada beberapa respon alternatif dalam menghadapi konflik, yaitu :
- forcing : assertive – uncooperative
- avoiding : unassertive – uncooperative
- accomodating : unassertive – cooperative
- collaborative : assertive – cooperative
- compromising : in the middle
Dari uraian di atas (sebenarnya saya sudah membuat diagram alternatif respon, tetapi sayang sekali tidak bia muncul 😦 ), kita bisa mengidentifikasikan, kecenderungan seperti apa yang biasa kita ambil dalam menyelesaikan konflik. Atau kita bisa memperkirakan, respon apa yang diambil oleh orang lain ketika mengalami konflik dengan kita.
Seperti kasus teman saya tersebut, kemungkinan yang bersangkutan menggunakan gaya forcing / dominasi. Hal tersebut bisa dilihat dari caranya dalam menyelesaikan permasalahan, apakah menggunakan cara-cara :
* Menggunakan otoritas yang dipunyai
* Ancaman
* Manipulasi
* Tidak memperhatikan hak-hak orang lain
Usaha yang dilakukan adalah untuk memuaskan kebutuhan diri sendiri.
Pertanyaannya adalah, apakah yang harus kita lakukan menghadapi individu-individu sulit seperti itu ??
Tetap, kita harus memakai dan mengedepankan win-win solution, selalu berpikir win-win solution. Cara kedua, seperti yang ditunjukkan oleh diagram di atas, tidak bisa lepas dari komunikasi asertif.
Wah, apalagi itu, asertif ?? Makanan apa pula itu ??
Hmmm…..untuk yang satu ini, akan saya bahas di postingan tersendiri, karena panjang kali lebar samadengan luas, ok ??^^
Where did you get your blog layout from? I’d like to get one like it for my blog.
jadi meth, apakah cara penyelesaian konflik interpersonal itu hanya seperti yang dibilang teori analisis transaksional ituh?
bagaimana dengan psycho barrier yang muncul karena perbedaan posisi sosial, ‘wibawa’, dan sebagainya ituh?
**nunggu miss memeth ke sby lagi, mau konsultasi**
Mana g-string yang dijanjikan ituh …
asikkkk….dapat ilmu lagi nieh. 🙂
teori yang sangat bagus mbak..bagaimana dengan teori SDR?? Stimulus ===>Drive==>Respon..
bagaimana person kekecewaan yang tidak pernah terlibat pada masa lalu dibawa dan dijadikan eksperimen hidupnya. Proses pendewasaan adalah tidak mencoba lari dari masalah. terjadinya ketidak nyamanan teman mbak, saya lebih melihat pada teori SDR itu mbak. meskipun kita tidak tahu kebenaran yang sesungguhnya terjadi pada teman mbak. kacamata seorang psikolog lebih melihat pada kejiwaan. namun jika seorang antropolog melihatnya dari hasil interaksi individu dengan person-person diluar individu dilihat dari berbagai sisi. disatu sisi mengutip tulisan mbak “Ada beberapa respon alternatif dalam menghadapi konflik, yaitu :
* forcing : assertive – uncooperative
* avoiding : unassertive – uncooperative
* accomodating : unassertive – cooperative
* collaborative : assertive – cooperative
* compromising : in the middle
semuanya apapun istilahnya adalah proses penyelesaian masalah. untuk tulisan mbak “Gaya ini cenderung masih menyisakan permasalahan yang kemungkinan potensial untuk menimbulkan konflik lagi.” Seperti teori parson bahwa kehidupan selalu ada konflik dan pada satu titik jenuh dia akan mengalir pada titik imbang. dan kemudian timbul konflik baru. yang menjadi masalah sebenarnya adalah ketika orang-orang disekitar kita yang tidak tahu permasalahn kita selalu ingin ikut campur dan berusaha menjadi hero. menempatkan dan mempengaruhi orang yang sedang berkonflik. hal ini wajar karena manusia selalu bergantung pada lingkungannya.
iyah mana g-string itu?!?
*dukung p yahya*
hmmm….serasa kuliah lagi …
(membayangkan sang dosen ganteng nan menawan)
huhu, mengingatkan saya pada ibu dosen psikologi yang memberi saya C+ itu 😈
kurang memet nih postingannya 😐
jika semua dimulai dengan perbedaan, ya kelai.
