Makan untuk Kebutuhan atau untuk Kesenangan?

Memperhatikan cerita teman-teman terutama tentang kondisi kesehatannya, terkadang suka terkejut-kejut. Soalnya, makin sering terdengar, masih muda usia tapi udah sakit asam urat dan kolestrol, penyakit yang sebelumnya lebih sering menjangkiti orang sepuh. Kini usia 30an aja bisa asam urat, seperti semalam saya dengar tentang tetangga kamar kos.

Penasaran sekaligus khawatir dengan diri sendiri juga sih. Penasaran, kenapa kok di usia semuda itu udah asam urat dan menumpuk kolestrol tinggi. Khawatir, jangan-jangan saya juga, terutama kalau mengingat makanan apa aja yang udah masuk perut. Iyah, kadang suka kebablasan, terutama kalau lagi pas pulang Jogja. Rasanya pengen cobain semua kuliner yang dikangeni dan ga ketemu di Jakarta, dari soto sampai mangut lele.

Alhamdulillah sih, sampai sekarang belum (tidak, jangan sampai nanti jadi iya) merasakan keluhan asam urat, kolestrol atau sejenisnya. Sehari-hari sih makan ya biasa-biasa aja. Berhubung anak kos, ya makan yang hemat aja jadi lebih banyak di warteg atau masak sendiri (kalau ga masak sendiri). Godaan paling banyak ditemui kalau lagi bergaul, tapi untungnya bukan jenis sweet tooth jadi ga ngileran dengan berbagai cake, coklat, dsb. Godaan paling berat itu kalau berhadapan dengan gorengan, sate klathak, rawon, dkk. (–“)

Nah kalau melihat pola makan saya di masa lalu, mmm..mmmm…mungkin yang perlu dikhawatirkan riwayat gorengan 😐 Secara maniak banget ama tempe (goreng, terutama tempe goreng tepung dan mendoan, wuooh tahu isi juga!). Kalau daging-dagingan, sepertinya ga terlalu sering.

Dari perenungan, sepertinya memang apa yang dijalankan di keluarga berpengaruh banget terhadap kebiasaan pola makan kita (yang akhirnya ngaruh ke kesehatan). Ini praduga aja sih. Karena walau mempunyai ibu yang sangat hobi dengan hasil laut yang berkolestrol tinggi (cumi, kepiting, kerang, udang) dan jeroan, tetapi bapak dari sejak saya SD, sudah membatasi asupan daging merah dan unggas. Apalagi jeroan, bisa dibilang sangat jarang. Paling kami ketemu jeroan dan yang enak-enak ‘haram’ itu kalau makan di luar. Tapi makan di luar juga jarang banget, karena bapak ibu dua-duanya jenis yang ga suka jajan. Walhasil lebih sering makan di rumah, makan masakan rumah.

Nah apakah itu yang membuat riwayat kesehatan saya -alhamdulillah- jauh dari asam urat, kolestrol, diabetes, dsb? Entahlah. Sampai sekarang saya juga ga ada pantangan jenis makanan tertentu, tapi saya suka diet. Diet dalam arti, menjalani pola makan sehat, lebih banyak sayur dan menjauhi lemak jahat, gula, dan sodium. Efek positifnya, selain kesehatan, lingkar tubuh juga ga terlalu melar (mengingat aktivitas sekarang lebih banyak duduk, nah ini lebih mengkhawatirkan saya), hemat (yeah, kalau lagi nongkrong di kafe, yang jadi pilihan saya biasanya malah yang harganya murah), dan sampai sekarang ga ada pantangan makanan. Yeah!

Secara pribadi sih, suka heran dan prihatin kalau ada yang mengolok-olok tipe seperti saya. Dibilang ga menikmati hidup karena makan aja dibatasi. Lha, daripada situ, dipolke sekarang tapi 5 tahun lagi, serba susah kalau mau makan, lha apa-apa ga boleh. Kalau nekat ya alamat masuk rumah sakit atau ngeluh-ngeluh tegang di belakang leher dsb.

Sebenarnya isu utamanya adalah mengendalikan keinginan. Antara apa yang dibutuhkan tubuh dan diinginkan lidah. Untuk ini saya mengacungkan 4 jempol untuk Jada Pinkett Smith, bojonya Will Smith. Di usianya yang udah 40an, tapi tubuhnya makin seksi dan ketika pakai bikini langsung bikin ngowoh, saking seperti pahatan indah. Dia bilang, di usianya yang makin tua, justru makin hati-hati dan dia beruntung karena dari sejak muda udah terdoktrin makan untuk nourishment, bukan untuk pleasure. Wakwaaww, itu berat lho, bisa mengkontrol keinginan seperti itu. Kelas begawan 😆

Well pada akhirnya tulisan ini dibuat untuk mengingatkan diri sendiri, apa yang dilakukan sekarang akan dipanen bertahun-tahun kemudian. Dan saya penginnya bertahun-tahun kemudian masih bebas bisa makan apa aja, ga keberatan tubuh so masih bisa beraktivitas dengan enteng, dan ga menyusahkan orang lain. Sesederhana itu aja.

when age doesnt matter anymore

Usia, bagi sebagian besar perempuan adalah musuh dalam selimut.
Ketika usia sedang mencapai belasan, pada saat fisik sedang ranum-ranumnya, ketika dunia terasa berwarna-warni berkisar antara cinta, sekolah, dan cowok, dunia serasa seperti tayangan sinetron di televisi.

