Sodara, ngakuin nggak, kalo lg ngobrolin soal tayangan televisi nasional, satu hal yang menonjol dan bikin rame : sinetron.
Banyak sudah yang menghujat (apalagi di internet) dan banyak juga pakar yang menilai sinetron sungguh tidak mendidik. Nengok blogs, juga sama, buanyak yg eneg dan misuh-misuhi sinetron. Di lain pihak, sinetron masih kenceng bercokol di setiap jam tayang televisi nasional, dan masih aja rame pendukungnya.
Daripada capek-capek dan bikin nambah dosa ngomongin sinetron (soale pasti sambil misuh-misuh dan menghujat penuh emosi, hehehe), mending ngobrolin tayangan yang sarat mutu di tivi nasional. Wueit, emang ada ??? Ada dong, makanya jangan keburu anti pati ma tivi. Palagi, banyak masyarakat kita yg belum melek media apalagi akses internet. Masih banyak yang mengandalkan televisi untuk membungkam anak-anaknya supaya duduk tenang di rumah dan juga sebagai sarana hiburan yang mudah plus murah.
Untuk itu, dari gw sendiri, gw sangat mengapresiasi dan memberi jempol kepada Trans Group. Menurut gw pribadi, dari tayangan stasiun televisi mereka, bisa lah dinobatkan sebagai televisi untuk keluarga Indonesia (daripada Televisi Pembodohan eh Pendidikan Indonesia ato SCTV yang mengklaim satu -stasiun televisi- untuk semua -umur-). Mengapa ??? Karena sampe saat ini, dibandingkan dengan televisi yang tidak mengkhususkan diri kepada berita, stasiun televisi milik Trans Group itu, porsi untuk sinetron sangatlah sedikit dan didominasi tayangan in house atau tayangan impor yang edukatif.
Mari kita lihat.
Program Laptop Si Unyil yang tayang tiap hari dari Senin sampe Jumat jam 13, sangat pas dengan jam anak-anak yang sudah pulang sekolah. Laptop si Unyil ini sangat informatif dan edukatif, disajikan dengan gaya yang tidak membosankan. Bahkan bagi penonton dewasa, banyak sekali informasi baru yang bisa dipelajari dan menarik (tidak membosankan).
Biasanya, Laptop si Unyil ini bercerit tentang suatu tema, misal bolpoin. Nah, kita-kita ini kan udah akrab banget dengan bolpen, tapi pernah ada yang membayangkan proses pembuatannya ??? Si Unyil ini menayangkan proses pembuatannya di pabrik, dan di akhir tayangan, biasanya muncul “Ooo…gitu to”. Tayangan juga tidak berhenti disitu. Diceritakan juga, sejarah penemuan bolpoin, serba-serbi bolpoin, dan hal-hal yang berkaitan dengan bolpoin. Topik-topiknya sederhana, dekat dengan kita, tapi sangat informatif.
Pas kapan malah pernah lihat, topiknya tentang pembuatan emas batangan dan serba-serbi emas. Menarik dan edukatif banget deh.
Jadi manfaat bagi si anak, selain sisi kognitif (menambah pengetahuan), si kecil juga diajak belajar untuk menghargai sebuah proses. Malah siapa tahu, terungkap minat si anak. Dengan mencermati si kecil, ia lebih antusias untuk topik apa, misal teknik atau lingkungan hidup, maka ortu bisa memberi pembekalan sejak dini.
Tayangan lain, ada Si Bolang (Trans 7) atau Surat Sahabat (Trans TV). Kedua program tersebut hampir sama, berkisah tentang keseharian anak-anak dari berbagai daerah di seluruh nusantara. Anak-anak itu juga tampil apa adanya tanpa polesan make up dan kru film berusaha menampilkan sesuatu yang khas dari daerah tersebut.
Dengan menonton Si Bolang, anak-anak belajar untuk mencintai keragaman budaya dan kekayaan Nusantara. selain berguna untuk memupuk nasionalisme, anak-anak juga belajar untuk menghargai keragaman alias pluralisme. Biarkan anak-anak mengetahui teman-teman mereka dari pelosok Papua, desa terpencil di Nusa Tenggara, hingga anak-anak yang belajar di sekolah mahal berstandar internasional di Jakarta. Dengan bertambahnya wawasan keragaman, minimal anak-anak belajar untuk lebih terbuka dan open mind dengan perbedaan.