Kok saya jadi ingat colaborative learning. 😆
*komen pendek*
*ntar dilanjutin lagi*
*mbaca dulu*
mungkin mencoba cara compromising. mempertemukan kedua belah pihak yang mempunyai masalah dan mencoba berbicara baik-baik. ini boleh 4 mata atau masing-masing pihak membawa 1-2 teman sebagai saksi.
cuma itu yang bisa saya sarankan.. ^^
setiap manusia pasti ada masalah mbak, tergantung dia menyelesaikan masalahnya..manusia yang lain adalah variabel X yang mempengaruhi keputusan yang diambil seseorang menyelesaikan masalah..seharusnya kita lihat dulu lingkungan manakah yang membuat dia seperti itu. variabel lain juga kita harus perhitungkan. ex: kel, teman, sifat, ataupun paradigma yang dia pegang..
kita liat aja beberapa teori interaksi simbolik..kadang juga tidak sama antara das sein dan das sollennya mbak..
kini ku tau…
duh.. iki bahan kuliah yo?
*turu, nungguin postingan hot*
@ det :
gw pake satu frame aja disini, biar fokus dan ga melebar kemana-mana.
tentu saja, ada mslh dg perbedaan spt yg kamu sbtkan itu. makanya gw pake analisis transaksional sbg dasarnya, krn dlm teori aselinya, ada tiga posisi yaitu orang tua, dewasa, dan anak-anak. kamu baca sendiri lah. tp scr singkat, jk kita memakai posisi orang tua dan lawan memakai posisi anak, itu pun sudah menjadi ‘masalah’ tersendiri (walopun dalam posisi sama pun juga bisa timbul mslh. ah gw agak lupa teorinya gimana *ubek2 text book* )
contoh, kamu sama pacar kamu.
pacar kamu bilang gini : aku pokoknya mau sepatu itu utk kado ultahku !! –> posisi anak.
kamu bales : aku sedang tidak punya cukup uang untuk itu, kamu harusnya bisa mengerti bahwa tidak semua keinginanmu tercapai –> posisi dewasa.
pacar kamu (trus pake posisi anak) : tapi aku udah bilang sejak bbrp bulan yg lalu, masak kamu ga nabung utk itu sih ??
dst.
sebenarnya diagram di atas, udah merangkum semuanya kok, tinggal mo pilih respon yg bagaimana. kuncinya adl asertive dan berparadigma win-win solution.
@ yahya kurniawan :
walah, sabar pak….lg loncat2 nih pikirannya
@ cempluk :
kamu haus ilmu ya ??^^
@ bogel :
*eh kamu anak psiko 97 anggota keluarga rapat sebuah teater itukah??*
manusia emang ga bisa lepas dr konflik, pak. dan tyt ga semua konflik itu berakibat buruk, spt halnya stress. dlm teori perilaku organisasi, malah konflik kadang perlu dipelihara, krn adanya konflik tyt dapat memancing anggotanya utk berpikir kreatif dan tidak stuck pd satu keadaan –> untuk memancing perubahan / situasi dinamis. ini adalah jenis konflik yang positif, misal persaingan prestasi antar karyawan. hal tsb bagus utk organisasi.
sdgkan konflik yg dibicarakan disini adl konflik yng bersifat negatif. semua mmg berasal dr stimulus. dan respon ada banyak pilihan/alternatif, jd spt di diagram di atas.
tp harap diperhatikan, bhw setiap alternatif respon mpy kelebihan kekurangan masing. tidak ada harga mati. utk situasi ttt, bisa jd respon forcing / dominasi yg paling bagus, misal ktk dlm situasi darurat.
@ didut :
waaaahhh….pemakai g string juga ya ?? baru tau…^^
@ nararya :
oooi, salah imajinasi dodol. ini bukan makulnya mister faturochman yg guanteng abis itu, tp makulnya mister nurochman hadjam yg mengata2in kita pemabok itu ;p
percaya ga say, gw baru ngeh sama isi makul itu, skrg :p
@ wennyaulia :
wahhh…siapa ibu dosen itu ?? siapa ?? siapa ?? tega amat kasih C….
