Psikologi Jalanan

Lagi, saya membicarakan tentang lalu lintas. Jogja, sebagai kota yang terkenal dengan ungkapan ‘Berhati Nyaman’, karena keadaan lalu lintasnya semakin terasa tidak nyaman lagi beberapa tahun terakhir ini. Banyak faktor urun rembug menyumbang ketidaknyamanan ini, mulai dari perilaku pengguna jalan, kepadatan lalu lintas, hingga ulah oknum-oknum dari institusi terkait.

Saya ingin Jogja menjadi kota yang ramah terhadap keluarga, khususnya terhadap ibu dan anak-anak (weits, sebentar, ini bisa jadi tema kampanye yang bagus lho. Visioner bukan? :mrgreen: ). Salah satunya mengenai lalu lintasnya. Saya tidak ingin Jogja yang semakin berkembang, perkembangannya menuju ke arah seperti megapolitan Jakarta. Hell no!! Bila Jogja berubah menjadi Jakarta, akan berapa banyak kerugian material dan immaterial yang terbuang sia-sia di jalanan, dan berimbas pada family well-being.

Belum ‘separah’ Jakarta saja, saya sudah merasakan betapa sering saya mengalami stress di jalanan. Menjadi cepat marah lah, deg-degan lah, tegang, dll. Emosi-emosi negatif tersebut cukup menguras energi positif. Jika saya tidak bisa mengendalikan diri, orang lain atau sekitar saya juga yang kena.

Selain itu, sering saya membaca / mendengar keluhan mengenai keadaan lalu lintas. Dari yang sekedar mengeluh curhat hingga yang memaki-maki dengan ucapan setajam sembilu. Banyak dari pihak yang mengeluh tersebut, menyalahkan pihak lain. Polisi misalnya. Yang mata duitan lah, yang males lah, dll. Sangat sedikit (atau malah belum pernah denger ya?) yang merujuk pada kelakuan diri di jalanan. Berkaca, sampai di mana etika saya berlalu lintas. Pakde bilang kepada saya di postingan tersebut, it takes two to tango.

Saya jadi teringat pengalaman beberapa tahun lalu ketika di Perth. Waktu itu saya mendapat kepercayaan untuk mengemudikan sedan. Wah, belum fasih di tanah air, sudah harus menyetir di luar negeri lagi. Agak jiper tentu saja. Tapi yang menarik, pihak yang memberi saya kepercayaan (Mas Arief? Where are you?), dia tidak menceramahi saya teknik-teknik mengemudi, tetapi malah sibuk memberi pengarahan cara / etika berlalu lintas. Misal, jika hendak melewati persimpangan, mobil harus melambat. Harus mendahulukan penyeberang jalan. Menyalakan sein jika belok (hello, ini kan sudah basic alias dasar banget, kenapa saya harus dikasih tahu?). Dan beberapa etika lain yang saya lupa. 😛

Kata Mas Arief yang sudah jadi permanent residen di Perth, biasanya pengendara di Perth tertib sekali. Jika ada yang agak ugal-ugalan itu biasanya malah turis. Dan turis Indonesia terkenal dengan perilakunya yang tidak sabaran dan suka nyalip-nyalip. Benar saja, baru pegang stir, saudara saya dengan jahil mengajarkan untuk cuek saja. Nanti jika distop polisi dan ditanya-tanya, tinggal jawab, “Me no english, tourist, tourist. No english, dont understand.”   😆

Kalau dengar cerita-cerita mereka-mereka yang sering berkendara di luar negeri, biasanya perilaku tertib yang tidak begitu mereka terapkan di tanah air, otomatis mengikuti perilaku berkendaraan negara setempat. Begitu kembali ke selera asal, balik deh serampangan.    😆

Ada apa ya, mengapa begitu, locus of control-nya external sekali.

Saya juga bukannya suci dari perilaku macam ini. Apalagi jika saya terburu-buru (padahal keburu-burunya ya salah saya juga sih). Hingga suatu ketika saya tersadar. Sampai kapan menyalahkan orang lain terus sementara diri ini tidak melakukan kontribusi perubahan. Seringkali, atas nama ‘kemudahan’, ‘ga mau repot’, dll memberikan kontribusi yang cukup besar atas keruwetan jalan raya.

Beberapa hari yang lalu, saya teledor dalam berlalu lintas. Karena melamun dan hati lagi dongkol, saya lupa masuk ke jalan yang seharusnya satu arah. Apes banget, pas ada polisi patroli. Kena tegur lah, saya. STNK disita dan bapak polisi yang ramah tersebut mengatakan, untuk mengambilnya di pos polisi tempat dia berada. Tidak jauh dari tempat saya teledor.

