dont buy dont breed, adopt!

 

 

Saya pecinta bintang, sepertinya semua orang sudah tahu itu.

Aku benci dan menolak-melawan kekerasan pada binatang, sepertinya semua orang juga paham.

Kalau saya ngomong, nyebut-nyebut “anakku”, teman-teman biasanya udah mahfum kalau yang kumaksud adalah kucing-kucingku.

 

Kepindahanku ke Jakarta seringkali mendapat pertanyaan, gimana nasib anak-anakku, kenapa ga dibawa aja. Kujawab, Jogja adalah rumah terbaik bagi mereka, di lingkungan yang mereka sudah kenal baik dan dikelilingi oleh orang-orang baik hati dan menyayangi mereka. Memang, di Jakarta ini, sering banget aku patah hati, nggregel, berlinang air mata, karena sering banget ketemu kucing-anjing liar di jalanan. Memikirkan nasib mereka dan kemungkinan adanya orang-orang jahat tidak berwelas asih, sungguh bikin risau. Apalagi kalau mendengar berita kekerasan pada binatang, seperti pembuangan bayi-anak kucing. Duh, hatiku lemah sekali. Rasanya lemes, gundah, galau to the max, sedih, tak berdaya dan sebagainya. Ingin menolong tapi keterbatasanku, di kos tidak boleh memelihara kucing, dan keterbatasan resource lainnya.

Kalau sudah galau to the max begitu, aku malah biasanya ga sanggup untuk ngomongin. Bukannya lebih suka memendam, ga ada hubungannya dengan suka atau tidak, tapi aku ga sanggup, bahkan membicarakannya sekalipun. Hatiku terlalu kecil, pecah duluan berderai-derai. Padahal sekelilingku ya banyak juga, yang pecinta kucing atau binatang. Kalau mendengar mereka membicarakan kelucuan kucing-kucing dari segala penjuru dunia, aku malah diam saja. Makin kesini malah makin jarang ngomongin tentang lucunya kucing etc. Ya gimana yah, udah kepikiran duluan tentang nasib kucing-kucing dan hewan lain yang terlantar. Udah broken duluan, ga sanggup mungutin, ga sanggup membicarakannya. Ga kuat.

 

Hingga beberapa waktu lalu, kepikiran ide ini. Yah, bahkan menuliskan ide ini menjadi bentuk postingan pun membutuhkan waktu untuk menguatkan diri menyampaikan sesuatu yang aku anggap penting. Lebay ya? ‘Cuma’ isu kek gini doang, kok sebegitunya. Ya gapapa juga sih, kalau ada yang berpikiran demikian. Lhawong yang benar kurasakan memang seperti itu. Ya tidak menyalahkan kalau ada yang beranggapan remeh.

Kembali ke ide. Cuma berangkat dari pemikiran, bahwa banyak sekali di sekitarku yang suka sekali (kalau ‘sayang’ ga tahu sih, karena menurutku, suka ama sayang itu level intensitasnya berbeda) dengan kucing/anjing. Tapi diantara yang suka itu, banyak yang tidak bisa memelihara kucing/anjing dengan berbagai alasan. Nah, ide ini sifatnya hanya ajakan/himbauan sih, karena bisa dilakukan secara individu. Ga butuh gerakan massa. Jadi, buat kita-kita yang suka binatang tapi ga bisa memelihara sendiri, kenapa tidak memperlakukan semua binatang yang kita temui selayaknya itu binatang piaraan kita. Caranya, selalu bawa catfood/petfood kemana-mana, jadi kalau ketemu di jalan, langsung aja kasih.

Asyik lho, menjalin interaksi dengan mereka, kalau kasusku, kucing-kucing liar tersebut. Mereka yang tidak mempunyai kepercayaan terhadap orang asing karena takut, lalu kita pelan-pelan berusaha membangun rasa percaya. Dan sekali rasa percaya itu terbangun, bonding/ikatan pun terjalin. And its magic!

Kedua, kalau melihat ada hewan liar yang sakit/terluka, segera dibawa ke dokter hewan. Sayang sekali, biaya dokter hewan di Jakarta mahal sekali ya dibanding Jogja. 😦

Ketiga, berpartisipasi kalau ada gerakan sterilisasi kucing/anjing liar, dengan berdonasi. Percayalah, men-sterilisasi hewan liar ini, manfaatnya jauh lebih banyak untuk mereka sendiri, dan ada manfaat juga yang bisa dipetik ulah manusia. Kalau di Jakarta, aku taunya Jakarta Animal Aid Network, bisa dicek di facebook mereka atau situs mereka. Sayang, sejauh aku pernah kontak mereka, kok minim respon.

Keempat, bagi yang ingin pelihara kucing/anjing, remember the platinum rules: DON’T BUY DON’T BREED, ADOPT. Salah satu alasan adalah, when adopt, you’re saving a life. Kalau masih ada kucing/anjing terlantar yang bisa kita pungut, kenapa tidak mengadopsi mereka saja? Selain itu, kenyataan bahwa banyak breeder/pebisnis hewan piaraan yang mengedepankan materi thok, bukan karena mereka sayang binatang.

