Surgamu Surgaku, Catatan Refleksi Lebaran 1430 H

Semalam saya baca-baca situs berita untuk sekedar apdet, sempet terkejut dan prihatin dengan berita ini. Di berita tersebut disebutkan ada sekelompok orang yang merayakan idul fitri lebih cepat. Ketika jamaah tersebutย  sedang sholat id, ada serombongan massa yang membubarkan mereka.

Terus terang, membaca berita tersebut sungguh tak masuk akal bagi saya, apalagi masuk di hati. Bagaimana mungkin ada sekelompok orang yang memaksa orang lain menghentikan ibadahnya. Dengan cara-cara seperti itu pula. Pemaksaan dalam agama saja saya tidak setuju, apalagi dengan cara-cara yang menjurus kekerasan.

Ketika saya plurk-kan keprihatinan saya, ada yang bertanya. Memangnya kenapa kalau merayakan idul fitri lebih cepat, toh seharusnya itu bukan urusan mereka. Bagi saya pribadi, tidak ada masalah ada yang mau merayakan lebih cepat atau lebih lambat, biar saja itu menjadi urusan mereka dengan Gusti Allah. Orang saya saja, kalau bisa memilih, maunya ga ada lebaran, huehehehe.

Saya sendiri menjawab pertanyaan tersebut, opini saya pribadi melihat bahwa hal tersebut sudah berlangsung lama. Yaitu ada gejala, adanya orang-orang atau golongan yang merasa ‘surganya’ orang lain menjadi tanggung jawab mereka. Kalau orang lain tidak masuk surga, maka itu adalah tanggung jawab mereka, jangan sampai orang lain masuk neraka. Karena itu mereka-mereka ini berusaha sedemikian rupa supaya orang lain masuk surga dan terbebas dari api neraka. Surga versi mereka, tentu saja.

Seperti berita tersebut, massa menilai bahwa perbuatan jamaah tersebut beresiko menyebabkan masuk neraka, maka massa berusaha sekuat tenaga (bahkanย  kalau bisa dengan cara kekerasan) supaya hal tersebut tidak terjadi (sholat id). Di mata saya, itu perbuatan konyol. Konyolnya adalah, bagaimana mungkin seseorang bertanggung jawab atas masuk tidaknya seseorang ke surga. Bukannya itu hak prerogatif Tuhan?

Selain itu ada hal konyol lainnya. Jika ada yang merasa bertanggung jawab atas surga seseorang dengan mengurusi ritual beribadahnya, kenapa untuk hal-hal sosial malah tidak. Maksudnya begini. Seseorang melakukan sholat id lebih cepat, dan rasa tanggung jawab menyebabkan orang lain menjadikan itu sebagai urusannya. Tetapi ketika ada sekumpulan orang susah yg kelaparan, anak-anak yang tidak bisa sekolah, mereka yang dimiskinkan oleh sistem, tidak bisa berobat karena biaya, dll kok sedikit gitu yang menjadikan itu sebagai urusannya dan merasa bertanggung jawab juga? Absurd saja bagi saya.

Tanggal 1 Syawal lebaran. Entah tanggal berapa penanggalan matahari, saya tidak terlalu peduli. Sudah lama saya merasakan bahwa lebaran hanya sekedar formalitas perayaan adat daripada perayaan spiritual. Selesai shalat id, sungkeman, makan-makan opor dan lain-lain. Itu-itu saja. Kering bagi saya.

Tetapi hal tersebut tidak menghalangi saya untuk mengucapkan Selamat Idul Fitri. Segala doa terucap untuk kita semua. Semoga kita semua menjadi makin baik dalam kemanusiaan kita. Tuhan tidak membutuhkan kita, kitalah yang membutuhkanNya. Dan untuk itu kita semestinya saling bahu-membahu memperjuangkan pengembangan jiwa kita menjadi lebih baik.

Mohon maaf lahir batin.

