Wkwkwkwk, judulnya malesin banget *mati ide* 😆
Rasanya skill yang musti dikembangkan di jaman gadget sekarang ini adalah information literacy/melek informasi deh. Alasannya, informasi sekarang ini sangat gampang diakses dibanding dulu-dulu, mau apa semua ada di ujung jempol. Beda banget ama (misal) jamanku SD, pengen tahu sesuatu harus baca buku. Jadi agak sulit kalau ga punya bukunya dan harus nyari. Di toko ternyata ga ada, maka harus ke perpus. Perpus terdekat ternyata juga ga punya bukunya. Harus ke Jakarta atau mana yang punya toko buku superkomplet. Belum duitnya dsb. Tanya orang tua, juga belum tentu mereka tahu.
Seperti hari ini, karena tiba-tiba penasaran dengan klaim iklan sabun cair cuci tangan Det**l yang bilang kalau sabun cair lebih higienis dibanding sabun batang karena ga terkontaminasi kuman, jadi timbul tanya. Paling gampang cari jawaban ya ke Mbah Gugel. Tinggal ketik kata kunci, dan jebreeeet, semua informasi ada. Cuma yaaaa, tugas belum selesai sampai situ, karena ternyata banyak bener informasi yang menyesatkan. Ketika mengetik kata kunci berbahasa Indonesia, informasi yang tampil di halaman pertama didominasi oleh berita tak berimbang dan ga membahas segi ilmiahnya. Ketika gugling dengan kata kunci bahasa Inggris, informasinya lebih lengkap dan lebih berimbang. Memang jadinya harus membaca lebih banyak lagi untuk membandingkan dan konfirmasi isi artikel, beneran valid atau abal-abal berbau ilmiah.
Ada banyak contoh mengapa melek informasi (definisinya menurutku adalah kritis terhadap isi informasi, kemauan untuk mencari tahu lebih dalam, mampu memilah informasi mana yang valid, dan hati-hati menarik kesimpulan) sangat penting di masa sekarang. Menurutku, para ibu musti wajib punya skill ini. You see, seperti yang udah pernah kubahas, ibu-ibu pun turut dibanjiri informasi seputar parenting, kesehatan, kecantikan, dll. Banyak yang membungkus informasi tersebut dengan hal-hal menyeramkan. Kalau enggak melek informasi, bisa bayangin dong akibatnya. Informasi belum tentu bener, tapi karena disantap bulat-bulat jadi makin takut dan nurut. Bisa merugikan, baik materi maupun non materi.
Habisnya gimana ya, banyak bener informasi yang beredar dengan teknik menyebarkan ‘fear’. Satu teknik kuno, dari sejak agama diturunkan ke bumi *eh* dan sampai sekarang terbukti efektif. Di satu sisi, teknik tersebut bisa juga memunculkan respon ‘kontra’ alias lebih kritis. Satu sisi yang ga kalah bahaya adalah muncul respon ‘learning helplessly’. Contohnya, ada satu temen yang merasa artikel-artikel kesehatan yang dipublish satu situs berita isinya nakutin semua. Akhirnya dia jadi apatis, menerapkan gaya hidup enggak sehat, dan menutup rapat-rapat semua inderanya dari informasi. Alasannya, dia mau hidup tenang dan senang. Tapi apa ya bener gitu?
The United States National Forum on Information Literacy defines information literacy as ” … the ability to know when there is a need for information, to be able to identify, locate, evaluate, and effectively use that information for the issue or problem at hand.”[1][2] Other definitions incorporate aspects of “skepticism, judgement, free thinking, questioning, and understanding…”[3] or incorporate competencies that an informed citizen of an information society ought to possess to participate intelligently and actively in that society ~ sumber wikipedia
Trus gimana dong, biar punya skill melek informasi?
Hmmm…hmmm di sini aku ga dalam kapasitas ahli sih hahaha. Cuma bisa sharing dari pengalaman sendiri. Yang jelas, banyak baca bukan jaminan, karena sama aja boong kalo sumber-sumber bacaan kita udah termonopoli dan berasal dari satu sumber aja. Membaca baru efektif kalau dari berbagai sumber, baik yang pro dan yang kontra. Kalau langkah pertama apa ya…mungkin menumbuhkan sikap kritis dulu, jangan telan mentah-mentah suatu informasi. Agak sulit terutama untuk kita yang terbiasa dari kecil dididik untuk patuh, nurut, dan tidak mempertanyakan kebijakan maupun dogma. Karena kita jadi ga terbiasa melihat ada yang ‘aneh’ dari informasi tersebut. Paling asyik emang punya gaya berpikir seperti anak-anak, karena anak-anak selalu mempertanyakan segala hal. “Mengapa langit biru, mengapa kalau malam langit jadi item, mengapa kucing kakinya 4, dlsb” hal-hal yang orang dewasa ga kepikiran untuk menanyakan! 😆
PS. Tentang klaim sabun cair tadi, aku lebih banyak nemu artikel mencerahkan dalam bahasa Inggris. Kesimpulannya adalah, memang kuman masih bisa hidup di sabun batangan, tapi jika kamu mencuci tangan pake sabun tersebut dengan cara yang benar (tangan digosok dengan sabun sampai berbusa dan bilas dengan air bersih) ga ditemukan kuman berbahaya di tangan. Jika ada himbuan yang sifatnya seperti lebih pro ke sabun cair, itu untuk situasi khusus seperti di ruang operasi atau dokter gigi. Kalau untuk situasi sehari-hari, sudah cukup. So? 😉