Lelaki Penikmat Hujan

rain-drops

 

Perempuan itu tertarik dengan sosok lelaki itu.

Didapatinya lelaki itu selalu di posisi yang sama saat hujan. Duduk di kursi yang sama, kursi yang menghadap jendela. Matanya lekat menatap bulir-bulir air di kaca. Diam tanpa sepatah kata. Berjam-jam memandangi hujan dan kabut turun.

Perempuan itu penyuka pemandangan. Masalahnya, di kota ini sulit menemukan tempat dengan banyak pepohonan dan tanaman hijau rimbun, gemericik air mengalir, dan harum udara basah ketika kabut turun. Satu-satunya tempat yang mampu mengobati kerinduan perempuan itu adalah tempat ini. Dan saat favoritnya adalah sore hari. Ketika kabut turun menyentuh pucuk dedaunan. Dinginnya semilir angin menghantar aroma khas pegunungan. Saat-saat seperti itu yang selalu dirindukan perempuan itu. Saat-saat yang mampu membasuh jiwanya yang letih.

Dan pada saat itu ia menemukan lelaki itu. Lelaki penikmat hujan. Selalu hadir di kursi yang sama dan lekat memandang udara kelabu. Perpaduan sendu yang entah bagaimana menggetarkan syahwat perempuan itu. Nalurinya terjamah oleh rasa ingin tahu.

Maka ketika ia menjumpai lagi lelaki itu, ia menyapanya.

“Hai, boleh aku duduk di sini?”

Lelaki itu menengadahkan kepalanya. Matanya berpandangan dengan mata perempuan itu. Perempuan itu menggigit bibir, mendapati tiba-tiba desakan kuat muncul dari dalam, membuatnya gelisah dan basah.

“Silakan, kursi ini selalu kosong,” ujar lelaki itu. Senyum tipis tersungging di bibirnya. Perempuan itu segera duduk di depan lelaki itu. Mata lelaki itu kembali menatap kaca yang basah oleh air.

“Kau suka hujan? Apa yang menarik dari hujan, bagimu?”

Lelaki itu mengalihkan pandangannya. Menatap perempuan itu. Telapak kaki perempuan itu seperti tersetrum dan menjalarkan rasa panas hingga diantara dua pahanya. Lembab. Perempuan itu tanpa sadar menelan ludah dan melepaskan alas kakinya, menyentuh betis lelaki itu. Ketika sadar apa yang disentuh oleh ujung jari kakinya, perempuan itu kembali seperti tersetrum dan pipinya sekarang terasa hangat.

Lelaki itu bangkit dari duduknya. Di depan perempuan itu ia membungkuk hingga ia mampu mencium semerbak mawar gunung yang menguar dari belakang telinga perempuan itu.

“Ikut aku, aku akan ceritakan apa yang menarik dari hujan,” bisiknya. Perempuan itu menatap nanar dan mengangguk.

….

Perempuan itu berbaring meringkuk telanjang. Sisa-sisa keringat berembun di keningnya. Ditatapnya lelaki itu sedang mengenakan celananya.

“Aku harus mengejar hujan,” ucap lelaki itu sambil membungkuk dan mengecup kening perempuan itu.

Perempuan itu mencium aroma udara basah dari kabut yang menjamah dedaunan ketika bibir lelaki itu mendarat lembut di bibirnya.

Argo Parahyangan, Bandung – Gambir, 7 Mei 2013