Menurut pengamatan, anak-anak yang terbiasa dengan perbedaan, mereka lebih cepat dalam beradaptasi di berbagai situasi dibandingkan dengan mereka yang hanya terbiasa pada satu situasi saja. Ketidakmampuan beradaptasi rentan dengan adanya masalah-masalah psikologis, misal stress, depresi, dsb.
Masih di Trans 7, saya sedang senang-senangnya nih, nonton Jalan Sesama. Program ini diadaptasi dari Sesame Street yang sudah berjalan puluhan tahun di Amerika. Kelebihannya, materi yang ditayangkan di Jalan Sesama ini, sangat pas untuk anak-anak usia dini (balita hingga sekolah dasar awal). Tidak hanya dari materi yang berupa pengetahuan, pembuat materi menyelipkan juga nilai-nilai khas nusantara, sehingga Jalan Sesama ini sangat khas Indonesia. Lihat saja dari opening-nya, ada animasi burung cendrawasih. Sangat khas Indonesia bukan ???
Juga dari karakter-karakternya, ada Bik Yem, ada si Jabrik yang personifikasi dari badak bercula (khas Ujung Kulon, bukan ??), Pak sapa gitu, yang menjaga perpustakaan tapi juga bertransformasi a la Superman menjadi Gatotkaca, trus sapa lagi ya…duh ga apal, ga mesti nonton sih.
Penggambaran ‘kampung’ di Jalan Sesama juga, sangat meng-Indonesia. Lihat dari rumah-rumahnya, yang arsitekturnya, menurutku ‘kampung’ banget deh. Jadi bukan gedong-gedong megah dengan pilar-pilar khas rumah-rumah mewah. Penyampaian yang tidak membosankan, karena sosok manusia sangat jarang, lebih didominasi oleh boneka, dan juga animasi kartun. Tahu dong, anak-anak sangat tertarik dengan karakter fabel ataupun kartun.
Untuk si kecil, tentu saja dia akan belajar banyak sekali. Misal belajar untuk mencuci tangan, lebih banyak makan buah, makan empat sehat lima sempurna, angka, menulis abjad, dsb. Apalagi jika didampingi ortu, maka ortu bisa meyelipkan tentang keragaman khasanah budaya dan nilai-nilai moral. Misal tentang satwa khas Indonesia, “itu lho dek, cendrawasih hanya ada di Papua” maka si kecil juga belajar untuk mencintai satwa ; “itu dek, Gatotkaca itu ga kalah sama Naruto, ototnya aja selentur kawat, tulangnya sekuat besi” maka si kecil juga belajar menghargai local heroes ; “tuh dek, si Jabrik aja baik sama Bik Yem, ga bentak-bentak, apa-apa ga nyuruh Bibik” ; etc.
Jika program di atas belum tayang, dan jam-jam lain masih didominasi tayangan gossip dan shitnetron, masih ada alternatif yang menarik kok. Misal kalau pagi, Trans 7 sering menayangkan program dari Discovery Channel atau National Geographic, atau Animal Planet, atau apa lah, tapi semua edukatif. Misal tayangan tentang satwa, tentang tempat-tempat menarik dari seluruh dunia, dll. Si kecil bisa belajar untuk menyayangi lingkungan dan menghargainya, wawasan bertambah, dan juga belajar untuk mengembangkan imajinasinya (misal ingin mengunjungi menara Pisa di Italia). Atau tontonan yang menghibur, Animal Funniest Video di Anteve, dimana bisa melihat polah binatang-binatang yang bikin ngakak.
Kalau mau anak Anda kecil-kecil tapi udah punya instink a la Bill Gates dan orkay-orkay lain (orang kaya), tontonin aja tuh Metro. Apalagi pas program Market Review. Siapa tahu si anak, jadi jago analisa pasar saham dan bursa atau jago analisis politik dan hukum. Ortu mana yang ga bangga, anaknya beda sama anak-anak lain yang taunya ngomongin Naruto dan sinetron Cahaya atau Mentari.
