Kalau selama ini banyak postingan blog yang menulis aturan dan tata krama ‘bermain’ di twitter terkait dengan banyaknya ‘pelanggaran’, di plurk ternyata juga butuh aturan lho.
Oke, bisa jadi plurk sudah beberapa lama ini kehilangan pamornya, kalah oleh twitter yang gegap gempita oleh kehadiran seleb dunia maya maupun dunia nyata. Jangan salah, plurk masih bertahan. Kalau dalam lingkaran pertemanan saya, yang masih aktif di plurk biasanya adalah para loyalis plurk yang sudah kadung cinta dengan akrabnya interaksi di plurk. Mereka sudah menjalin persahabatan (ceileh) yang cukup lama yang berawal dari ngobrol di plurk. Teman memang bertambah, tapi biasanya karena sudah terjalin interaksi di tret orang atau sudah sering melihat/membaca respon ybs diberbagai tret, lalu tertarik untuk meng-add dan –wala- akhirnya berteman di plurk.
Meski dua hal demikian adalah faktor yang membuat plurk ‘eksklusif’ tak berarti tak ada wajah-wajah baru di plurk. Sehubungan dengan wajah-wajah baru di plurk, ternyata fenomena ngalay juga ditemukan di plurk. Begitu juga dengan efek sampingnya, penyalahgunaan plurk sebagaimana halnya dengan twitter. Tetapi plurk-abusing agak berbeda dengan twitter. Jadi di plurk, yang mengganggu adalah respon plurker-plurker ABG itu. Biasanya mereka minta direspon balik dengan kata-kata: “resback”, “respon balik eaaa”, “r e s p o n” dengan ditulis satu-satu perhuruf. Mereka dalam menge-plurk isi tretnya kebanyakan berisi, “respon dong” dsb yang mirip-mirip seperti itu.
Nah tret plurk Mas Yahya mengingatkan kembali fenomena ngalay tersebut. Sebelumnya harap dicatat, penggunaan kata ngalay disini tidak bermaksud mendiskreditkan/melecehkan kelompok tertentu. Pemilihan kata tersebut sengaja karena bisa menggambarkan fenomena tertentu yang lazim disebut alay dimasa sekarang.
Jadi Mas Yahya pagi tadi ngeplurk, bahwa ia merasa ga pede latihan bareng orang lain yang cukup talented, setelah sekian lama tidak pegang gitar. Disini jelas, isi plurk Mas Yahya itu adalah mengungkapkan kegalauannya. Plurker yang peka, tentu saja akan memberikan respon/jawaban yang sesuai dengan stimulus, yaitu bersimpati/memberi dukungan. Tetapi ada satu plurker yang merespon dengan emot ceria (tidak nyambung dengan isi tret) dan “respon”. Dan tidak cuma satu kata tapi banyaaaak. Setelah ditelisik, ternyata ia memberi respon sejenis ditret-tret lainnya, betul-betul nggak ada yang nyambung dengan tret. Isi plurknya pun setali tiga uang, kalau nggak “respon dong” ya plurk tentang karma. Bahkan yang berisi curcolan pun jarang, jadi jangan harap menemukan plurk yang inspiratif.
Tentu saja ini menggelitik saya. Maksudnya begini, saya sebagai plurker yang aktif semenjak tahun 2008 (lupa), saya merasa bahwa kegunaan plurk adalah untuk menjalin interaksi/komunikasi, seperti halnya media sosial lain. Kegunaan lain dari plurk yang sangat saya suka adalah, interaksi/percakapan yang terjadi bisa mengarah ke diskusi. Walau begitu, tidak semua interaksi di plurk bersifat serius, banyak pula terjadi percakapan yang bisa menjurus ke silaturahmi atau bahkan curhat/minta pendapat. Nah dengan adanya fenomena ngalay begini, membuat saya heran, apa ya yang ada dalam benak mereka ketika join plurk. Apalagi ketika mereka bersinggungan dengan komunitas plurk yang tidak meng-alay, tapi mereka dalam berinteraksi masih bertahan dengan gaya alay-nya.
