-lirik lagu Seventeen : selalu mengalah….-
jelaskan padaku isi hatimu
seberapa besar kau yakin padaku
untuk tetap bisa bertahan denganku
menjaga cinta ini
pertengkaran yang terjadi
seperti semua salahku
reff:
mengapa selalu aku yang mengalah
tak pernah kah kau berpikir
sedikit tentang hatiku
mengapa ku yang harus selalu mengalah
pantaskah hatiku
masih bisa bersamamu
Ada yang mengalami kisah mirip-mirip dengan penggalan lirik lagu dari grup band Seventeen di atas ??
Gimana sih, rasanya, ketika kita memendam masalah dengan orang lain, dan orang lain tersebut bersikap dominan terhadap kita ?? Kita seperti di pihak yang harus menelan bulat-bulat rasa kesal, kecewa, marah, dsb, karena kita merasa lebih inferior dibanding dirinya. Pada kasus yang ekstrim, dominasi itu bahkan ditunjukkan oleh aksi kekerasan, misal pukulan, tamparan, bahkan kekerasan verbal seperti mengatai kita kata-kata yang tak pantas.
Apa yang pembaca rasakan, ketika kita konflik dengan orang lain dan akibatnya ada rasa tidak enak yang mengganjal di hati, tetapi kita tidak kuasa untuk melepaskan ganjalan tersebut ??
Waaah, rasanya…seperti nelen kulit durian utuh bulet-bulet, betul apa betul ?? Hehehe….
Misal, begini. Kamu dan pacar kamu baru saja jadian. Malam itu malam minggu. Udah janjian nih, untuk nonton bareng. Ketika kalian pergi bareng, kamu agak kecewa melihat perilakunya, karena Si Dia terang-terangan mengagumi cewek lain walau ada kamu di sebelahnya. Dan cara Si Dia menunjukkan kekaguman itu, cukup norak. Misal, menatap dengan mata melotot dan mulut setengah terbuka, kemudian berkomentar betapa seksinya cewek itu, betapa besar dadanya, dsb. Padahal ada kamu di sebelahnya.
Wuah, kesel dong, diperlakukan seperti itu. Rasanya seperti nggak dianggep aja. Tapi apa yang kamu lakukan ??
Kamu hanya tersenyum kecut dan menelan bulat-bulat rasa gondok itu, tak sepatah kata pun keluar menyinggung kejadian tersebut. Gondok, mangkel, sebal, tapi kamu pendam saja.
Atau, kamu langsung meradang, dan berteriak-teriak memaki-maki perilakunya yang menurutmu keterlaluan. Akibatnya, kalian jadi tontonan gratis satu mall.
Bisa juga, kamu diam saja tapi balas dendam, dengan berlaku persis sama, malah kegatelan. Misal, main mata dengan cowo keren, pasang bahasa tubuh yang menggoda dan terang-terangan di depan mata pacar kamu. Diam sih, ga keluar kata-kata keberatan, tapi perilakumu menyatakan sebaliknya.
Contoh kedua, misal kamu dan temenmu. Kalian sobatan akrab. Walau begitu, ada beberapa kebiasaan temenmu yang bikin kamu kesal. Seperti, pinjam duit, banyak pula, tapi lewat dari waktu yang dijanjikan, dia diem aja. Kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu, atau belagak lupa kalau dia pernah pinjam. Dan kamu tahu persis, dia bukan orang fakir. Kebiasaan buruknya yang lain misal, tanpa ijin sama sekali membuka-buka file pribadimu, meminjam tanpa ijin barang-barangmu, malah yang paling keterlaluan, dia flirting dengan pacarmu !! Ketika ditanyain, dia berkilah, dia biasa aja ga ada maksud godain.
Nah lo, apa yang kamu lakukan ?? Dia sahabat baikmu lho. Bagaimana caramu menyatakan keberatan itu ?? Diam saja tapi dongkol setengah mati, atas nama persahabatan dan ogah ribut ?? Atau langsung memutuskan tali persahabatan ??
Contoh ketiga, misal kamu lagi bete antre di kasir supermarket. Antrian panjang yang biasa terlihat di bulan Ramadhan, apalagi menjelang berbuka. Tapi kamu lega, karena antrian di depanmu tinggal beberapa orang lagi. Tiba-tiba, nyelonong gadis cantik mempesona di depanmu, enak banget lansung potong antrian, ikutan antri di depanmu. Ketika kamu tanya, alasannya, dia Cuma belanja beberapa barang saja.
