Valentine 2011 ini mendapati dua kabar gembira. Pasutri yang dua-duanya teman, mengabari bahwa sang istri hamil anak pertama. Kedua, seorang teman mengabari bahwa akhir April, akan menikah dengan pria yang telah mendampinginya untuk beberapa waktu ini. Diantara banjir ucapan selamat, ‘quote’ dari mas @imanbrotoseno ini membuat saya berpikir dan melahirkan postingan ini.
Tepatnya yang dikatakan mas Iman adalah sebagai berikut:
Hanya orang orang luar biasa yg berani mengambil komitmen ke perkawinan
Menurut saya itu benar. Terutama bagi mereka yang menyadari betul makna perkawinan. Well, tidak semua orang yang memutuskan untuk menikah adalah orang yang luar biasa dan pemberani. Apalagi mereka yang memutuskan menikah karena alasan-alasan yang bagi saya kurang kuat. Seperti, untuk mengejar status, karena tekanan orang lain/lingkungannya, karena ‘harus’ (bagi saya, menikah itu bukan keharusan, tapi pilihan), dll.
Menikah adalah keputusan yang berimplikasi besar dalam hidup seseorang. Ketika seseorang menikah, dia tidak lagi sendiri, tapi bersama. Konsekwensinya, salah satunya adalah ego yang mungkin saling bertabrakan. Selain itu, kita mungkin akan berubah dalam menjalani proses pernikahan, seperti juga pasangan yang mungkin juga berubah. Jadi dalam kehidupan pernikahan, kita dituntut untuk selalu belajar dan mengenali pasangan. Mengerti. Memahami.
Kebahagiaan bukan tujuan dalam pernikahan. Jika ada yang beralasan menikah karena ingin bahagia, itu nonsense. Karena dalam pernikahan merupakan proses belajar yang tiada henti. Ketika dia merasa tidak bahagia, lalu apa? Berhenti? Lalu mengejar kebahagiaan yang lain lagi?
Itulah mengapa, saya setuju bahwa mereka yang memutuskan untuk menikah dengan penuh Kesadaran (sengaja dengan huruf kapital, karena tidak sekadar ‘sadar’ secara kognitif, tapi proses spiritual) maka saya menyebut mereka sebagai orang-orang pemberani. Saya salut. Kagum.
NOTED.
Mereka yang lelah untuk meneruskan proses pembelajaran, bukanlah individu gagal. Itu ‘hanya’ sebuah pilihan. Dan saya sangat yakin, pilihan itupun juga sebuah proses belajar. Hei, seperti tagline blog saya, hidup itu untuk belajar dan bercinta, bukan?
menikah itu pilihan. setuju, med. pilihan yg gak selalu mulus, gak gampang, dan masih bisa salah. turut berbahagia untuk temen kita ituh š
kamu kapan, med? aku kapan? *plak!!*
Ah, 1 lagi tulisan dr mbak memeth yg menyentil hati saya yang harus lebih terbuka dgn pernikahan. Betul, org harus SADAR penuh scara kognitif dan spiritual. Moga2 kita bisa memilih yg terbaik. Amin. š
Menikah sering dianggap sebagai tujuan akhir, padahal sebenarnya ia adalah awal yang baru dan semua bisa saja terjadi..
Selamat ya mbaaaak…
*eh*
Koq kayak kata2 pendetaku dulu ya? š sederhananya siy, menikah itu “sekolah kehidupan” mencakup ego, karakter dan komitmen.
Sekolah booow š isinya belajar, proses dan perjalanan š like this post. Menikah itu pilihan yg hrs dibuat dgn kesadaran penuh.