Ada satu catatan, beberapa waktu lalu diberi link oleh Hera. Link tersebut adalah tret plurk seseorang, yang isinya biasa saja sih, curhatan katarsis dia. Nah ada plurker yang merespon ngalay, lalu ditegur oleh yang lain, memberitahu bahwa model berinteraksi seperti itu tidak sepantasnya di plurk. Plurk adalah untuk menjalin interaksi, silaturahmi, diskusi, insight, bukan sekedar mengejar karma. Lhadalah, plurker yang ditegur tersebut tidak terima dan bersikap defensif. Yang terjadi, respon ditret tersebut berlanjut hingga 1000an respon. Malah si plurker tersebut seperti disudutkan beramai-ramai oleh komunitas plurker yang tidak setuju dengan gayanya si plurker.
Dalam hal ini sebenarnya ada issu lain yang lebih serius, daripada sekedar bagaimana merespon yang baik dan benar di plurk. Yaitu tentang bagaimana mengasah kepekaan terhadap orang lain, kemauan untuk ‘mendengarkan’ orang lain, dan respect/penghormatan kepada orang lain. Saya jadi agak prihatin dengan kelakuan plurker (maupun tweeple juga sih) yang tidak menghiraukan netiket, dan ketika diberitahu masih juga bertahan dengan sikapnya. Dari ngobrol-ngobrol dengan beberapa plurker, ternyata ada issu lain yang lebih besar. Masalahnya tidak sesederhana yang saya kira.
Dibalik fenomena ngalay tersebut ada issu tentang minimnya pendidikan karakter yang diterima remaja Indonesia sekarang, kurikulum sekolah di Indonesia yang terlalu berat tapi hanya terfokus untuk mengasah aspek kognitif saja, aspek afektif dan konatif diabaikan, juga interaksi antara anak, orang tua, lingkungan sekolah, hingga masyarakat. Dari obrolan tersebut, terungkap juga, bahwa menjadi orang tua sekarang tantangannya sungguh berat. Setiap pilihan yang harus mereka ambil semua mengandung resiko yang cukup berat.
Katakanlah kita menuduh anak-anak yang kepekaan sosialnya rendah dikarenakan orang tua yang tidak becus mendidik, terlalu sibuk bekerja. Lha, ternyata orang tua bekerja juga demi pendidikan (formal) si anak, demi supaya bisa sekolah di tempat yang baik dll. Konsekuensi pendidikan yang bagus di era sekarang adalah biaya yang mahal. Untuk itu orang tua harus bekerja keras demi memenuhi kebutuhan yang satu itu. Belum ternyata kurikulum di sekolah tidak mendukung si anak mengembangkan EQ, SQ , dan AQ. Ternyata tidak sesederhana seperti yang dilihat semula, bukan?
Lantas bagaimana kita harus bersikap terhadap pengguna socmed yang bersikap ngalay? Melihat reaksi tret plurk yang sampai seribuan hanya untuk memberitahu seorang remaja belasan tahun, mungkin yang bisa kita lakukan adalah mendengarkan mereka lebih dulu, menyelami dunia mereka, untuk mendapatkan pemahaman. Namanya juga beranjak remaja, lhawong anak TK saja sudah pandai membantah je, apalagi remaja, dikasih tahu apa yang baik untuk dirinya. Ego yang sedang besar-besarnya tentu menolak nasehat-nasehat dari orang tak dikenal tersebut.
Saya juga ndak suci sih, saya sering kok emosi ples geregetan kalau menghadapi yang model seperti itu. Tetapi senyampang ingat, tidak apa bukan kalau mengingatkan, hihihi. Nanti saya juga boleh kok, diingatkan.
Jadi siapa bilang plurk udah ketinggalan jaman? Plurk asik tauk, untuk diskusi dan mendapatkan insight. *kabur*
PS. thank you berat untuk jazzaddict yang udah berbaik hati mencarikan tret gila-gilaan tersebut 😆