Langsung meledak marah atau diam saja walaupun dongkol, dan oke, karena dia cantik. Coba kalo jelek, wuah, jangan-jangan reaksimu beda lagi. :p
Lagi-lagi, tak bisa dielakkan, dalam bergaul dan bersosialisasi dengan orang lain, ga bisa lepas dari yang namanya konflik. Dalam postingan sebelumnya, sempat disinggung tentang diagram alternatif respon terhadap konflik. Selain itu juga sempat disinggung mengenai posisi psikologis yang mendasari pemilihan alternatif respon terhadap konflik tersebut.
ANALISIS TRANSAKSIONAL
Posisi psikologis merupakan istilah yang lazim dalam metode Analisis Transaksional yang dikembangkan oleh Eric Berne. Latar belakangnya adalah Eric Berne memandang bahwa komunikasi yang terjadi antara dua orang, galibnya adalah sama dengan proses transaksi.
Ketika seseorang berkomunikasi dengan pihak lain, yang terjadi adalah si A bermaksud menyampaikan keinginannya dan kebutuhannya, serta mencoba mempengaruhi orang lain (si B) supaya si B mau mendengarkan, memperhatikan, memahami, dan mau berbuat seperti yang diinginkan si A. sebaliknya, si B dalam berkomunikasi dengan si A juga bersikap sama dengan si A.
Karena tiap individu mempunyai harapan dan keinginan yang seringkali berbeda, untuk mempertemukannya biasanya terjadi semacam proses tawar menawar. Kondisi seperti inilah yang disebut Eric Berne sebagai transaksi. Proses transaksi ini tak semua bisa berjalan mulus, seringkali malah saling melukai dan menyakiti, seperti contoh konflik dalam uraian di atas atau postingan sebelumnya.
Analisis Transaksional (AT), menurut Eric Berne merupakan metode untuk menganalisis atau menemukan pola mana saja yang berperan dalam sulit atau mudahnya proses transaksi/komunikasi. AT ditawarkan oleh Eric mengikuti teori psikoanalisis Sigmund Freud dan penemuan kerja otak dari Broca dan W. Penfield antara aktivitas otak dan perilaku manusia.
Menurut Penfield, otak manusia sejak bayi sudah mampu merekam berjuta-juta pengalaman tentang perasaan, pandangan, sikap, perilaku, dll. Pengalaman yang tertanam sejak bayi hingga dewasa ini untuk selanjutnya disebut sebagai egostate.
Berne mengelompokkan rekaman pengalaman tersebut menjadi kelompok pesan-pesan norma Orang Tua (egostate Orang Tua) dan kelompok reaksi perasaan Anak (egostate Anak). Kedua egostate tersebut dalam keseharian berebut untuk tampil dalam proses komunikasi. Sulit untuk melepaskan diri sepenuhnya dari kedua egostate tersebut, apalagi egostate tersebut sebenarnya adalah rekaman perbendaharaan mengenai berbagai cara yang individu lakukan dalam menghadapi / menyelesaikan masalah, entah itu berhasil atau tidak.
Berne menawarkan alternatif cara untuk menyadari egostate tersebut dan mengontrol dan mengendalikannya sepenuhnya. Egostate tersebut adalah egostate Dewasa. Individu yang sehat adalah mereka yang mampu menggunakan egostate-nya sesuai dengan situasi dan kondisi, yaitu ketika egostate Dewasa dalam posisi dominan sehingga mampu memilih egostate mana yang sesuai dengan situasi tertentu.
Misal, ketika lagi bermanja-manja dengan pacar, boleh lah kita memakai egostate Anak, tapi kalau terus-menerus memakai egostate Anak, pacar bisa kabur karena merasa tidak pacaran dengan kita tapi seperti sedang menjadi baby sitter anak kecil.
Atau misal, ketika dalam suatu meeting penting, rapat komite khusus untuk menentukan sikap terhadap suatu kebijakan. Eh, karena opini kita ditolak, kita ngotot untuk memaksakan opini yang kita anggap benar tersebut dan kita jadi berang, marah-marah, bahkan naik ke meja dan meninju pimpinan rapat, hehehe.