Hiiiiiiiyyy…. *bergidik*
“Kesadaran” itu seperti sesuatu yg sulit dicapai krn jauh di seberang lautan, eh di tempat setinggi bintang e
Iya menikah itu pilihan, dan selama pilihan udah kita ambil, proses pembelajaran baru dimulai.. Ibarat anak umur kurang dari setaun, baru belajar jalan, ketika jatuh.. Maka akan nyoba untuk berdiri lagi. Pernikahan saya juga gitu. Masih setaun lebih diumur kami yg dibawah 27tahun. Harus belajar ‘mengerti’ dan ‘kompromi’
Menikah itu…. ibadah š namanya juga memilih, ndak mesti pilihan itu bener kan? Bisa saja salah. Salut banget buat yang memutuskan menikah. Karena yah, menikah itu seperti tinggal di rumah pohon yg tumbuh ditepi jurang.. harus pinter2 jaga keseimbangan supaya gak jatuh.. selamat meniikmati indahnya pernikahan š
Ping balik: Tweets that mention Tidak Semua Yang Menikah itu Pemberani Ā« r e s t l e s s a n g e l -- Topsy.com
mbak med.. *peluk*
somehow, aku percaya pria ini bisa dan sanggup mendampingi, menemani dan membimbingku.
dalam segala kondisi dan situasi.
karena karang yang paling cadas pun bisa rapuh ketika diterjang ombak tiap hari..
š
#haiyah
#cuih
#apabangetdehkomenku
tika bisa ngomong sampe sebegininya….
rangga hebat!
Emang betul, diperlukan Kesadaran untuk menikah, karena ada tanggung jawab besar, bukan hanya kepada keluarga asal pasangan kita, tetapi kepada Dzat Yang Menciptakan pasangan kita itu.
Selain itu (bagi saya), menikah tentu saja untuk menyempurnakan agama. Ada banyak sekali ajaran (petunjuk) agama yang belum bisa kita terapkan tanpa menikah.
Berbeda…jerih payah yang dimakan istri dan anak-anak dengan yang dimakan pacar š
menikah adalah keputusan yang berani, iya banget.
terlepas dari apapun alasannya, dan nggak ada yang berhak menilai alasan itu tepat/nggak, cukup kuat/nggak š
menikah kie abooooottt banget.,….
saya yg hampir 1 th menikah…
kadang merasa kurang kuat menghadapi ombak2 itu…
kalau sudah memutuskan menikah, berarti sudah memutuskan untuk ikhlas, nrimo, sabar dan sabar… karena penyesuaian itu tidak pernah akan berhenti…
dan pertengkaran kecil dalam pernikahan bisa terasa berat … begitulah…
bagaimanapun juga, tidak ada yang paling indah dari berbagi hidup dengan orang yg kita cintai… tsahhh….
Menikah itu adalah keputusan yang berani, betul banget apalagi sebagai wanita kita harus memutuskan saat yang tepat untuk menikah karena waktu tidak menunggu jam waktu kita untuk melahirkan juga terbatas, jangan sampai gara-gara mencari Mr. perpect atau terlalu banyak perhitungan, takut-takut terus kita jadi tidak menikah-menikah. Tapi itu juga masalah pilihan juga. menikah atau tidak menikah kalau yanag menjalaninya hepi2 aja ngga masalah toh! Tapi seperti lagu Taylor swift n boys like girls, two better than one, betul buanget! Kalau dalam perjalanannya dalam sebuah perkawinan itu tidak berjalan seperti yang kita harapkan dan kita sudah berusaha keras untuk mempertahankan tapi tidak bisa juga itulah takdir seperti juga kelahiran, kematian dan jodoh itu misteri ilahi, kadang dipisahkan oleh maut kadang juga tidak. Mungkin seperti pacaran kita harus bertemu orang yang salah dulu sebelum menemukan yang benar. Kadang juga menemukan pasangan hidup yang perpect tapi tidak lama bersama.
sampai sekarang masih sering ragu untuk menikah
bukan karena ingin slalu bersama
namun masih ragu dengan lelaki yang sukar dipercaya š
Setelah menikah, aku baru nyadar bahwa “Aku pernah sangat berani” yaitu ketika aku memutuskan untuk menikah š
Memang. Keputusan untuk menikah itu tak semudah memilih bus kota. Tenan. Asli.
