The Plus Project

“Orang miskin dilarang ke rumah sakit” oleh Acheng Watanabe, dari blog kocak dan menggelitik “BlogSindiran”.

Beberapa bulan yang lalu, lupa bulan apa, tapi yang jelas sebelum aku muvon ke Jakarta bulan Juli 2011. Kalau tidak salah sekitar bulan Maret-April, aku didiagnosa terkena tumor jinak payudara. Alhamdulillah, bulan Mei aku menjalani operasi “ringan” dan sukses. Ringan, karena hanya berlangsung setengah jam, dan dalam dalam dua hari udah boleh pulang. Yang bikin nggliyeng itu efek obat biusnya. Dioperasi pagi pukul 6.30, siuman di kamar sekitar pukul 7, langsung mual-mabuk hingga siang/sore.   😆

Sudah lewat lebih dari 6 bulan pasca operasi, alhamdulillah baik-baik saja. Semoga sehat terus selamanya yah, doakan saya, amiin. Kuncinya adalah deteksi dini. Seriously, i mean it with my words. Sebagai orang yang pernah mengalami sendiri, jadi tahu bener gimana rasanya.

Sebenarnya, gejala tumor ini udah kerasa 2 tahun lalu. Waktu itu krasa ada benjolan di payudara, sewaktu ‘iseng’ melakukan SADARI (periksa payudara sendiri). Jujur, waktu itu mulai merasa galau, ketika benjolan itu nggak hilang-hilang. Apalagi, makin lama benjolan itu makin terasa, dan sepertinya makin besar. Waduh, galaunya, masyaallah. Galau, puspas, cemas, resah, gelisah, takut, semua campur baur jadi satu. Yang aku lakukan pada masa-masa itu, sama seperti yang dilakukan kebanyakan orang lain, dipendam sendiri alih-alih periksa ke dokter. Alasannya, takut.

Hingga kemudian, mendengar kabar, teman masa SMU sedang di Jogja menjalani operasi tumor payudara. Pas njenguk bareng-bareng, eh lhoh kok ternyata ga cuma aku dan temen ini yang kena tumor, tapi ada satu lagi temen yang juga didiagnosa tumor. Kami semua bertiga, gejalanya beda-beda. Setelah mendengar sharing dua temanku ini, keberanianku mulai terkumpul untuk pergi ke dokter memeriksakan diri. Dan memang butuh beberapa kali konsultasi dan juga pemeriksaan laboratorium untuk bisa sampai ke kesimpulan diagnosa tumor jinak.

Well, sharing pengalaman tadi adalah sekelumit contoh nyata, bahwa deteksi dini dan pencegahan adalah kunci penting untuk menjaga kesehatan. Siapa yang tidak setuju bahwa kesehatan/menjadi sehat itu lebih enak-lebih baik daripada sakit? Kalau sakit, jangankan untuk beraktivitas, bahkan makan makanan yang kita suka pun jadi ga nikmat lagi, karena nafsu makan kita hilang. Atau malah jadi pantangan/larangan. Belum lagi materi yang dikeluarkan untuk kesembuhan, juga beban psikologis ketika kita merasa bosan atau tidak berdaya dengan penyakit yang bersarang di tubuh kita.

Yang aku herankan, semua orang setuju bahwa sehat itu lebih baik daripada sakit. Tetapi, tidak semua melakukan upaya untuk menjaga kesehatannya. Kesehatan itu memang anugerah, tapi bukan berarti lantas boleh ‘dihambur-hamburkan’. Harus dijaga juga dong lah. Lebih lucu lagi ketika ada orang yang mencemooh orang lain yang sedang menjaga kesehatannya, entah memang menjaga pola makan atau gimana lah, tapi malah di-demotivasi. Dibilang, tidak menikmati hidup lah, jangan serius-serius lah seperti orang tua, dan banyak lagi label. Malah bangga gitu, pamer, kalau sedang melakukan hal-hal yang dapat merusak kesehatannya. Lha maunya tu apa e? Sungguh saya gagal paham.

Oke, selain upaya individu, ada faktor eksternal lainnya yang berpengaruh terhadap kesehatan seseorang. Maksudnya begini, kita yang di kota-kota besar saja, ketika sakit/bermasalah dengan kesehatan, malas untuk berkonsultasi dengan dokter, bagaimana dengan saudara kita yang di pedesaan? Apalagi ada data yang menyebutkan bahwa 70% masyarakat Indonesia tinggal di pedesaan. Kita yang di kota dan termasuk well-informed saja masih banyak miss dengan informasi kesehatan, apalagi yang masih di pedesaan dan akses terhadap informasi masih terbatas. Kalau kita yang well educated saja masih banyak yang percaya dengan mitos kesehatan dan pseudo-pop-science, bagaimana dengan masyarakat di pinggiran yang akses terhadap fasilitas kesehatan seperti rumah sakit saja susah.