Selesai menyelesaikan urusan saya, saya segera ke pos polisi yang terletak di perempatan Tugu tersebut. Ngobrol-ngobrol, polisi tersebut memberikan dua pilihan, untuk sidang atau diselesaikan di tempat. Sejenak hati saya ingin protes dan melakukan pembelaan, ‘Pak, saya melamun Pak, masak langsung sidang, bla-bla-bla.’

Tapi menurut saya ini momentum. Datar, saya iyakan saja untuk bersidang. Memang saya yang salah, ngalamun. Heiiiii, nyetir itu kompleks banget, menyangkut keselamatan orang lain dan diri sendiri kok ngalamun. Ya sudahlah, saya yang salah. Bapak polisi yang baik itu sepertinya heran (atau kecewa?) dan menanyakan domisili saya. Ternyata karena saya warga dekat-dekat situ juga, Pak Polisi yang ramah itu membebaskan saya dan katanya, oke kali ini sebagai peringatan saja. Lain kali agar saya lebih berhati-hati.

Wah, tentu saja saya surprise dan setelah itu dari mulut saya malah meluncur alasan-alasan ga penting, yang ngalamun lah, yang apa lah. :mrgreen:

Pak Polisinya mah senyum-senyum saja mendengar cerita saya. Keluar dari pos polisi, saya tersenyum sendiri. Ada pelajaran berharga yang saya dapat hari itu.


Yang jelas, etika berlalu lintas itu sangat penting. Bagaimana dengan kamu, tahukah kamu apa saja etika berlalu lintas itu ? Tahukah kamu apa saja fungsi lampu-lampu yang ada pada kendaraanmu ? Tahukah kamu gunanya spion ? Jika belum, ummm…..    *pentung-pentung*

*kampanye berlalulintas yang baik dan benar itu dimulai dari diri sendiri. Yess….*

18 pemikiran pada “Psikologi Jalanan

  1. waktu saya tinggal di Jogja, lalu lintas masih sangat ramah. Saya malah stress nyetir mobil, kalo ketemu becak, andong, apalagi sepeda. 😆 ga jarang menemukan sepeda 5 sampe 6 biji berjalan jejer-jejer sambil ngobrol satu sama lain.. dan saya tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti mereka dari belakang dengan kecepatan mobil hanya 20km/jam.. mwahahahahaha… stress ga sih!

    meong:
    di jalan bantul ya chic ? 😆

    eh begitu sampe Jakarta, mau ga mau nyetir harus mengikuti pola orang-orang Jakarta, kalo ngga ya siyap-siyap diklaksonin kanan kiri.

    ada seorang teman dari Belanda, yang berasa jago banget nyetir, begitu sampe Jakarta minder, ga pernah mau pegang setir.. serem katanya 😆

    meong:
    pernah ada tamu dari belanda juga (eh ato suriname ya, lupa), pasutri, yg cewe belanda tulen yg cowo indonesia. mereka berdua juga jiper nyetir di jogja. jogja lho, padahal, dan itu sewaktu saya masih SMU.

  2. tapi rata2 orang Indonesia bisa disiplin berlalu lintas di luar negeri lho

    meong :
    soale mereka takut dg hukum di luar sonoh. tapi kenapa ga takut dengan hukum di negeri sendiri ya ? 🙄
    😆

  3. untung memet minta di sidang..padahal pak polisine ngarep dirimu “selesai ditempat”bayar mereka…hihihi…mending ngelamun daripada tidur pas naek motor *inget tragedi 3 tahun lalu..ketiduran trus nabrak

    meong :
    aku nyaris ketiduran juga lho. waktu itu jadi asisten praktikum di kampus UII sonoh. pas lagi banyak tugas, pas banyak yg musti di asistensi, pas puasa, jadi kurang tidur. busettt…pas turun dr gunung, sempet merem bbrp detik. 😦

  4. ketika kita kena sanksi, kita misuh-misuh dan berteriak ketidakadilan.. tapi ketika dibebaskan dari kesalahan kita, kita memuja-muja ketidakadilan tersebut..

    😀

    meong :
    double standard ya ? 😉
    anu…itu ada teorinya dalam psikologi. jadi kecenderungan memaafkan jika diri sendiri berbuat salah jika kesalahan karena faktor internal, tapi jika berasal dari sumber external, wuah bisa meledak-ledak.