Mengapa sebagai ortu harus menjauhkan tayangan semacam sinetron, infotainment, atau reality show seperti Idola Cilik ???
Sinetron, walau klaimnya untuk anak-anak (seperti si Eneng), tapi dalam penyusunan skenario dan adegan, mereka tidak berhati-hati dengan materinya. Si pembuat memang ingin menyampaikan nilai-nilai yang baik, tapi dalam perwujudannya, yang lebih menonjol adalah kekerasan verbal, jalan pintas, tidak mau bekerja keras, dll. Misal contoh yang tadi, Eneng. Si anak akan belajar ngelamun, “wah enaknya andai ada kaus kaki atau peri-peri. Ga usah ngapa-ngapain, si peri akan menolong” dll. Bayangkan dampaknya, si anak akan menjadi pemalas dan tidak menghargai proses plus kerja keras di baliknya.
Karakter protagonis di shitnetron itu juga terlalu lemah, manut, tidak berdaya, dsb. Saya khawatir adanya Cinderella syndrome, dimana si anak menunggu uluran tangan pihak lain, alih-alih berinisiatif untuk merubah nasibnya sendiri. Tentang Cinderella syndrome ini, saya kupas di postingan lain ya^^
Jika tidak didampingi ortu yang mengerti benar cara menyampaikan atau pengasuhan yang baik, maka si anak malah belajar nilai-nilai yang salah dari sinetron tersebut. Yang sering terjadi, dari hasil pengamatan, selama mendampingi anak nonton, ortu malah ikut ndomblong nonton, kadang malah ikutan emosi dan gemes dengan tokoh antagonisnya. Lhaaaaa, kalo gini, gimana mo belajar ??? Mengerikan !!!
Tayangan infotainment, ga usah lah, dijelaskan gimana itu bukan tayangan yang bagus untuk anak-anak. Kalo reality show macam idola cilik, sudah ada orang tua yang mengeluh. Memang acara itu, menurut saya, ga banyak gunanya untuk anak-anak. Murni hiburan dan dibalik itu, siap-sia aja kalian menjadi obyek para kapitalis yang bersembunyi di balik tayangan sejenis.
Hiburan ya hiburan, tapi mbok iyao, yang bergizi. Kalo untuk konsumsi dewasa, monggo lah, silakan. Dewasa beda dengan anak-anak, mereka sudah mampu mencerna dan memilah-milah.
Tayangan reality show macam Mama Show, Idola Cilik, dsb, menonjolkan nilai-nilai materialisme. Menurut Tim Kasser di berbagai studinya, materialisme sebagai nilai, mempunyai tiga nilai yang bersifat ekstrinsik yang menjadi pusat perhatian individu yang menganutnya, yaitu K E S U K S E S A N F I N A N S I A L, P O P U L A R I T A S, DAN C I T R A D I R I. Tiga nilai tersebut lebih menonjol dibandingkan nilai-nilai yang bersifat intrinsik, seperti spiritual, cinta, relationship, dll.
Jadi, dari definisi di atas, sudah jelas kan, tayangan reality show tersebut mengajarkan apa ??? kita juga udah ada contohnya, bagaimana dampak tayangan tersebut. Banyak lho, anak-anak sekolah sekarang, cita-cita jadi bintang sinetron atau penyanyi, dan rame-rame ikut audisi. Kedaulatan Rakyat edisi bulan Maret, juga mengangkat peristiwa kriminalitas (penipuan). Jadi kisahnya, si penipu ini mengelabuhi korbannya, siswi-siswi SMU / SMK, dengan mengatakan akan memotret mereka menjadi model di majalah Aneka Yess dan figuran di sinetron, dan singkat cerita, siswi-siswi tersebut kehilangan uang di dompet dan HP.
Jadi, sudahlah, saya menghimbau aja pada para ortu ini. Mo kasih tayangan yang menghibur ??? Ingin si kecil tumbuh menjadi the next Bill Gates ato the next Mulan Jameela ???
Matikan saja itu SCTV, RCTI, dan sejenisnya (yang full tayangan kapitalis). Jangan mau dong, jadi obyek kapitalis. Jangan tanggung-tanggung, sekalian saja si kecil jadi si penggerak kapitalis, macam Bill Gates itu. Beri dia tontonan Metro. Hehehehe…….