@ paman tyo
nuwun sewu, Man
bahkan untuk memilih bus kota kita harus tahu dulu tujuannya
bagaimana kalau salah jalur, hayo?
soal menikah, mantan bos saya berpesan, “karena berasal dari dua keluarga yang berbeda, maka pasti akan banyak sekali terjadi perbedaan. karena itu, salah satu di antara mereka harus ada yang bersedia untuk mengalah.”
Hidup itu untuk belajar dan bercinta,,???
Hmm,, coba saya cocokkan dengan akidah saya, Wa Maa Halaktul Jinna wal Insaa Illa Liyakbuduun <== di dunia ini untuk beribadah kepada Allah saja, bukan yang lain
Nah, konsep Ibadah lah yang penjabarannya amat sangat luas, hubungan antar manusia, lingkungan, dan tuhannya sendiri,, š
Ikut sharing dan salam semangat selalu dari Bandung
setuju, menikah adalah keputusan yang ‘berani’, tapi tidak semua yg melakukannya adalah pemberani. yang “memilih” untuk tidak menikah pun bisa sama berani-nya, atau malah lebih berani (bukankah dunia lebih kejam pada mereka yang tidak menikah?).
salam kenal,
mer
p.s. coming here by accident, gladly! love your tagline!
Menikah itu 2 individu menjadi 1. Dan sesederhana persamaan matematis, itu berarti sama dengan 1 menjadi 1/2, ya tho?
Artinya, seseorang harus “mengosongkan” 1/2 dirinya untuk diisi oleh pasangannya.
*duh, aku ngomyang apa sih*
aku menunggu dirimu membuat postingan yang sama kayak Tika di milis, Mbak š
*peluk-peluk Mbak Medina*
ah… menikah itu kan cuman sesederhana berani menafikkan ego kita sendiri, mau berbagi, toleransi, menemukan kesepahaman dan semacam itulah.
itu kan sudah Indonesia banget gitu…
kalo anda merasa bagian dari Bangsa Indonesia, itu hal biasa.
meski saya juga sepakat, menikah itu pilihan. kalo “dipaksa”, dengan alasan apapun. percuma..!!!
demikianlah sebaiknya ya
bukan karena alesan ini itu
walau kadang berbagai alesan absurd jg terkemuka
dan jadinya,
kapan kau jd pemberani, meth?
*halagh*
tunggu laki-laki yang penghasilannya 3 milyar per tahun..he3
Jelas nggak berani kalo menikah karena dipaksa-paksa (terpaksa).
yup…setuju menikah itu tentang keberanian dan pilihan…so jadi kapan saya berani ya??? *ga ada yg ngajak sih….*eaaaa..malah curcol…:))
yah yah. menikah? kok ak blom nikah ya.. hmmm apakah ak bkan pemberani?
Lebih berani lagi kalo menikah sebagai istri kedua atau kesekian š
*lempar mercon*
artikelnya sangat menarik dan saya sepakat ^^
namun menurut sayasemua orang dalam hidupnya memang memiliki satu tujuan hidup yaitu ingin bahagia.. ketika dalam pernikahannya dia tidak menemukan kebahagiaan bukan berarti dia lari… penyesuaian dalam pernikahan dilakukan agar kita bahagia bukan? sepanjang hidup, maanusia akan terus menyesuaikan diri dengan lingkungan, pasangan, keluarga, ditempat kerja, dan sebagainya… yang semua itu dilakukan agar manusia tersebut dapat berkembang dengan baik semasa hidupnya… dan apalagi yang didapatkan jika seseorang berkembang dengan baik dalam hidupnya? menurut saya, dia akan bahagia š
btw mba salam kenal yaa
Thanks for good post, I never see great blog like this, I will revisit later.
Kalau “menikah” itu seperti layaknya kita mengejar gelar kesarjanaan, saya yakin sebagian besar berharap untuk lulus sarjana….bukan memilih DO karena sulitnya mengejar kelulusan.
Dengan kata lain…kalau orang lain bisa sukses melewati kesulitan dalam menikah/memperoleh ijazah sarjana…kenapa kita tidak bisa?
Dan saya sdh 28th melewati masa sulit bersama istri dan anak2 yg sdh menginjak dewasa….Alhamdulillah semua bisa diatasi bersama.