So, mari kita semakin berwelas asih, terhadap semua mahkluk Tuhan. 🙂

 

NB. Why adopt than buy?

Love Journey (1) : Faces of Love

Patkay, salah seorang kolega Sun Go Kong, terkenal dengan ungkapannya, “Cinta, deritanya tiada akhir.”

Patkay boleh saja berpendapat demikian, tapi cinta mampu menginspirasikan berjuta-juta manusia sepanjang masa. Bahkan, seorang mursyid, Syaikh Muzaffer Ozak mengatakan, esensi ketuhanan adalah cinta. God is love. Kita ada di dunia ini karena cintaNya, demikian para bijak mengatakan. Apa yang kita rasakan ketika kita jatuh cinta, itu hanya secuil proyeksiNya, sarana untuk mengenal CintaNya.

Cinta adalah sebuah penderitaan unik yang menyenangkan, demikian Syaikh Muzaffer Ozak mengungkapkan. Siapa yang belum merasakan nikmat , dahsyat, kuat, dan kemudian hancur berkeping-keping karena cinta ?

Jatuh cinta, berjuta rasanya. Ketika kehilangan cinta itu, jutaan rasa itu pun juga ada. Rasa jatuh cinta begitu seperti candu, tetapi tak sedikit pula yang ketakutan dengan sensasinya, dengan alasan tidak sanggup merasakan jika sensasi candu itu menghilang.

Bagi saya, ungkapan Syaikh Muzaffer di atas, cukup menggambarkan apa yang saya rasakan tentang cinta. Cinta tak selamanya indah seperti yang diangankan. Tapi, bahkan sakitnya pun mendewasakan. Tak terhitung saya jatuh bangun dalam bercinta, tapi puji Tuhan, tidak membuat saya kapok dalam bercinta. Mungkin juga didukung saya berbakat dalam hal amnesia hehehe. Lupakan rasanya tapi tidak hikmahnya :mrgreen:

Jujur saja, saya sering bingung dengan mereka-mereka yang trauma dalam percintaan, dan kesulitan untuk membuka hati mereka terhadap cinta. Lhawong, setiap hari kita itu disapa oleh cinta, kok tega banget menutup diri oleh sesuatu yang indah dan menyenangkan.

Saya dulu juga sering ‘berdebat’ ketika sampai topik lebih baik (atau enak?) mana dicintai atau mencintai. Kini saya sampai pada tahapan, bahwa betul ternyata, kebahagiaan itu ada pada pihak yang mencintai. Siapa yang tak mekar hatinya, melihat sang kekasih bahagia ? Itu saja. Dan rasanya, tak perlu lagi memperdebatkan mencintai atau dicintai. Just do it. Cintai saja. Free yourself. Jika masih mempertanyakan berarti masih ragu. Berarti masih ada ketakutan. Ketakutan akan apa? Takut sakit karena kehilangan? Apa yang terjadi ketika kita merasakan sakit tersebut? Tidak enak? Mengapa menghindari rasa tidak enak tersebut? Apa bedanya dengan rasa bahagia, suka, dsb, apakah kita mengharapkan rasa tersebut melanda diri kita setiap saat?

Oh, stop, saya seringkali terlalu hobi mendekonstruksi segala hal, termasuk cinta.

Saya hanya merasa sayang, dengan mereka-mereka yang tak mau merasakan dan menerima wajah lain cinta, wajah yang tak indah, bahkan ‘menyeramkan’ bagi sebagian orang.

Mengapa hanya mau menerima wajahnya yang indah tapi menolak wajahnya yang berbeda ?

Setiap hari cinta menyapa saya. Begitu juga dengan orang-orang di sekeliling saya. Ada yang sedang kasmaran, merindu, dan juga yang sedang merana karena cinta. Saya buka hati saya lebar-lebar untuk cinta. Bahkan ketika cinta datang dengan wajahnya yang menakutkan. Hai, tak usah takut. Ini juga cinta, hadir dengan wajah yang berbeda.

cintaku…..

nanya dong, apa yang pembaca lihat dari gambar berikut ???

pizza ?? keju mozarella ?? pepperoni ?? sosis ?? paprika ??? pan pizza ??

BUKAN….eh ya betul ding tapi tidak 100% betul.

Bagi saya, yang nampak disitu adalah cinta.

Ya, itu bagi saya lebih dari sekedar senampan pizza, tapi ada cinta di sana.

*flashback…………*

Senin, 28 Juli 2008

*setelah minggunya mengalami hari yang berat*

19.03 sms masuk.

” we brought you a pan of pizza. u better hurry up to get home before yr brothers eat it, hehehe. and enjoy it urself as a present from us. we hope u”ll get well soon and be happy 😉 “

Sontak mataku berkaca-kaca.

Terimakasih untuk persahabatan yang indah. Aku sayang kalian. 10 tahun persahabatan kita, dinamikanya, dan u’re still best friend for me.

Doakan aku dan orang-orang yang aku sayangi.

Sekali lagi, itu bukan sekedar pizza atau kaset. Ada cinta di balik itu.

I love you too…………