  5. gw tau sapa mas arief……gw tahu sapa mas arief…(nyanyi2 sambil dansa pisang) 😉

    meong :
    😆 :mrgreen:
    huahahaha…masih inget aja luh. jadi nyesel, kenapa dulu gw ga genit2an sama dia ya 😆
    luh waktu itu masih anget-angetnya bersemi bunga cinta di dusun Musuk Boyolali kan? huahhahaha… 😆

  6. sayah kalok lagi da solo ini naek motor ga pernah kurang dari 60kph :mrgreen:
    cuman gara2 ujan ini jadi rada pelan2…

    meong :
    👿
    itu spion, reting, rem, difungsikan kagak ? kalo liat ada motor/mobil nyebrang, semakin mempercepat laju motor ato memperlambat ? kalo belok, di jalurnya dan membayangkan batas imajiner ato mepet jalur kendaraan berlawanan?
    👿

  7. Sepertinya Jogja akan seperti Jakarta. Lihat saja kalau Liburan panjang atawa Lebaran. Antrian kendaraan merayap di Jalan Magelang. Karena saya orang Sleman he3. Salam kenal dari Saya!!Nice post

    meong :
    weh, kalo pas liburan hari raya itu, isi dalam jogja malah sepi, mah. paling cuma ruas malioboro (which is sangat dekat sekali dengan rumah saya 😦 )
    ramenya bin mbudagnya malah jalur ke luar kota, seperti magelang. :mrgreen:
    jogja-magelang yang biasanya 45-60 menit jadi molor 1,5-2 kalinya 😦

  8. santeh… walopun sukak ngebuth.. tapi sayah mangsih memperhatikan kiri kanan…

    tapi tetep aja ngebut wuzzz…..
    kaowkaowk solo sepi sih… :mrgreen:

  9. Aku pikir jogja jangan sampai seperti jakarta yang megapolitan, jogja merupakan kota budaya yang setiap sudutnya terdapat tempat2 yang bernilai budaya maupun historis, jogja memiliki banyak keunikan2.

  10. jalan memang sering bikin kita stress karena banyaknya kendaraan yang berlalu lalang tak beraturan. jalanan di jogja sekarang sudah penuh dengan kendaraan motor roda dua. belum lagi tukang becak -maaf-yang seperti pangeran jalanan menyeberang tanpa kenal kondisi. semoga aja sekarang sudah maksimal syukur-syukur berkurang. bagaimana ya kalau jogja jalanannya kembali penuh dengan sepeda antiknya

  11. .
    Betapa bodohnya aneh orang yang berani melepasmu nyetir di Perth. Kalo terjadi sesuatu saat ituh, kalian berdua bisa masuk penjara….

    Memeth kan ndak punya sim internasional kan ???

    🙄

    meong :
    waktu itu juga kepikiran itu. selain aku juga ada sepupu aku yg pegang mobil juga. tp katanya, kok gapapa. Mas Arief berani njamin tuh. :mrgreen:
    apa karena di Perth sendiri banyak orang indonesia yang kesono baik utk liburan dan bersekolah ya….jd aturan dikendorkan. lha selama aku disana, banyak bgt ketemu orang indonesia. di mol-mol terutama :mrgreen:

  12. .
    Weeee….
    Next Time sebaeknya situh mbikin SIM internasional dulu. Bahaya lhooo Meth….

    meong :
    SIM internasional ? oke, setelah SIM B1 saya keluar. :mrgreen:

    Tau ndak, waktu di Aussie sayah pernah nyenggol pager rumah tetangga. Dia marah-marah ngancem mau manggil pulisi. Padahal kami udah bersedia ngganti persis seperti sedia kala. Induk semangku sampe memohon-mohon sama ituh aussie siyalan….

    Satu hal yang harus diinget, orang ostrali ituh RASIS.

    Mereka ndak suka sama kita. ( terlebih sama orang HK ). Kecemburuan yang ndak jelas asal-usulnya inih bikin ngeselin pokoknya.

    meong : wah, kok beda sama pengalaman aku ya ? selama bbrp minggu di sana, dan mingle dg orang sana (perth) mereka justru sgt ramah dan friendly. selalu tersenyum, menyapa duluan, bilang thank you kalo merasa kita bantu, etc. jalan kaki sendiri pun rasanya spt di jogja saja, lha orangnya ramah2 tp juga ga riwil e.

    Oya. Kalo mau mbikin SIM internasional, sayah pernah post;

    http://mbelgedez.wordpress.com/2007/10/31/sim-internasional/

    meong :
    oke, bos, thank you, semoga postingan tsb membantu kelak. amiin3 :mrgreen:
    berdoa semoga bisa travelling panjang lagi ke negara2 dan tempat asing, disponsori pulak

  13. Di perth ada nggak polisi nilang pas kita nggak nglanggar aturan?
    Hikz..td pagy, mau brgkat kuliah, eh, pas itu ada buka tutup jalan, yang buka nutup kan polisi, nah pas itu aku terburu-buru kuliah, jd nylonong aja ma motor2 laen..eh tb2 motorku dtarik,kunci dicabut, wah..ra trimo..20 rb je..parah..gr2 mbablaz tangan ditilang..hikz,daerah jalan godean yogya maz..hikz
    Btw, law kenal ya maz..:-D..^^v..

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s