Saya lagi kesel dan gak habis mengerti. Saya memang tidak suka dengan alay. Tapi saya juga ga bisa terima, kalo ada alay yang dicacimaki habis-habisan bahkan dibully karena ke-alay-annya. Tidak suka berbeda dengan benci, bukan? Atau sama? Entahlah, tapi ketika saya melihat seseorang/sesuatu yang tidak saya suka mendapat ketidakadilan perilaku, saya kok ndak bisa terima alih-alih senang.
Kita semua sepakat (dalam teori) bahwa bully, mengejek, kekerasan verbal, etc itu ndak bagus. Tapi dalam praktek, saya masih sering nemu, orang-orang yang melakukan hal-hal demikian simply because they dont like the person. Bukan karena orang tersebut berbuat jahat, bukan. Hanya karena tidak suka saja.
Dan parahnya, orang-orang yang melakukan hal tersebut justru orang-orang yang berpotensi bisa melakukan hal yang lebih baik daripada sekedar mengejek, nggencet, mengucilkan. Ya, mereka orang-orang yang cerdas, banyak teman, etc. Mereka punya power untuk berbuat baik, melakukan sesuatu yang lebih bermanfaat. Misalnya, alih-alih nggencet, kenapa ndak memberitahu, mengajarkan, membimbing yang bersangkutan?
Apalagi jika yang digencet, dikucilkan, disindir, etc itu memang dia tidak tahu, atau memang masih belum dewasa, etc. Mengapa tidak bisa memahami latar belakang dia terlebih dahulu? Jika memang terganggu, kenapa tidak disampaikan dengan baik-baik dan secara asertif daripada dengan pendekatan agresif?
Saya sendiri mungkin juga pernah melakukan hal serupa. Standar ganda. Jadi antara apa yang saya omongkan berbeda dengan perilaku saya. Berbeda perlakuan antara teman-teman dekat saya dan orang lain. Jika itu memang terjadi pada saya dan kebetulan Anda tahu, tolong, tegurlah saya. Terimakasih.
contohnya saya, jadi pecundang di kawan SD, SMP, dan SMA, bahkan mungkin sampai sekarang
**restlessangel**
loh jadi pecundang gimana? 😮
😯 (cozy)
waktu kita menunjukkan perilaku standar ganda kita, dan ditegur, biasanya butuh waktu beberapa saat untuk mencernanya sampai muncul kalimat seperti ini di kepala – “oh iya ya!” Itu pun kalau sadar, biasanya butuh satu “hit” ke kepala yang mungkin datang sebulan kemudian sampai kita sadar kita sudah melakukan standar ganda.
setidaknya punya kesadaran kalau masing-masing dari kita punya potensi sebagai pelaku standar ganda, tapi biasanya orang sadar itu yang selalu merasa tertekan.
yang tidak sadar… entah munafik entah ignorant… tapi itulah kita.
**restlessangel**
aku pusiiiinggg 😦 😦 😦
aku benci pada diriku karena ga berhasil mengingatkan mereka.
kasian sebenarnya alay-alay itu, yg perlu diberikan sama mereka adalah diskusi dan berargumen, kalau diserang mereka akan semakin merapatkan barisan sesama alay, klu dah ada persatuan alay seluruh indonesia bisa berabe tuh.. bakalan masuk soal ujian UAN 😀
**restlessangel**
kebayang kalo soal2 UAN ditulis dengan gaya bahasa alay.. pihak CIA langsung menginvasi Indonesia krn dikira sandi-sandi tertentu? 😉
karena manusia pada dasarnya munafik. no, seriously. (LOL)
tapi yang sering terjadi adalah sesuatu yang ‘nggak disukai’ tersebut dibalas dengan tindakan yang nggak lebih berkelas. lagipula banyak teman/sekutu itu memberikan banyak pilihan untuk bersikap tidak adil, apalagi di lingkungan yang memang sudah akrab. I’m sure you know this better than anyone.
kalau soal kayak begini, nggak ada benar atau salahlah, yang ada cuma hurt feeling dari masing-masing pihak (dan masing-masing pembalasannya), juga reaksi ‘biarin ajalah’ dari masing-masing pihak di seberangnya.
benar atau salah, nggak ada hubungannya selama nggak ada hukum yang dilanggar. semua orang kan senang jadi pembela kebenaran. betul?