@ ekowanz :
another side of me….JRENGGGGGGGG !!!
@ mbilung :
loh tapi pakdhe, musisi2 itu, alat musiknya beda2, ketemu ya akur2 aja.
@ goldfriend :
ampoooooooon bang…. >_<
*serasa mo dibantai lg, hehehe*
@ tukang ngomel :
monggo, mbak…^^
@ cK :
kompromi kl utk mencoba solusi sementara, bisa aja chik. tp utk jangka panjang, tetep hrs win-win solution, spy ga memancing konflik lg di masa yg akan datang.
inget, dg mengurangi kepentingan masing2 akan timbul perasaan ga puas pd masing2 pihak, yg bisa jd kedepannya akan meletus.
@ menkslek :
itu jika kita berkaca pada keadaan external. masalahnya, yg ada di luar kita/keadaan external TIDAK SELALU bisa kita kendalikan. hanya satu yg bisa kita kendalikan, DIRI KITA SENDIRI. dan itu maksudnya adalah, pilihan kita atau dengan kata lain, respon kita.
mas menkslek malah udah bilang sendiri di atas, TERGANTUNG. jd sebenarnya mas menkslek sudah mengerti jawabannya bukan ??^^
@ ngodod :
tau apa, Mas ?? mbok aku dikandani…aku ra ngerti je…
@ zam :
hehehe….ah kamu yg ditunggu yg hoooooooooot melulu. kompor karo mowo kuwi, lak panas 😆
@ bogel :
*eh kamu anak psiko 97 anggota keluarga rapat sebuah teater itukah??*
manusia emang ga bisa lepas dr konflik, pak. dan tyt ga semua konflik itu berakibat buruk, spt halnya stress. dlm teori perilaku organisasi, malah konflik kadang perlu dipelihara, krn adanya konflik tyt dapat memancing anggotanya utk berpikir kreatif dan tidak stuck pd satu keadaan –> untuk memancing perubahan / situasi dinamis. ini adalah jenis konflik yang positif, misal persaingan prestasi antar karyawan. hal tsb bagus utk organisasi.
sdgkan konflik yg dibicarakan disini adl konflik yng bersifat negatif. semua mmg berasal dr stimulus. dan respon ada banyak pilihan/alternatif, jd spt di diagram di atas.
tp harap diperhatikan, bhw setiap alternatif respon mpy kelebihan kekurangan masing. tidak ada harga mati. utk situasi ttt, bisa jd respon forcing / dominasi yg paling bagus, misal ktk dlm situasi darurat.<== sama dengan menkslek
Note : Coretan lama yang tiba2 ingin saya kenang kembali 🙂
kemarin, saat senja menyapaku dengan kehangatannya yang memabukkan. tiba-tiba saja ada rindu menyeruak untukmu. rindu yang selama enam bulan ini aku pendam. teringat jelas dalam sel otak kelabu ku, perjumpaan terakhir di awal juni.
“seperti apa kita sekarang” tanyamu
“maksudnya?” selalu saja, aku tak mengerti arah bicaramu.
“hubungan kita, dear”
“hubungan kita akan selalu dipenuhi kedamaian cinta, segepok kangen, dan kebiruan rindu. tidak sebelum kita bertemu, saat ini, esok bahkan sampai malaikat izroil datang, sayang” jawabku
“indah”
memang indah. jalinan cinta yang ada diantara kami berdua pun amat sangat indah. sedikit keruwetan memang akan selalu ada.
satu jam kita habiskan di pinggiran angkringan pak man dekat stasiun tugu yogya. tempat yang memang tidak romantis, namun kenangan yang ada tak kan pernah terlupa. kecupan hangat di kening dan pelukan hangat mengiringi kepergianmu di stasiun itu. ada sedikit kecewa pada saat bersamaan.
“serasa mimpi bertemu, sekejap bisa ku lihat bola mata indah itu, tapi sekedipan mata juga aku kehilangan senyum manismu. tinggallah lama disini” pintaku
“aku pun menginginkannya. tapi waktu tak berpihak pada kita. saat ini Tuhan sedang tak romantis”
bersama kereta senja yogya-jakarta, kau bawa semua asa yang ku punya.
setelahnya, kita terlena dalam ayunan kata-kata. bak pujangga, kau tuliskan puisi lewat pesan di handphone.
kemarin, kita pun bertemu dalam dunia maya. dunia yang dulu amat sangat kita akrabi. dunia yang menjadi awal penyatuan hati.
