rejeki yang barokah pt. two

Hari Rabu , tgl 9 Juli kemarin, kebetulan giliran saya untuk anter Bo-Nyok ke pengajian rutin tiap Rabu Wage. Lokasinya nun jauh di Bantul sana, di pelosok desa, tepatnya di Godegan, Srandakan. Awalnya, saya sempat agak malas-malasan untuk hadir, lagipula, bisa-bisa saya hangus terbakar !! :mrgreen:  Hihihi, hus !!

Ternyata dugaan saya salah. Isi pengajian cukup menarik, meskipun disampaikan dalam bahasa Jawa. Kebetulan yang hadir, selain santri-santri pondok Godegan, juga warga sekitar pondok. Dan surprisingly, kebanyakan dari warga malah ibu-ibu. Semangat mereka patut diacungi jempol. Malam, dingin, ngantuk, tapi tetap semangat mengikuti alunan dzikir dan menyimak tausyiah ustad dari Pondok Pesantren Pandan Aran. Sementara, kaum bapak yang duduk lesehan di dalam masjid, malah terkantuk-kantuk.

Materi tausyiyah malam itu mengulas tentang rizki. Sang Ustadz yang masih terbilang muda, menyampaikan isi ceramah dengan bahasa yang menyejukkan,jauh dari provokasi apalagi menjelek-jelekkan golongan lain. Isi materi yang tergolong berat, disampaikan dengan bahasa yang jenaka dan full cerita, membuat jamaah yang warga desa, mencerna dengan mudah.

Saya sendiri mulai tergelitik untuk menyimak, ketika jamaah ditanya, antara kaum mukmin dan kaum kafir, mana yang lebih dikabulkan doanya oleh Gusti Allah. Kebanyakan menjawab kaum mukmin. Kemudian Sang Ustadz mengilustrasikan kisah yang banyak terjadi di sekitar kita.

Alkisah, ada orang mukmin dan orang kafir yang sama-sama berdoa. Lain waktu, ternyata si orang kafir ini rejekinya lebih melimpah. Tandanya, pick up-nya berganti menjadi pick up double cabin mitsubishi strada. Colt-nya ganti menjadi toyota alphard. Rumah tipe 36 miliknya ganti posisi di perumahan elite, dimana harga satu unit minimal 1,5 milyar. Minimal yang terlihat oleh mata demikian. Sebaliknya, orang mukmin kok rejekinya tetep saja. Rumah, masih ngontrak, tipe 36. Mobil ?? Walah, masih kredit motor.

Malaikat pun bertanya-tanya, mengapa Gusti Allah lebih mengabulkan doa dari si kafir daripada si mukmin.

Gusti Allah menjawab, “ Orang kafir itu, kalau permohonannya tidak segera dikabulkan, mereka bakalan ngeluh, komplain, nggrundel, ngomel2, bahkan menggugat Aku. Sedangkan hambaKu yang mukmin, jika doanya belum terwujud, dia lebih sabar dalam menerimanya, tidak berkeluh kesah, dsb.”

Illustrasi yang cukup mengena untuk ditangkap intisarinya !!

Jadi kalau kita nggrundel, selalu mengeluh, tidak sabaran, berarti kita termasuk orang ka…. –teruskan sendiri :mrgreen:

Lebih jauh, Sang Ustadz menjelaskan, bahwa rejeki yang barokah itu tidak selalu berwujud materi. Sering kita saksikan, bahkan siapa tahu, itu mengenai kita sendiri. Mereka yang dikaruniai materi yang berlimpah, uang mengalir seperti dirinya adalah magnet uang, sampai bingung bagaiamana membelanjakan. Di sisi lain, berbagai persoalan tak habis menderanya. Pasangan yang selingkuh, anak yang tidak bisa dibanggakan malah jadi parasit masyarakat, penyakit yang menggerogoti dirinya…..

Dulu ingin kaya karena ingin bisa beli makan apa saja yang dia inginkan, tapi setelah kaya raya, dia hanya bisa makan sayur-sayuran, itu pun terbatas, karena penyakit asam urat dan kolesterol mengharuskannya diit. Kalau tidak disiplin, alamat terserang stroke, yang akan mengurangi kualitas hidupnya (lumpuh, bibir perot, tidak bisa berkata-kata da beraktivitas normal).

Nauduzubillah…..

Saya jadi merenung, mengapa ya, kalau orang berdoa itu, kebanyakan adalah ‘tuntutan’ supaya materinya berlimpah. Misal, lelaku seperti di Kemusuk, Parangkusumo, atau berbagai tapa brata laku prihatin, pada umumnya karena ingin pendapatan materi meningkat.

Perenungan yang kedua, mengapa standar yang berlaku secara tak resmi adalah apa yang terlihat oleh mata. Maksutnya, materi kasat mata, you know, seperti mobil, motor, duit bejibun, kartu kredit, hape, rumah magrong-magrong, perhiasan, baju-baju bermerk, sepatu desainer kelas dunia, cerutu Kuba, wine Perancis tahun 50an, salon dimana sekalinya potong rambut ratusan rebu hingga jutaan (padahal Cuma dipotong sekian menit), kopi starbucks, donat Jco, dan lain sebagainya.