**restlessangel**
betul? dikau menanyakan ini betul ato tidak? katanya ga ada benar salah
tapi betul. pada akhirnya yang tersisa adl hurt feeling dari masing-masing pihak.
~cynicism plug
eh, default-nya jadi nested reply ke komen terakhir, ya? sori, harusnya reply to post. mbak med, bisa dibenerin nggak ya? thanks, 😉
**restlessangel**
gapapa kok, penampilannya memang begitu 😀
Ini kasusnya gimana meth? Maksudku, apa ke-alay-an si korban? Musiknya, bahasanya, kostumnya, atau..? Trus bully-ingnya terjadi dimana? Dunia maya atau nyata?
**restlessangel**
ini secara umum saja. dan alay ini cuma contoh, tp standar ganda ini secara umum sih, seperti paman bilang dibawah. bully-nya bisa dunia maya dan atau nyata. dan yg paling bikin kesel, bully/standar ganda ini bisa terjadi ke siapa aja hanya krn kita gak suka.
pdhl ya jaman skrg mungkin alay itu bentuk dr pergaulan anak muda
**restlessangel**
jadi ada gitu yg ga suka sama alay dan bawa-bawa sikap merendahkan mereka. mosok kek opera sabun aja, dan jadi tokoh antagonisnya.
iya seh,terkadang ada emang teman2 yg seperti ini ama aq.tapi biasanya aq ajak berantam dulu atau ga aq tampar atau aq pukul ajah dia biar dia tau rasa dan akhirnya bisa menghargai aq.jadi inti nya jika emang ada orang yg sering di hina, di ejek atau apapun itu maka lebih baik biarkan orang yg merasa korban itu memberanikan diri utk melawan.soalnya jika kita bantu dia maka ntar dia ga akan bisa menjaga dirinya utk seterusnya. ya intinya mah kekerasan harus di balas dengan kekerasan.itu ajah. 🙂
**restlessangel**
yang patut digarisbawahi, adalah keberanian untuk bilang, bertindak, bahwa kita ga mau dan ga suka ditindas oleh mereka. 🙂
dari kacamata saya koq, bahkan dengan merasa perlu mengajar, memberitahu dan seterusnya juga merupakan sikap yang gak perlu. terima aja bahwa sampai tataran tertentu sikap yang kita sebut ‘alay’ itu merupakan bagian dari cara generasi muda sekarang mengekspresikan dirinya, seperti ada masanya coret-coret di tembok atau menulis pesan dengan bahasa kode tertentu pernah menjadi cara generasi sebelumnya.
saya pribadi juga terganggu kadang, dengan perilaku mereka. tapi kalo dipikir lebih jernih gak ada hal yang bener-bener merugikan yah. merepotkan, tentu. sama seperti pemilik rumah yang temboknya dicoret-coret atas nama ekspresi generasi sebelumnya.
justru dengan mencoba ‘mengajar’ atau ‘memberitahu’ saya koq takutnya justru membunuh kreativitas mereka, padahal itu merupakan modal penting buat mereka di masa mendatang kan?
**restlessangel**
jujur saja, komentar ini membuat aku mikir beberapa lama. bisa jadi demikian, tapi untuk beberapa situasi sepertinya bimbingan tetap diperlukan. ketika mereka sudah dewasa/beranjak dewasa, keputusan tetap ditangan mereka. tapi sempet jadi bahan diskusi di plurk nih 😀
setiap hal itu ada kelebihan dan kekurangan. orang-orang alaypun tak terkecuali. Jadi initinya mari kita hindari dikotomi suatu golongan ya mbak?