“Tuhan sedang romantis” tulisku
“Dia, membolehkan kerinduannya terbagi sore ini. indah”
“ya, indahnya seperti binar di matamu..”
dan semua kesepian selama 6 bulan pun luruh. dalam arus virtual, percumbuan kami berdua terjadi. diiringi jarum jam, persetubuhan kami melekat mendekati klimaks. >>> koment aku :
terbukti bahwa selama ini kamu tidak sungguh-sungguh sama aku dan kamu manfaatkan aku selama ini..padahal pertengahan mei kita telah membuat dosa yang amat besar..selamat telah kembali ke mantanmu dan diawal juni pula kita mulai banyak pertengkaran yang sebenarnya kamu inginkan…
@ menkslek 1 :
mas menkslek, contoh ideal utk respon dominasi itu, misal ketika negara dlm situasi darurat dan dlm keadaan perang, jd jelas butuh respon yg dominan utk mengendalikan situasi,, gt.
tp kl dalam hun interpersonal, tentu saja, respon forcing/dominan juga bisa, tapi mohon diingat, kelemahan gaya spt itu bagaimana dan utk jangka pjg, bagaimana. utk solusi sementara, tdk mengapa, tp coba bayangkan jk respon itu yg sll digunakan. jk respon itu yg sll digunakan seorang bapak thd keluarganya, apa yg tjd ?? dicap sbg ayah yg otoriter, bukan ??
sayang sekali, diagramnya tdk bs saya tampilkan. tp respon yg plg ideal adl KOLABORASI, krn WIN-WIN SOLUTION. coba baca ulang, 7 habitnya stephen covey, ttg win-win solution.
bahkan kompromi, yg plg srg dipakai pun, dlm jangka pjg msh rawan menimbulkan konflik ke depannya, krn ada kebutuhan msg2 yg direpress. lha ini, gaya forcing/dominasi, ada salah satu pihak yg kebutuhannya dikurangi.
oke ??^_^
jd, menjawab pertanyaan mas, yg paling ideal sajalah. berparadigma win-win solution.
@ menkslek 2 :
waaah…indah sekali dan romantis sekali….tp apa ga terlalu personal utk dipublish disini ??
eh ini fiksi ato bukan to ??
mas menkslek coretannya bagus juga lho, puitis dan bakat jd penulis…^_^
ini coretan yang ada di asmaul.org
yang nulis amma
tp kl dalam hun interpersonal, tentu saja, respon forcing/dominan juga bisa, tapi mohon diingat, kelemahan gaya spt itu bagaimana dan utk jangka pjg, bagaimana. utk solusi sementara, tdk mengapa, tp coba bayangkan jk respon itu yg sll digunakan. jk respon itu yg sll digunakan seorang bapak thd keluarganya, apa yg tjd ?? dicap sbg ayah yg otoriter, bukan ??<== jangka panjang?? coba anda telaah teori Talcot Parson mengenai konflick..dan satu hal lagi kita tidak akan pernah tau akan masa depan kita mbak..yah kalo benar yang kita pikirkan..tapi kalo ngk benar gimana?? ngomong soal waktu jangka panjang ke depan?? mending mikirin yang sekarang aja mbak..capek mikir yang belum pasti terjadi..
Regard’s
Carpemdiem
Apa sih sebenernya konflik itu???
konflik adalah Situasi yang terjadi ketika ada perbedaan pendapat atau perbedaan cara pandang diantara beberapa pihak, kelompok atau organisasi. Sikap saling mempertahankan diri sekurang-kurangnya diantara dua pihak, yang memiliki tujuan dan pandangan berbeda, dalam upaya mencapai satu tujuan sehingga mereka berada dalam posisi berserangan, bukan bekerjasama. beberapa konflik yang ada adalah perbedaan antara anak dan orang tua, Kita dengan sahabat, tetangga, Saudara, ataupun keluarga, Bisa juga konflik dalam melakukan bisnis, atau banyak nya jenis konflik lainya.