Kalau banyak orang bilang, bahwa kesehatan itu mahal, yang benar adalah sakit itu mahal. Contoh ya, biaya untuk operasiku kemarin saja 10 juta lebih. Komponen kamar cuma sebagian kecil dari keseluruhan biaya. Paling besar adalah biaya obat dan tindakan operasi. Bayangkan jika masyarakat dari golongan kurang mampu mengalami sakit serius dan membutuhkan tindakan segera. Jangankan biaya, bahkan untuk ke rumah sakit saja harus menempuh puluhan kilometer. Walaupun kita sudah pernah mendengar program kesehatan dari pemerintah untuk membantu masyarakat menengah ke bawah, tapi realisasinya gimana? Kok masih sering mendengar orang miskin yang sulit untuk menjangkau akses kesehatan dan harus dibantu sumbangan dari dermawan.

Menurut sumber disini, sejumlah kelompok masyarakat yang minim akses terhadap layanan kesehatan, di antaranya:

a. Mereka yang tinggal di pedesaan

b. Mereka yang tinggal di remote area contoh: pulau kecil, pegunungan, hutan, dll.

c. Kalangan lanjut usia

d. Kalangan ekonomi menengah ke bawah

Berangkat dari keprihatinan tersebut, sekaligus karena udah pernah ngrasain sendiri, jadi kepikiran ga sih, apa yang bisa dilakukan untuk mengubah hal tersebut? Atau mungkin ada yang punya ide-ide terkait hal-hal di atas?  Kebetulan beberapa hari lalu sempat iseng nanya-nanya –melempar topik diskusi– ke twitter. Ternyata banyak juga yang punya ide-ide dan opini terkait tentang isu ini. Pas banget ama programnya Phillips dengan The “+” Project, yang bertujuan untuk mewujudkan hidup yang lebih sehat dan kota layak huni. Ada hadiah menarik untuk ide-ide terbaik yang terpilih. Kalau pembaca atau siapapun yang benar-benar concern dengan topik ini, tuliskan apa yang menjadi keprihatinanmu dan bagaimana solusinya. Ga perlu seorang ahli kesehatan atau sosiolog atau bagaimana, yang penting wujudkan kepedulian Anda dalam bentuk tulisan.

Kalau mau ikut, gampang banget caranya:

a. Daftarkan diri di website http://philips.co.id/plus

b. Pilih tantangan dan submit ringkasan ide tidak lebih dari 1000 kata. Jika ada, materi pendukung berupa foto atau video bisa ditambahkan.

c. Mekanisme kompetisi selengkapnya bisa dibaca di: http://www2.yourhealthandwellbeing.asia/indonesia/health-and-wellbeing-in-
indonesia/how-it-works

Oke, ditunggu hasil ide dan tulisannya yaaa….aku juga pengin ikutan ahhhhh ^_^

14 pemikiran pada “The Plus Project

  1. dan Mbak Met malu sewaktu kita, beberapa anak CA, menjenguk setelah pulang dari operasi….
    memang bener Mbak, beberpa temen perempuan yang aku tanya tentang SADARI, ada yang gak tau apa itu SADARI. padahal dari tongkrongannya, menurutku well-informed.

  2. Ping balik: Akses Layanan Kesehatan yang Merata

  3. aku sering bolak balik RS mba,,,emang kasian bgt utk pasien kurang mampu. contohnya banyak,di beberapa RS yang aku kunjungi selalu ada diskriminasi untuk pasien kurang mampu. emang sih ada jamkesmas, tapi entah mengapa perawatny juga ikut2an ketus kalo ngelayanin pasien jamkesmas, pdhal kalo bs milih semua orag juga pengenny sehat wal afiat.
    mkasih udah share tulisan ini mba 🙂

  4. However, there are several online interfaces available where
    one needs to click on different types of options to send HTML
    code in email or to generate HTML code. ) and installation used are correct
    for your situation and the location of your wine cellar.
    If a picture is worth a thousand words then you can just image how much you will absorb by browsing this site.

  5. Flash web designers will like the cost and the creativity of the Trendy Flash Site Builder.
    Wouldn’t it be easier if we could be able to save changes ourselves whenever we want. The specific combination of reps, sets, exercises, and weight depends upon the desires of the body builder.

  6. The only requirements are that it is not pornographic
    or otherwise inappropriate for your visitors.
    Nowadays all are aware about the web forms visible in various sites.

    Opt-in building is a tedious work but with amazing results.

  7. Pretty nice post. I just stumbled upon your weblog and wished to say
    that I’ve really enjoyed browsing your blog posts. In any case I’ll be subscribing to your feed and I hope
    you write again soon!

  8. Horizontal Siding and Vertical Sliding refers to
    the outer layer of a wall, with shingles or boards
    or gaps subtly angled to shed water. He knew the system well enough to not pay many of his suppliers and sub-contractors, then would
    cover it up up by handing out fake lien releases to make it look
    like they were paid. Once safely at Thebes, though, the obelisks were
    brought to the temple at Karnak with much fanfare.

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s