**restlessangel**
ahai, bener juga ya (thinking)
Standar ganda ini mungkin kebalikan dari Bawa Laksana kali ya….
**restlessangel**
bawa laksana itu apa yah.. ~gugling~
seingat saya, munafik itu bila berkata ia berdusta, bila berjanji ia ingkar, dipercaya/diberi amanat ia khianati. Tapi memang akhir-akhir ini mengalami penyempitan makna sih *dibahaasss*
soal alay, saya juga sudah lama gerah bila ada yang berlebihan menanggapi. Inget diskusi kita di twitter dulu ga mbak? Mayoritas rawks!
**restlessangel**
kalo dalam istilahku, munafik juga berarti dia yang ga konsisten antara perkataan dan perbuatan. jadi dia tahu bahwa bully itu jelek, tp masih melakukannya entah disadari/tidak.
ini bukan soal alay saja, tapi semua hal. terlebih-lebih jika kita berbeda perlakuan hanya karena kita ndak suka.
Bagimana “bulat sikap” terhadap homekseksualtas dan lesbianisme?
Di satu menoleransi, di sisi lain melecehkan bahkan menghina.
Bagaimana sikap kita terhadap kesetaraan gender?
Di satu sisi mengakui,di sisi lain seksis penuh prasangka.
Bagaimana sikap kita terhadap demokrasi dan egalitarianisme dalam kasus PRT?
Di situ sisi kita memegang prinisp universal, tapi di sisi lain kita ngenyek PRT.
Sebentar, “kita” siapa? Oh ya, ya… 🙂
Maksud saya ya saya, Jeng
**restlessangel**
ah, saya juga, paman. kalau mau konsisten, semestinya tidak hanya tidak make fun for autism, tp juga utk homoseksualitas, gendut, etc etc fisik lah.
btw kalau untuk becanda itu juga ya, paman?
Rasanya yang beginian udah terjadi sejak jaman prasejarah
**restlessangel**
mari berubah! sekarang. 🙂
ah been there, jadi kaum yang dibully karena fisik. 😛
yah, saya sendiri bisa dibilang kurang menyukai adanya ke-alay-an di ranah maya, cuma biasanya saya pilih diam saja. atau langsung negur tudepoin kalau gak suka cara mereka bersikap. jujur itu menyakitkan, tapi kalau tutup mulut atau bahkan membully lebih menyakitkan.
**restlessangel**
dalam kasus bully, jika kita diam saja padahal melihat ada pihak lain yg sedang dibully, maka kita sama saja dengan pihak pem-bully. bagi si korban, dia merasakan second victimization alias merasa diabaikan.
tapi kl maksutnya diam saja tdk bilang apa-apa kepada pihak yang dimaksud, yaaa…saya pun juga sering demikian. terutama jika saya tidak terlalu terganggu.
pendekatannya chika ada betulnya. tegur mereka yg memang bersinggungan langsung dengan kita. nggak mungkin mengubah mereka keseluruhan.
nguyahi segara, istilahnya.
tentang caranya, tentu dengan cara yang elegan. kan ngakunya lebih dewasa.
itung2 ngajarin mereka gimana ngritik orang lain di ranah publik.
**restlessangel**
cara yang asertif, emang lebih efektif daripada cara-cara agresif.
saya lebih memilih diam, soalnya kadang saya juga masih sering alay meski masih ketulungan menurut saya 😛
**restlessangel**
alay yg ketulungan itu gimana? 😆 ~malah jd ngakak~
pake standar ganda itu biar lbh stabil, klo standar samping doank jd miring *ngomongin motor*
orang yang punya standar ganda itu belum tentu munafik, tapi orang yang munafik itu slalu punya standar ganda, kira-kira bgitu ndak sih?
Ping balik: She likes me for me.. | pasangandanpernikahan
Ada motif dibalik setiap tingkah laku dan perbuatan.
Mungkin bisa dilihat dari 2 sisi ‘munafik; itu sendiri kali ya?
mampir ya sis.. ditunggu komentarnya..
thanks