Bagaimana dengan yang tak kasat mata ??

Kelemahan manusia, terpedaya oleh panca indera. Indera kita ini sungguh memenjara.

Postingan ini saya tutup dengan kisah nyata. Kebetulan saya mengenal beberapa orang yang istimewa, ia dikaruniai semacam kelebihan. Dengan kelebihannya, berduyun-duyun orang datang, dari pedagang kaki lima hingga pejabat, untuk meminta nasihatnya. Apalagi yang berkaitan dengan rejeki. Misal, bertanya, lebih menguntungkan mana bagi dirinya, buka toko di daerah selatan atau utara. Atau, supaya lolos dalam pilkada kali ini, apa yang harus ia lakukan. Semuanya ia layani, tanpa pilih-pilih.

Yang paling bikin saya heran, orang-orang seperti itu, yang betul-betul memang punya kelebihan (ga sekedar ngecap di tipi), secara materi sangat sederhana. Ia tetap bekerja sebagaimana kita-kita, entah sebagai petani, sebagai guru. Kalau ia mau, ia bisa saja meraup rezeki dari 7 arah mata angin, karena ia mampu melihatnya. Tapi, tidak ia lakukan. Saya bertanya-tanya, apa yang membuatnya seperti menyia-nyiakan bakatnya tersebut untuk dirinya dan keluarganya ???

Ada yang bisa bantu saya memberi jawaban ??

rezeki yang barokah dan mengejar mimpi

Temans, pernah dong, denger dari saudara-saudara kita yang muslim, berdoa ; “semoga mendapat rizki yang barokah, blablabla” ??

Dulu ketika saya mendengarnya dan kemudian mengucapkan dalam doa-doa saya, ga ngeh dengan maksudnya. Belum lama saya paham apa yang dimaksud dengan rejeki barokah dan bedanya dengan rejeki yang ndak barokah.

Begini ceritanya. Sebenarnya ada dua cerita, tapi saya ceritakan satu saja. Kisah ini sungguh-sungguh terjadi dan nyata adanya. Jadi begini, teman saya, mempunyai katakanlah seorang pembantu yang membantu mengurusi sehari-hari dalam rumah tangganya. Pembantu ini karena tinggal dekat dengan rumah teman saya, setiap sore dia pulang. Istilahnya dalam bahasa jawa, pocokan. Karena statusnya yang part-time itu, tentu saja gajinya ga sebesar yang didapat jika full time, apalagi sebesar gaji sang sultan.

Dengan gaji yang minim, jauh dibawah lima juta per minggu, dalam logika kelas menengah seperti panjenengan-panjenengan ini tentu sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tapi ternyata, dari gaji yang hanya sekian ratus ribu itu, si Mbak bisa membangun rumah (walau sederhana). Rumahnya yang dulu hanya kelas gubug pinggir kali Ciliwung, sekarang sudah bertembok, berlantai semen, dan bahkan ada sofanya (walau seken). Teman saya saja sampai takjub dan tak habis pikir. Apalagi membandingkan dengan dirinya, yang sudah bekerja tetap, tapi rasanya kok masih adaaaa aja yang kurang.

Di akhir pembicaraan, ia menutup dengan kesimpulan ; “Bukankah itu yang namanya barokah ?? Walau minim, tapi dia merasa cukup, tentram, dan tercukupi kebutuhannya ??”

Saya hanya bisa merenung.

Kembali ke lima juta per minggu, saya teringat dengan seorang teman yang kepergiannya ke negeri barat Jancukarta, diiringi sedu sedan para jelatanya. Teman tersebut pun tak kalah berat melangkahkan kaki, walau dengan iming-iming gemerlap metropolitan dan pundi-pundi uang yang akan mensejahterakan masa depannya. Sempat terungkap, betapa ia sudah kadung cinta dengan Kasultanan beserta jelatanya.

Saya bisa memahami perasaan berat meninggalkan itu. Berat rasanya menginggalkan zona nyaman yang sudah kita bangun dengan susah payah, berat rasanya meninggalkan sahabat-sahabat dan jelata, menuju tempat asing yang konon lebih kejam daripada Ibu tiri. Apalagi jika jiwa kita merasa tak sesuai dengan tempat tersebut.

Saya tak perlu banyak cakap. Saya hanya bisa mendoakan, semoga kau mendapatkan rejeki yang barokah, apalgi dengan lima juta per minggu itu. Jangan lupakan mimpi-mimpi yang telah kau bangun dengan susah payah, hanya karena kalah pendarannya oleh silaunya gemerlap metropolitan. Dan terakhir, semoga dinas pajak tidak memburumu, demi mendengar lima juta yang gencar disebut-sebut sejagat blogsphere……

Kejar mimpimu dan semoga mendapat rejeki yang barokah, amiin….

Doa dari teman-teman lain :

1. cahandong.org

2. pak Yahya

3. salah satu kekasihnya yang lain : Pepeng