
Hari ini di twitter, yang menjadi ‘headline’ di timeline saya adalah penolakan Rancangan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika tentang Konten Multimedia (selanjutnya disingkat menjadi RPM). Pendapat para tweeps (teman-teman twitter) di timeline saya sih, seragam: menolak RPM tersebut.
Saya sendiri jujur saja belum begitu memahami tentang isi RPM. Walau begitu, sikap saya seragam dengan teman-teman aktivis online. Alasan saya sederhana, pada prakteknya realisasi RPM menjadi Permen (Peraturan Menteri) pasti memakan biaya. Apalagi akan dibentuk Tim Konten Media (TKM), ini juga pasti maka biaya. Nah, dari mana biaya tersebut diambil? Tentu saja dari anggaran Negara, mosok dari kantong pribadi Menteri Komunikasi dan Informatika :nyengir:
Logika saya, daripada anggaran tersebut dibuat untuk penyusunan RPM dan TKM, kenapa tidak dialihkan saja untuk belanja pendidikan. Masyarakat noh, gimana caranya supaya lebih melek informasi, lebih cerdas, dan lebih kritis. Selain itu bangun infastruktur yang mendukung pendidikan murah, misal dengan menyediakan koneksi internet yang stabil dan terjangkau hingga ke pedesaan. Perkuatlah pendidikan, mengedukasi dan mendidik–tidak sekadar mengajar ( walau saya juga ga begitu paham beda edukasi dan mendidik, sekedar biar ‘wangun’ saja hehe) sehingga membentuk karakter individu yang cerdas memilah dan memilih informasi, melek informasi, berwawasan, dan kritis. Jadi, makin banyak individu yang melek internet, ga cuma berinternet untuk akses situs porno dan facebook. 😛
Pernah membaca di koran lokal, sudah agak lama, tentang penelitian dosen di Universitas Islam Indonesia mengenai perilaku pengguna internet. Sayang saya tidak bisa menemukan link-nya. Kalau tidak salah ingat, menurut penelitian tersebut, para pengakses situs porno umumnya mereka pemakai awal internet. Jika sudah lebih advance, maka biasanya online untuk alasan bersosialisasi (termasuk mengakses social media) dan informasi (misal untuk paper dan tugas sekolah). Level pengakses internet paling tinggi menurut bapak dosen tersebut (duh, bahkan nama saja saya lupa), adalah jika ybs memanfaatkan internet untuk ekonomi (kurang lebih demikian yang saya ingat, jika salah mohon koreksi). Jadi misal exportir dari kalangan UKM, memanfaatkan internet untuk menunjang bisnisnya. Dari uraian penelitian bapak dosen tersebut, sebenarnya tak perlu kan, penyusunan RPM? Sekali lagi, didik saja masyarakatnya biar makin canggih.
Lagian, menurut saya, RPM tersebut kesannya kok reaktif sekali ya. Dari beberapa berita, dikaitkan dengan maraknya berita penyalahgunaan internet. Itu lho, sejak kasus ‘penculikan’ gara-gara kenalan lewat FB. Lha ya gimana, setiap benda itu minimal mempunyai dua sisi, positif dan negatif. Pisau dapur saja juga bisa disalahgunakan, apalagi internet. Sedikit-sedikit aturan, sedikit-sedikit larangan. Persis seperti orang tua yang paranoid dan ga bijak menghadapi anaknya.
Bagi pembaca yang budiman, jikalau hendak ingin mencermati RPM itu seperti apa, bisa dilihat disini. Saya sendiri karena malas membaca, lebih suka bertanya kepada orang lain. Jangan ditiru, karena untuk menjadi pintar dan kritis, tidak boleh malas, terutama malas membaca 😆
Singkatnya, mengapa RPM seharusnya ditolak, karena kedepannya dapat mengekang kebebasan berpendapat. Bagian yang rawan tersebutn terutama di bagian pencemaran nama baik. Konon, akibatnya bisa lebih buruk dari kasus Prita. Saya sendiri setelah tahu bagian mana dari RPM tersebut yang dikhawatirkan, malah jadi bingung, kok mirip-mirip dengan UU ITE? Kalau sudah ada UU ITE mengapa harus ada ‘permen’ ini? Jangan-jangan untuk mengakomodasi pasal karet UU ITE yang sudah dicabut (eh sudah dicabut belum sih?).
Pada akhirnya, saya cuma bisa prihatin. Peraturan yang sudah ada saja belum ditegakkan dengan benar. Hukum seperti pisau dapur saja, tajam di bawah. Lha ini kok sudah bikin baru, tidak jelas lagi visinya apa. Himbauan dan harapan saya, seperti yang sudah saya sebutkan tadi. Lebih baik tidak bersikap reaktif belaka, didiklah masyarakatmu Pak, investasi Negara itu ada pada sumber daya manusianya.

PS. Kalau yang aktif di facebook, bisa lho, join gerakannya di sini.
Tanggapan Pak Onno W. Purbo, terhadap RPM Konten.
(Biar lebih jelas lagi kalo pengen tahu, buat yang malas baca kalimat-kalimat membosankan ala undang-undang) 
Semua gambar adalah karya Paman Tyo, dengan ijin tentu saja. Terimakasih, Paman 😀
-7.797224
110.368797