Dalam kehidupan sehari-hari, ketiga egostate sering bertentangan satu dengan yang lain. Umumnya, cara yang paling ideal adalah memakai egostate Dewasa, yang mampu menerima dan menyalurkan keinginan Anak dan Orang Tua secara proporsional. Karena itu, menurut psikolog dan terapis Dr. Salim A Sungkar menyatakan :
USE YOUR ADULT, PLEASE
Bukan, be adult. Mengapa ?? Karena sering kita saksikan, mereka yang berusia lebih dari 20 tahun, yang di Indonesia termasuk kategori dewasa (ingat pengkategorian film, hehehe), ternyata usia mentalnya belum dewasa. Dr. Salim A Sungkar menyatakan, mental tak akan menjadi dewasa hingga egostate Dewasa menjadi dominan dibanding egostate Anak dan Orang Tua.
Selain itu, selama proses interaksi dengan orang lain yang terus terjadi dari masa bayi, membuat individu merekam semacam kesimpulan tentang diri sendiri dan orang lain, yang menjadi dasar keputusan sikap hidupnya. Secara singkat bisa dirangkum dalam empat macam kemungkinan, yang juga disebut sebagai Posisi Psikologis, yaitu :
- Saya Tidak Oke – Kamu Oke
- Saya Tidak Oke – Kamu Tidak Oke
- Saya Oke – Kamu Tidak Oke
- Saya Oke – Kamu Oke
Dalam berkomunikasi antara tiga egostate tersebut, ada tiga kemungkinan transaksi yang terjadi, yaitu :
- Transaksi komplementer : jika kedua belah pihak mampu memberikan respon yang saling diharapkan.
Misal, A : sedang dimana, Sayang ?
B : masih di kantor nih, Mah, rapat. –> egostate yang sama
Atau, X : mengapa semester ini penjualanmu menurun ?
Z : maaf, Pak, saya kesulitan dengan ketatnya persaingan pasar. –> egostate yang berbeda
- Transaksi silang : jika kedua belah pihak tidak memberikan respon yang masing-masing harapkan.
Misal, C : Kok kamu ga pernah posting lagi, sih, Sayang ?
D : Eh, suka-suka gw dong, mo posting kek, mo enggak kek, bodo !!
Transaksi ini yang paling rentan konflik, seperti yang sudah diungkap di postingan sebelumnya. Ketika pihak lawan memberikan respon silang atau jawaban yang tak diharapkan, maka sebenarnya terbuka peluang bagi pihak pertama untuk memberi jawaban silang juga atau memberi jawaban yang komplementer untuk memperbaiki keadaan tidak enak.
Bagi pihak pertama yang cepat menyadari (transaksi) apa yang terjadi dan memiliki kemampuan untuk memahami (fleksibel, empati, easy going), maka dia mampu untuk memberikan jawaban yang komplementer.
Misal, bagaimana dengan situasi berikut :
C : Kok kamu ga pernah posting lagi, sih, Sayang ?
D : Eh, suka-suka gw dong, mo posting kek, mo enggak kek, bodo !!
C : Eh, ditanya baik-baik kok nyolot sih, mau kamu apa, heh ?? Nantang ??
Atau situasi seperti ini :
C : Kok kamu ga pernah posting lagi, sih, Sayang ?
D : Eh, suka-suka gw dong, mo posting kek, mo enggak kek, bodo !!
C : Sayang, aku kaget nih, denger jawaban kamu. Ada apa, Sayang ?? Lagi bad mood ??
Hmmm…what do you think ???
- Transaksi terselubung : maksudnya adalah, apabila ada maksud yang tidak tersirat dibalik ungkapan.
Misal, ketika hendak menyindir seseorang, kita sering memakai transaski seperti ini. Ketika flirting pun, tanpa sadar, kita memakai transaksi seperti ini juga.
Contoh yang romantis, yaitu antara pasangan yang baru menikah, ketika suasana sedang hangat-hangatnya bulan madu. Ketika sang suami mendapati istrinya yang sama sekali tidak bisa memasak, mencoba memasak untuk makan malam bersama, ia akan tersenyum dan memuji usaha istrinya dan mengajak untuk makan malam di luar.
Oke, sampai disini dulu kuliah Interpersonal Conflict Management, hehehe.
Dengan Analisis Transaksional, seyogyanya (karena penulis adalah orang Yogya, mungkin kalau orang Surabaya akan menulis sesurabayanya
) kita mampu mengenali egostate yang kita pakai dalam berkomunikasi dan mengenali jenis transaksi apa yang kita gunakan.
Harapannya adalah, mampu meminimalisir atau meredam konflik yang timbul karena gesekan-gesekan yang tak selaras dari hubungan antar individu.
Penulis sih, bersemboyan, tidak ada masalah yang tidak bisa dibicarakan, atau dengan kata lain, SEMUA BISA DIBICARAKAN, GITU AJA KOK REPOT
.