Writer’s Block

Semakin jarang saja aku apdet postingan blog. Rame-rame hari blogger kemarin pun tak membuatku gumregah untuk meng-apdet blog yang udah berumur sekitar 4 tahun ini. Antara malas (buatku nulis itu harus disertai data-data pendukung, dan itu berarti penelitian –minimal penelitian literatur– dan penelitian berarti butuh effort, dan simpel aja, males), kebiasaan kalau tiba-tiba sedang jadi arus utama/trend malah menjauh dari trend tersebut (salah satu trait enneagram ke-4, males seragam), dan sedang blocking.

Sebenarnya ada banyak sekali yang kupikirkan, yang riuh di dalam kepala, yang ingin kutuliskan. Tetapi entah setiap kali hendak menulis, cuma bisa termangu. Sangat jarang sekali masa-masa jemariku lancar mengetikkan tuts-tuts keyboard, seperti menari bebas. Seperti sekarang ini. Biasanya adalah masa-masa aku harus banyak merenung dan memikirkan apa yang hendak aku tuliskan.

Banyak termangu ketika sebagai penonton mengobservasi panggung sekitarku. Sebagai pemain pun rasanya sudah tak ada tenaga lagi untuk berbicara (tepatnya, menulis panjang). Karena apa yang terlintas dalam pikiran adalah ledakan-ledakan kecil yang tidak terstruktur, alias random banget. Kalau hendak dituliskan menjadi artikel beberapa paragraf, perlu effort lebih untuk menyusun dan membuatnya enak dibaca, thus didukung data-data yang valid reliabel. Jadi adalah tulisan berupa opini yang bukan asal bunyi. Kalau asal bunyi, dalam pandanganku, tak perlu lah, semua yang aku lihat dan rasakan, dikeluarkan. Kepatutan saja sih, pertimbangannya. Juga perasaan orang lain, sebagai pembatasnya.

Ada masanya aku ‘usil’, dan aku sadar, bahwa apa yang aku ungkapkan dapat mengganggu kenyamanan orang lain. Mungkin rasanya sama, seperti kalau misal mereka yang atheis tiba-tiba mendapat kabar bahwa Tuhan memang ada dan mereka bisa membuktikan secara indrawi. Atau mungkin seperti perasaan kaum theis yang mendengar berita bahwa Tuhan ternyata tidak ada dan mereka harus berhadapan dengan kenyataan tersebut.

Selain itu, termangu dengan adanya kesadaran. Kadang cape mengamati semua hal yang terjadi di sekitarku. Exhausted, jadi tak punya energi lebih untuk menuliskan apa yang aku rasakan dan opiniku tentang itu. Marah, rage, sedih, pedih, apatis. Is it the way of the world, apakah memang seperti ini yang terjadi di muka bumi ini, udah digariskan seperti ini, udah jalannya? Jadilah aku lebih suka menyimpannya dalam hati saja.

Kembali ke soal writer’s block. Ketika rame-rame kemarin hari blogger, saya heran aja sih. Whats so special about being a blogger? Kenapa sepertinya menjadi blogger adalah hal yang wah sekali, sehingga kalau ada blogger yang jarang apdet, lebih banyak ngetwit, dsb, adalah sesuatu hal yang memalukan, ‘nista’, memalukan, etc. Ngeblog itu sama seperti menulis, jika tidak benar-benar muncul dari hati, maka tak usahlah dipaksakan. Tetapi tergantung juga sih, tujuan ketika ngeblog itu apa. Kalau ditanya, apakah aku masih tetap merasa aku sebagai blogger atau tidak, well yeah masih sih. Toh aku masih punya blog, dan walau lama ga apdet tapi masih inget passwordnya. Tetapi sekali lagi, being blogger does not define me at all. Aku lebih dari sekedar label blogger.

Selain itu, begini saja sih. Ga usah lah, membebani orang lain (blogger) dengan menginstruksikan blogger itu mustinya gini gitu, kalau ndak gitu gini kalian mustinya malu menyandang label blogger, bla-bla-bla. Halah, hidup jangan dibikin rumitlah, apalagi ngeblog. Yang perlu diingatkan mustinya lebih ke soal etika saja. Seperti misal, menulis yang bernada kebencian terhadap umat lain dan bernada menghasut, janganlah. Atau mem-plagiat.

So, apa hubungan writer’s block yang aku alami dan rame-rame hari blogger? Silakan di-utak atik gatuk, sementara saya sendiri sedang menikmati masa-masa bebas menulis, masa-masa yang patut aku rayakan dan resapi. Masa-masa menulis seperti menari, ga usah mikir, ngalir aja.

 

UPDATE. Rame-rame soal blogger, padahal postingan ini dari awal ga diniatin dalam rangka hari blogger atau dalam rangka menanggapi rame-rame tentang ngeblog dan tetek-bengeknya. Tapi kalau dari beberapa tanggapan yang masuk, menarik mencermati reaksi mereka terkait dengan label blogger yang tersemat pada diri komentator ini. Plus dinamika blogger di rana social media. Kalau yang begini, aku jadi jamaahnya Pakdhe Mbilung saja, bahwa dia sudah bukan lagi blogger alias mantan blogger, karena dia sudah move on. *ngakak-ngakak njempalik* *ini yang aku sebut manusia bebas, ga attached sama label yang disematkan pada dirinya*

:mrgreen: