Lebih Mudah Mengajarkan Sex Education pada Anak daripada Mengajarkan Spiritual

Beberapa hari lalu, saya sedang mendampingi keponakan saya yang berumur lima tahun nonton televisi. Televisi lokal, kepunyaan ormas keagamaan yang cukup besar dan berskala nasional. Waktu itu acaranya menyiarkan boneka animasi, kisah Nabi Luth, Sodom dan Gomorah. Awalnya saya tidak terlalu sadar apa yang mereka tonton, karena berpikir acara animasi dan kisahnya mengandung muatan agama. Tetapi sejurus kemudian saya tersadar, hei ini kisah tentang Sodom Gomorah, umat Nabi Luth yang diazab Tuhan karena mereka lebih memilih menjadi homoseksual.

Yang saya pikirkan kalau nanti ponakan saya bertanya-tanya tentang apa itu homoseksual. Saya berpikir keras mencari bahasa yang sesuai untuk anak lima tahun, untuk menjelaskan apa itu homoseksual.

Ternyata, yang mereka tanyakan malah lain. Mereka lebih tertarik dengan adegan penghukuman, ketika kaum Sodom Gomorah diazab. Dan pertanyaan Lila, membuat saya terhenyak, “Tante, itu mereka kok dilempari batu kenapa Tante? Kenapa kok lehernya putus, Tante?” (pas ada visualisasi kepala tertimpa batu dan putus, kepalanya jatuh menggelinding).

Saya terhenyak, bingung menjawabnya. Mau menjawab, ‘mereka dihujani batu karena mereka dihukum oleh Tuhan’ kok hati nurani saya tidak setuju. Saya kok tidak ingin mengenalkan Tuhan yang Maha Penghukum (karena sesungguhnya Ia Maha Cinta dan Maha Pengampun) kepada anak-anak. Saya tidak ingin mengenalkan konsep hukuman dan dosa dalam usia dini, karena saya tidak ingin ponakan saya diajarkan rasa takut kepada Tuhannya. Saya ragu, bimbang, bingung!

Ada alasan tersendiri, mengapa saya enggan mengajarkan (?) konsep tentang hukuman Tuhan dan kaitannya dengan dosa kepada anak-anak. Saya tidak ingin menanamkan ketakutan/rasa takut pada mereka sejak dini. Dari apa yang saya yakini, manusia sudah terlalu lama, dalam kurun ribuan tahun, didoktrin oleh rasa takut terhadap Yang Maha Pencipta. Rasa takut yang turun temurun itu menjelma dalam ingatan kolektif, muncul menjadi rasa takut kolektif. Padahal, rasa takut itu (bisa jadi) adalah motivasi mendasar orang dalam merespon/bereaksi/bertingkah laku. Jika mereka dalam memandang segala sesuatunya sudah diberi bingkai ‘fear’ maka perilaku yang tercetus pun didasari oleh rasa takut tersebut.

Misalnya, contoh paling gampang. Menimbun kekayaan pada umumnya didorong oleh kekhawatiran akan ketidakamanan finansial. Takut dan khawatir bahwa kehidupannya tidak terjamin. Perilaku yang muncul bisa korupsi, pelit, tamak, etc.

Contoh lain, posesif. Biasanya didorong oleh rasa takut kehilangan/takut disakiti, dll. Perilaku yang muncul bisa berbentuk over protektif, penuntut, dll. Benci juga didasari oleh rasa takut. Misal, perilaku rasial, diskriminatif, iri, dsb sebenarnya karena ybs takut jika orang lain katakanlah lebih hebat dari dirinya, takut jika dirinya akan didholimi oleh pihak lain yang lebih unggul, dsb.

Saya percaya, jika manusia terbebas dari rasa takut, maka ia akan memunculkan dirinya yang lebih otentik, genuine, asli dari dalam dirinya. Dan seperti yang saya percaya, lawan dari rasa takut bukan berani, tetapi cinta. Perilaku yang didasari oleh cinta, tentu sangat berbeda daripada perilaku yang didasari oleh rasa takut. Dan yang lebih penting lagi, jiwa yang penuh cinta adalah jiwa yang bebas, tak lagi dibelenggu rasa takut. Bayangkan, apa yang bisa dilakukan oleh jiwa yang bebas ini terhadap pihak lain?

Kembali ke soal ponakan. Ternyata menjelaskan tentang nilai-nilai spiritual sejak dini kepada anak-anak, tidaklah mudah. Jauh lebih mudah mengajarkan tentang ritual. Tetapi mengajarkan ritual semata kepada anak-anak maka hingga kelak mereka dewasa, berbahaya. Yang tertanam nantinya adalah dogma/doktrin. Dogma/doktrin bukan landasan yang kokoh bagi keimanan/kepercayaan. Bagi saya sudah cukup mengajarkan dogma kepada anak-anak. Generasi mendatang harus lebih baik dalam pemahaman beragama daripada generasi sebelumnya.

Sayangnya, yang saya lihat masih sedikit orang tua yang sadar akan hal ini. Bisa jadi, karena dari diri kita pun juga belum menyadarinya. Hal seperti ini tidak seperti kecemasan tentang cara mendidik tentang seks kepada anak-anak. Pendidikan seks, lebih mudah dibayangkan daripada pendidikan tentang spiritualitas. Dan wajar saja, jika kita lebih menyadari apa yang mudah dibayangkan daripada yang sulit dibayangkan.

17 pemikiran pada “Lebih Mudah Mengajarkan Sex Education pada Anak daripada Mengajarkan Spiritual

  1. setuju dengan apa yang sampean paparkan mbak. kalau kita hanya mengajarkan nanti kalau tidak solat akan masuk neraka, kalau pelit kuburannya sempit dll anak-anak akan melakukan ibadah karena takut bukan karena kebutuhan 🙂

  2. “Menimbun kekayaan pada umumnya didorong oleh kekhawatiran akan ketidakamanan finansial.”

    kalau soal penganut asuransi misalnya, apakah termasuk orang yang terlalu khawatir akan ketidakamanan finansialnya mbak ?

    eh iya jadi jawaban ke sang ponakannya apa nih, penasaran

  3. Kalau kisah nabi luth saya pernah denger lagu-nya THERION dalam albumnya VOVIN judulnya The Rise Of Sodom and Gomorrah. Saya ndak tau apa ini maksudnya. tapi kesan lagu-nya sedikit “mengerikan”

  4. itu bukan maslah ketakutan kolektif
    beda sama dengan memberi tahu soa kejahatan dan kebaikan

    dan mereka berhak tahu tentang hitam putihnya dunia
    jangan cuma dibuai dengan warna abu-abu yang kadang berusaha ditanamkan

    ini dunia nyata,
    ngajarin mereka untuk membuka mata, sudah seharusnya
    🙂

  5. itu tergantung bagaimana sudut pandang dan penafsiran seseorang kepada Tuhannya untuk kemudian ditularkan ke orang lain. Menurut saya, mengacu kepada sifat Tuhan yang Maha Pengasih dan Pengampun, adegan pelemparan batu itu tak pantas disiarkan. Ah ya, mungkin itu penafsiran dari sang pembuat cerita yang melihat agama hanya dari kacamata hitam dan putih.

  6. punya anak rumi8t ya meth, apalagi di jaman sesudah usia ponakanmu itu… kadang gak habis pikir jaman akan datang bakal seperti apa ya dunia? bakal seperti apa ya kehidupan? dan setuju sama om warm, mereka harus dikenalkan untuk melihat hitam putih dunia bahkan di usia yang masih sangat dini pun…

    saya berpikir… kok berat ya jadi anak2 di masa akan datang. kecil2 udah harus menelan semua hitam dan putih, abu2 dunia bahkan sangat banyak!

  7. jawab saja: mereka dihukum Tuhan karena tidak sayang dengan diri mereka sendiri, Tuhan menghukum mereka karena Tuhan sayang kepada manusia supaya jadi pelajaran bagi orang yang di belakang mereka.
    “bukan Kami yang menganiaya mereka akan tetapi mereka yang menganiaya diri mereka sendiri” (begitu makna ayat yg diulang beberapa kali dlm al-Quran)

  8. Tanda-tanda akan terjadi perang dunia ke III alias kebanyakan pengangguran di bumi ini. Saatnya mendirikan koloni di laut, luna and mars agar terhindar dari pengaruh sex education.

    **restlessangel**
    kenapa disetiap masa, jika mendengar/mengetahui berita buruk selalu dikaitkan dengan bencana dimuka bumi. ekenapa lagi, kok sex education hrs dihindari? ndak baca nih, ya?

  9. Hei… menginspirasi sekali tulisannya. Saya lagi cari cara yang pas ni untuk menanamkan senang beribadah karena kebutuhan. Lalu ketemulah blog ini. Belum dapat jawaban di sini, tapi cukup menggelitik dan lebih bersemangat mendidik dengan cara yg lebih baik lagi.

    Thanks dan salam kenal 😉

    **restlessangel**
    salam kenal juga, mba. thanks udah mampir, senang sekali ternyata blog abal-abal ini bermanfaat 🙂

  10. Lebih mudah atau lebih sukar itu rasanya sesuatu hal yang relatif ya mbak. Katakanlah bagi seorang guru Sejarah tentu akan mengalami kesulitan jika harus mengajarkan Matematika atau Fisika, demikian pula sebaliknya.

    Selain itu pengkondisian dari si “Guru” juga sangat mungkin berpengaruh. Bagi mereka sudah memiliki landasan spiritual yang kuat mungkin akan lebih mudah untuk mengajarkannya nilai-nilai spiritualismenya kepada anak-anak, karena hal itu sudah menjadi bagian dari hidup mereka sehari-hari. Begitu juga berlaku untuk memberikan sex-education.

    Salam kenal ya mbak 🙂

    **restlessangel**
    hmmm… anda ada benarnya. ~mikir~
    jadi semestinya nilai2 spiritual harus dijadikan dari hidup sehari-hari. etapi seks kan juga bagian dr kehidupan sehari-hari, kenapa masih sulit bagi sebagian ortu utk mengajari proper sex education?
    salam kenal kembali, salam. 🙂

  11. lain kali kalo kponakan nya nanya
    bilang aja itu akibat nya orang yang durhaka
    ke pada ibu bapak nya
    kan sama aja mndidik anak kcil untuk baik2 ampe bsar

  12. Dear All,
    Untuk saya ngajarin anak emang susah-susah gampang tapi nggak sesusah yang dibayangkan seperti diatas. triknya begini :
    1. Ajari anak untuk nggak percaya sama televisi (karena televisi paling ngerusak anak). Kalau anak lagi nonton diperhatikan dan dibimbing.
    2. Kalau soal yang keagaaman yang dari dini di ingatkan Tuhan mu siapa, siapa yang kasih rejeki, siapa yang kasih sehat harus bersyukur pada siapa dsb dll supaya Tauhidnya kuat.
    3. YANG PALING PENTING : ANAK ITU MENCONTOH!!!.. jadi kalau kita berkoar2 “kamu rajin sholat nanti Allah marah!!” kalau kita sendiri gak sholat ga ada gunanya. Kasih pengertian ke anak walaupun dia masih kecil dan tidak/belum mengerti karena kadang-kadang anak lebih cerdas kita saja underestimed.
    4. Perhatikan teman dan pergaulannya (pengaruhnya lebih jahat dari TV).
    5. Anak-anak itu manipulatif dan cepat sekali belajar jadi jangan kalah pinter sama mereka.

    karena umur anak saya yang paling tua 5 tahun belum maka saya baru belajarnya sampai disitu dulu belum kemana2…

    untuk yang hukuman Tuhan, kalau tauhidnya anak kuat maka kita bisa bilang “nak kamu tau khan kamu bisa beli makan ini rejekinya dari siapa? dari Allah nak kamu nggak boleh menyia2kan makanan. Kemarin kamu dapet rejeki dari Allah bisa dapet maenan/baju baru kamu seneng nggak? kamu mau nggak dapet rejeki lagi dari Allah? gak bisa beli baju/mainan dsb yang baru? ” kita nggak usah ngomong hukum2 dulu ke anak kita.. yang konkret2 saja bagi mereka.

    Kalau ada kaum sodom dan gomorah itu di TV dan anak saya nonton trus ada kepala bergelimpangan ya dimatiin aja bilang itu tontonan orang gede. Bener toh? masa filem anak2 ada kepala lepas segala?

    Tanamkan pada anak2 mencintai Tuhan bukan takut pada Tuhan.. Sayang pada Tuhan maka Tuhan sayang pada kita.. Kalau mau ditakut2in sama aja kayak sama setan :p.. anak saya aja nggak saya ajarin hantu/setan dahulu… malah taunya gara2 pembantu (pembantu.. pembantu.. it’s a whole new game.. soal
    pembatu itu 😦 )

    kalau soal sex education.. anak-anak saya baca buku ensiklopedia liat gambar orang telanjang dan mereka jg nonton discovery channel yang perempuannya pada toples bagi mereka biasa saja. Memang pada anak sudah nature nya mereka mempertanyakn seksualitas mereka.. selalu bertanya mama punyanya “apa” papa “apa” ? membanding2kan antara mereka (kakak laki2 adeknya perempuan). sudah wajar dari sananya, udah naluri mereka. Bagaimana kita yang tua saja tidak jengah kalau menjelaskan ke mereka.
    Anak-anak sekarang sudah tau kalau mau punya bayi harus jadi penganten dulu itu perintah Allah, itu jalan yang Allah suka. Karena anak2 ingin Allah sayang mereka, gak ada pertanyaan tuch kalau nggak pake jadi penganten punya anak gimana?
    Atau.. mungkin memang belum muncul saat nya saja..
    <== sebagai orang tua juga masih banyak harus belajar :p

    Terus terang lebih porno liat mukanya penyanyi dangdut yang di hmm "dibedroom2 eyes" khan dari pada liat payudara orang mentawai atau koteka orang irian… biasa aja.. karena memang konteksnya nggak seksuil…

    it's just my two cents..

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s