Ketika usia mencapai kepala dua, possibilites terbuka lebar, fisik sedang di puncak kejayaannya, serasa menggenggam dunia.

Tetapi, memasuki middle-tweentieeth crisis, kecemasan diam-diam merayap. Semakin enggan membincang usia dan tahun kelahiran. Apalagi ketika usia sudah memasuki kepala tiga. Merasa fisik tak lagi sesegar dulu. Cemas dengan ukuran pinggang, pinggul, dan kerut-merut. Risau dengan penampilan yang tak lagi seprima abege-abege ranum. Belum lagi menghadapi sindiran-sindiran atau joke mengenai perempuan berumur.

Ketika menyinggung masalah usia, saya selalu terngiang-ngiang judul sebuah lagu Alicia Keys :

Age aint nothing but number

Ya, bagi saya, usia, umur, hanya milestone yang diciptakan manusia. Terlepas dari pemaknaan milestone sebagai jejak-jejak keberhasilan diri, tapi menurut saya alangkah naif jika menyangkutkan umur dengan kecantikan dan kebanggaan.

Mengapa musti bangga berusia muda? Mengapa ngotot bilang kalo usia masih di bawah umur jika ada yang berkomentar dia lebih tua dari umur yang sesungguhnya?

Usia, umur, akan terus melaju tanpa bisa dicegah. Sepuluh tahun yang lalu kita masih merayakan ulang tahun sweet seventeen, dan tanpa merayakan ulang tahun pun, KTP menyatakan kita berusia 27 tahun. Lalu? Masihkan kita perlu bangga menyatakan, pada saat ini, usia kita masih 21 tahun? Apa yang terjadi sepuluh tahun mendatang, kebanggaan itu masihkah ada?

Kita semua pasti mencapai usia 50 tahun, yah, kecuali Tuhan berkehendak memanggil kita lebih dulu. Yang membedakan adalah, ketika mencapai usia 50 tahun, secara fisik masihkah kita terlihat 10 tahun lebih muda?
Sama-sama mencapai usia 50 tahun (amiin!), tapi di usia tersebut, masihkah kulit kita kencang bersinar, badan proporsional dan sehat, masih mampu melakukan aktivitas-aktivitas fisik, produktif, dan mempunyai selera humor yang baik?

Banyak contoh di sekeliling saya, mereka-mereka yang tak lagi ‘muda’ tapi masih menyimpan pesona dan produktif luar biasa. Jika membincang selebritis, lihatlah Madonna di usia yang melebihi kepala empat (gosip resmi ia sudah berusia 50an tahun, kelahiran 1958), tapi gayanya tak kalah dengan Britney Spears dan gadis-gadis yang jauh lebih muda. Bahkan kecantikannya di mata saya, semakin matang dibanding era material girl, karena didukung oleh kedewasaan yang jauh lebih meningkat dibanding ketika ia masih muda dan serba impulsif.

young_madonna

madonna

madonna-face1

Lihatlah Halle Berry (kelahiran 1966). She’s still hot at her 43, rite? And how do you wanna look like in your 43?
*jangankan 43, di usia 24 pun jangan-jangan banyak yang salah sangka tebak usia 28?* 😛

halle_berry_3_resize

Gara-gara saya suka nonton Oprah Show terutama dengan bintang tamu dr.Oz, yang membahas kesehatan dan well-being. Ditambah sekarang saya lagi bersuka cita menemukan majalah perempuan yang sesuai dengan saya (tidak hanya membahas gaya hidup, mode, merk, seks, those such things), maka edisi terbaru dari majalah tersebut mengilhami saya.

Ya, age shouldn’t matter anymore, ketika kita mampu menjaga fisik dan non-fisik kita senantiasa bugar dan tercapai keadaan psychological well-being yang prima.
Kecantikan, kesegaran, tidak melulu menyangkut tahun kelahiran di KTP, tetapi juga bagaimana cara kita menjaganya. Merasa tua adalah illusi, karena jika hati dan jiwa kita merasa kita tetap muda dan bergairah, maka itu juga yang terpancar dari tubuh kita.
Tetapi menjadi tetap sehat, bugar, dan cantik di usia berapapun itu, bukan sekedar make up dan lipposuction. Yang terpenting adalah apa yang kita lakukan sedari masa sekarang, karena apapun itu (makan, gaya hidup, istirahat, cara berpikir, perspektif, menata hati, dll) akan sangat menentukan kita hingga bertahun-tahun mendatang.

Dan….saya sangat mengagumi Aung San Suu Kyi….
Di usianya yang memasuki kepala enam, beliau masih tetap cantik. Beliau benar-benar memancarkan kecantikan sejati….

suukyi1