Perbedaan-perbedaan yang saling jumpa dalam kehidupan sosial bisa menimbulkan ketegangan. Sumber-sumber ketegangan sosial antara lain kekayaan, kedudukan, kepentingan, tujuan hidup, anutan politik, agama, jender, generasi, dsb. Perbedaan yang bertemu di satu titik kepentingan akan memunculkan konflik. Konflik bisa terbuka, bisa juga tertutup. Karena setiap individu memunyai identitas berbeda-beda, maka konflik tidak bisa dihapuskan.. Oleh karena itu konflik tidak bisa dihilangkan. Konflik hanya bisa dikelola sumber-sumbernya, atau di minimalisir.
Mengelola perbedaan (atau konflik) adalah kegiatan jiwa. untuk mengetahui caranya tidak sederhana. Kepekaan atas perbedaan dan pengenalan atas diri sendiri dan lingkungan merupakan prasyaratnya. Pengenalan atas diri sendiri merupakan modal yang baik untuk berjumpa dengan ‘yang lain’. ‘Siapa saya?’ Merupakan pertanyaan yang bisa menuntun untuk memahami identitas-identitas kita yang amat banyak itu.
Karenanya, menurut Socrates, orang bijak adalah orang yang tahu dirinya sendiri. Kenali diri sendiri! Setelah memahami diri sendiri, kita bisa menata identitas kita. Kapan satu identitas harus muncul ketika bertemu dengan identitas orang lain dan kapan suatu identitas disembunyikan. Selain mengenali identitas diri sendiri, kita juga harus mengenal identitas ‘orang lain’, hal ini berguna untuk mengelola konflik yang terjadi.Dalam hal ini saya mencoba mendefinisikan penyebab terjadinya konflik.
Konflik dapat berkembang karena berbagai sebab sebagai berikut:
1. Batasan yang tidak jelas
2. Hambatan komunikasi
3. Tekanan & Keterbatasan waktu
4. Standar, peraturan dan kebijakan yang tidak masuk akal
5. Pertikaian antar Pihak
6. Perbedaan status
7. Harapan yang tidak terwujud
8. Adanya Prasangka
9. Perbedaan Budaya
10. Perbedaan Keyakinan atau prinsip hidup
11. Ego diri atau Golongan
12. Apresiasi terhadap prestasi
13. Keberanekaragaman Karakteritas Masyarakat
14. Permasalahan di masa lalu yang tidak diselesaikan
13. Dll
Selain memang dampak negatif dari konflik, ternyata konflik bisa menimbulkan suatu dampak positif,apa sih dampak positif dari konflik,
* Konflik bisa jadi merupakan sumber energi dan kreativitas
* konflik dapat menggerakan suatu perubahan
* Membantu setiap orang untuk saling memahami tentang perbedaan pekerjaan dan tanggung jawab mereka.
* Memberikan saluran baru untuk komunikasi.
* Menumbuhkan semangat baru untuk saling memahami
* Memberikan kesempatan untuk menyalurkan emosi.
* Menghasilkan distribusi sumber tenaga yang lebih merata dalam organisasi.
* Dll
Beberapa Cara yang menurut saya dapat dilakukan dalam mengelola konflik yang ada;
1. Menghindar/Membiark an
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan diri.
2 Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka untuk membuat keputusan.pihak penengah yang menjadi bagian dalam konflik dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di tempat yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk alasan-alasan keamanan.
4 Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan, saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang dapat menguntungkan semua pihak.
5.Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja yang sama.Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.
6. Memecahkan masalah dengan pemaksaan / Menggunakan Kekuasaan
Ini adalah cara paling kuno untuk manajemen konflik. Ketika orang yang konflik tidak mau menyudahi konfliknya, Kita dapat menggunakankekuasaa n untuk menyudahi konflik itu. Walau terkadang pihak berkonflik tidak puas, namun mereka mau tidak mau mereka harus patuh kepada anda.
Tahap dalam pengelolaan Konflik adalah :
1. Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras.
2. Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.
3. Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong 4. perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
5. Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.
Mendalami kembali ilmu akademisi-ku..
segera kuliah lagi nyambung S2 ah…
bismillah.
makasih ya