Ciuman Pocahontas

pocakiss

Beberapa hari yang lalu, keponakan saya dibelikan mamanya cd Pocahontas-nya Disney. Kebetulan Lila, 4,5 tahun, memang menyukai nonton film-film kartun daripada kembarannya Hasya yang ndak terlalu betah kalau harus duduk diam nonton (kecuali nonton balapan GP ato Formula).

Waktu itu siang-siang, pas di rumah. Lila minta distelin oleh mamanya, pengen nonton. Bertiga sama eyangnya, mereka nonton bareng. Mereka tampak menikmati jalannya cerita. Walaupun pakai bahasa Inggris, Lila juga sepertinya juga bisa menikmati. Hingga tiba-tiba saya mendengar mamanya Lila dan eyangnya heboh sendiri. Saya melongok, ada apa. Rupanya, di layar televisi terpampang adegan ciuman antara Pocahontas dan Kapten John Smith. Lumayan lama lagi.

Mama dan eyangnya sibuk mencoba mengalihkan perhatian Lila dari layar televisi. Lupa saya, persisnya mereka ngapain aja. Tidak lantas mematikan televisi atau menutupi layar televisi sih. Tapi tetep saja, bagi saya itu terlihat jelas mereka mencoba mengalihkan perhatian Lila. Saya diam-diam ngikik melihat adegan tersebut.

Dua hari kemudian, ndak sengaja saya teringat dan mem-plurk-kan. Hasil share thread tersebut rupanya sangat menarik. Diskusi yang terjadi menimbulkan beberapa insight bagi saya.

Untuk itu perkenankan saya membaginya kepada rumpiers semua, siapa tahu bermanfat. ๐Ÿ˜€

**NB. Nama-nama saya samarkan, habis saya belum minta ijin sama yang bersangkutan siiih (worship)

*** Kalau ada yang bingung dengan respon beberapa teman yang ‘aneh’, harap maklum. Ada teman yang gemar sekali pakai majas satir kalau merespon. ๐Ÿ˜€

Saya : ponakan (4,5thn) kmrn dibeliin cd pocahontas & nonton brg eyang+mamanya.tyt ada adegan ciuman,mama &eyangnya panik & salah tingkah (lmao)

Responses:


Saya : pas adegan ciuman, eyang &mamanya sibuk mengalihkan perhatian lila biar ndak nonton tipi (rofl) (rofl)

A : Tapi Pocahontas kan pilm anak-anak yang bagus dan cukup bermoral. Kenapa harus bertindak berlebihan seperti itu.

Saya : krn adegan ciuman itu kali (tongue) sebelumnya baik2 aja kok

A : dengan berbuat berlebihan gitu alih-alih menjelaskan kan ya ciumannya makin berkesan to?

B : astagfirullah, sedari kecil sudah diindoktrinasi oleh budaya barat yang sarat pergaulan bebas ๐Ÿ˜ฎ

C : padahal si anak paling juga cuman tanya: Itu ciuman kenapa? Itu artinya mereka saling sayang, kayak ibu sama kamu *cium* Selesai kan?

Saya : @A & @C *berpikiran utk menunjukkan tret ini kpd mama dan eyangnya* (tongue)

A : benar sekali @C! Bukannya sok bebas atau apa, tapi nggak usah sok-sokan menabukan ciuman.

A : liat anak SMP ciuman di jalan tepar tepar lu.

Saya : @B ganyaaaang (angry) eh ganyang siapa ya (thinking) (rofl)

D : kenapa ortu lebih membiarkan anak2 nonton pertengkaran daripada adegan ciuman yg sebenernya simbol rasa sayang *bukan bokep kan ya*

B : ^ budaya kita lebih menoleransi ekspresi agresi ketimbang ekspresi cinta? ๐Ÿ˜›

C : @B (worship)

Saya : @A palagi kl liat kelakuan anaknya yg ini *tunjuk diri sendiri* (lmao) (lmao) @D (thinking)

Saya : @B wah betul juga tuh.liat sinetron dan kartun yg gebug2an dibiarin aja jeh (thinking)

Jadi, kira-kira apa ya, yang bisa dilakukan jika berada pada situasi mirip-mirip seperti ini? ๐Ÿ˜›