Ngomongin masalah sampah, lingkungan hidup, dll ternyata ga ada kaitan antara jenjang pendidikan, status sosial ekonomi dan kepedulian terhadap lingkungan. Menurutku, perilaku peduli lingkungan (diet tas plastik/bawa sendiri tas waktu belanja, matiin listrik ketika tidak dimatikan, buang sampah pada tempatnya, memilah sampah, dsb) merupakan karakter. Begitu juga perilaku bersih.
Yang jadi misteri adalah, mengapa ada orang yang mempunyai karakter seperti itu dan ada yang tidak. Padahal sama-sama berpendidikan, melek informasi, berasal dari status sosial yang sama. Apakah yang membedakan karena pola asuh?
Ah tapi ada juga yang dari kecil tidak diajarkan memilah sampah dsb ketika dewasa bisa disiplin pilah sampah. Ada yg kecilnya dibesarkan oleh orang tua yang tidak suka binatang tapi pas gede sayangnya ke binatang buanget-banget. Jadi apa dong yang membedakan? Faktor apa agar seseorang mempunyai karakter peduli lingkungan? Semoga ada penelitian menyelidiki hal ini, penting nih untuk kemaslahatan umat manusia.
Btw masih terkait perilaku peduli lingkungan, sementara ini yang bisa dilakukan adalah fokus terhadap pendidikan generasi masa depan. Siapa sih generasi masa depan? Ya anak-anak kicik, anak-anak kecil, anak-anak kita. Mengapa? Udah terbukti bahwa mengubah perilaku orang dewasa tuh susah setengah mati. Perilaku orang gede tu berasal dari kebiasaan yang sudah mengurat-akar puluhan tahun. Biasanya sih orang dewasa perlu momentum besar agar mau berubah perilaku. Misal nih, kudu sakit jantung dulu agar berhenti merokok. Perlu kecelakaan dulu agar mau pake helm atau care tentang safety. Dan sebagainya lah, hal semacam itu. Kata mereka sih, “old habits die hard”. Mengapa demikian, mungkin karena menjadi orang dewasa melelahkan, energi sudah ga seperti masa kecil/muda, sementara mengubah perilaku butuh banyak energi.
Bahkan diingetin pasangan/keluarganya agar mau mengubah perilakunya, bisa jadi debat dan pertengkaran. Ego tersinggung dan defensif, logikanya mengatakan semua baik-baik saja dengan perilaku yang sekarang, ngapain diubah. Padahal tiap hari baca berita dan liat foto seliweran betapa lingkungan kita udah terdegradasi. Terucap kata “prihatin”, mungkin terselip perasaan kasihan tapi tidak cukup menggerakkan dia untuk berubah. Masih nyaman di status quo.
Asumsi lain, kemungkinan ybs terlalu abai dan ga peduli jadi merasa ga perlu repot-repot mengubah dirinya. Ada orang lain yang akan membereskan (kekacauan yang dia buat).
Nah ngadepin orang dewasa yang berpikiran macam ini tuh buang energi banget. Apalagi mencoba mengubahnya, sia-sia. Antara energi yang kita keluarkan dan result, ga sebanding. So paling gampang adalah membentuk mereka yang masih mudah dibentuk, yaitu anak-anak. Mereka yang masih membentuk kebiasaannya, yang lebih mudah diberitahu tanpa melibatkan ego terluka ketika dibenarkan/diingatkan/dikritik.
Jadi lebih baik simpan tenaga dg fokus membentuk perilaku anak-anak kita untuk lebih peduli lingkungan, aware terhadap hal-hal kecil, self cinscous. Semua bisa dimulai dengan hal-hal kecil di rumah dan di sekolah. Semoga dunia menjadi tempat yang lebih baik bagi semua makhluk.
Aku sama bapakku aja berantem soal buang plastik belum selesai-selesai, sekarang sama istri sendiri yang hobby ngumpulin plastik. hahahahahaha~
Budaya bersih kita masih sebatas yang penting rumah/mobil/ruangan sendiri bersih. Di ruang publik urusan pemerintah atau berharap dihanyutkan air ke sungai/laut. Gak heran sering lihat anak2 kecil buang sampah sembarangan justru dalam pengawasan ortunya. Dibiarkan. Dibiasakan. 👿
“matiin listrik ketika tidak dimatika”
kayanya ada yang gimana gitu,
susah… sama istriku juga susah, masih sering buang bungkus jajan di pinggir jalan. padahal sudah diingetin dan dikasih teladan, eh dia cuma haha hihi… tiap kali kelupaan
tapi dikit dikit berubah
Tulisannya bagus gan makasih saya suka, terus berkarya salam dari
https://sentrakredityamaha.wordpress.com/